Tetapi lagi-lagi saya sebagai bagian dari organisasi, serta ikut dalam tata kepanitiaan ketika menggagas suatu event untuk mendatangkan masa, karena masih dalam masa pandemi covid-19 saya ngeri.
Kengerian saya kompleks, selain pernah dibubarkan secara paksa oleh tim gugus tugas polisi dan sebagainya ketika acara berlangusung.Â
Secara mentalitas membuat saya sebenarnya ragu ketika membuat event mendatangkan masa lagi, yang dalam hitungan jumlah "banyak" dan berkerumun.
Disisi lain dengan ide-ide kraeatif organisasi juga tidak kalah ngeri lagi bagi saya secara pribadi. Saya ngeri bukan karena apa-apa. Dalam organisasi memang semua konsep sudah matang diwacanakan itu jelas.Â
Tetapi adakalanya organisasi dalam hal ini membuat suatu event juga tanpa rencana yang baik dalam pelaksanaan.
Terkadang dengan banyak orang mengagas dan ingin berhasil membuat bagimana acara itu dapat terselenggara dengan baik tidak di persiapkan masak-masak dan cenderung tidak dipikir pelaksanaanya memuaskan yang berkepentingan atau tidak.
Dengan alasan anggota organisasi untuk tetap jalan mereka meyakinkan diri  apapun harus berani membuat acara meskipun akomodasi dalam mensuksekan acara tersebut tidak ada dari panitia penyelenggara.
"Salah satu contoh membuat karoke idol untuk sekala desa. Memang zaman kemajuan ini untuk mewartakan akses media social sungguh sangat efektif.
Tetapi yang lupa disini bahwa: netizen dengan pemikiran dan imajinasinya, apalagi dengan poster yang terpampang jika itu rapi dan meyakinkan. Imajinasi netizen sungguh berbeda dengan apa yang diimajinasikan panitia penyelenggara.
Panitia penyelenggara menginginkan acara tersebut sederhana, hanya memakai speker akif biasa untuk karaoke keluarga, itu pun dengan media youtube dan internet sebagai fasilitatornya. Tetapi bayangan calon peserta sendiri melampaui.Â
Dikira nanti ada seperangkat alat music, pangung yang megah, di nilai juri-juri yang professional dan tonton banyak orang padahal panggung pasar kuliner untuk hiburan saja dibongkar.