Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Cerita dari Perantau sampai Libur Panjang Sekolah

24 April 2020   14:15 Diperbarui: 24 April 2020   20:29 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kusmando.com

Pagi ini saya memang benar-benar ingin lepas dari kegabutan. Ya, istilah gabut sendiri adalah tidak adanya kegiatan atau berleha-leha dengan rebahan saja. Meskipun ini awal dari masuknya bulan puasa dan kebanyakan orang sedang melaksanakan ibadah puasa. Tetapi "bingung" juga ketika tidak ada kegiatan untuk mengisi hari-hari kita.

Covid-19 memang melumpuhkan segalanya. Kita diimbau untuk tetap dirumah apapun kondisinya. Tetapi di desa saya, seperti tiada efeknya. Yang beraktivitas di sawah tetap aktivitas seperti bapak-ibu saya yang pagi sekali setelah sahur tadi bergegas ke sawah.

Bukan apa, di desa saya pinggiran Kabupaten Cilacap ini, sedang memasuki musim tandur atau tanam. Oleh karena itu memungkinkan bahwa; saat ini kegiatan di desa saya sedang ada dipuncak kesibuknya.

Panen raya selesai, dilanjut dengan tandur, menjaga pasokan pangan tetap menyala dari desa guna tetap menghidupkan perekonomian Negara.

Berbeda dengan di kota yang saat ini sedang melaksanakan PSBB atau pembatasan sosial bersekala besar. Pasti aktivitas kota yang lengang menjadi pemandangan biasa akhir-akhir ini; sepanjang hari selama PSBB diberlakukan. Ditambah mayoritas warga kota juga sedang melakukan ibadah puasa memungkinkan mereka mengurangi aktivitas.

Tetapi yang membuat penasaran saya, bagiamankah kota Jakarta menjalani puasa bulan Ramadhan dimasa pandemic covid-19 ini? Hingar-bingar bulan puasa tanpa pandemic Covid-19, masih terbayang bahkan sampai dengan 11 tahun yang lalu ketika saya masih berdomisili hidup di Jakarta.

Saya ingat bagaimana tahun 2009, sewaktu saya bekerja dan mencari penghidupan di Jakarta, tepatnya di Meruya Utara, Jakarta Barat. Aktivitas ekonomi mengalami masa puncak dan menyasar semua segmen perekonomian untuk dapat berjalan adalah dimasa-masa bulan Ramadhan seperti saat ini.

Waktu itu saya ingat bagaimana raminya Jalan Panjang, Jakarta Barat dipenuhi pedagang takjil. Dan saat itu saya membeli takjil disana berlomba-lomba dengan kerumunan memilih makanan apa yang akan saya pilih itu.

Pilihan yang banyak tersebut justru membuat saya bingung, akirnya karena berjubel orang, saya membeli yang mudah dibeli saja tanpa harus mengantri dan berkerumun.

Begitupula dengan masa dimana waktu masa akan mudik atau pulang kampung tiba. Saya dengan teman waktu itu naik mikrolet (angkot) ke pasar Tanah Abang untuk membeli baju. Bagi saya yang baru merantau saat itu, benar saya takjub dengan pasar Tanah Abang.

Ramainya pembeli saat itu, untuk jalan saja susah harus mengantri. Saya ingat waktu itu beli baju kemeja di pasar Tanah Abang untuk lebaran di kampung halaman.

Saya lihat di lemari baju itu juga masih ada yang saya beli dipasar Tanah Aban itu, tersimpan rapi sebagai kenangan cerita dari awal-awal hidup di dunia perantuan kota Jakarta dulu.       

Tetapi saya kira ada perbedaan yang mencolok saat tidak ada pandemic covid-19 dan ada pandemic covid-19. Dampak mencolok tentu ada pada perekonomian Jakarta saat bulan ramadhan ini tidak akan seperti tahun sebelumnya.

Meskipun himbauan pemerintah dilarang mudik ke kampung halamanan, namun PSBB masih terus akan diperlakukan sampai batas waktu yang belum ditentukan mempengaruhi lalu lalang orang dan aktvitas perekonomian.

Untuk itu saya penasaran bagaiaman keadaan pasar Tanah Abang menjelang lebaran nanti, atau Jalan Panjang Jakarta Barat dengan dagangan takjilnya. Mungkin tidak seperti sedia kala tanun 2009. Dan masa pandemic covid-19 ini, ajang bagi siapapun meliburkan diri dari hingar bingar,bahkan hiruk pikuk kota.

Tetapi tidak bagi masyarakat yang ada di desa, aktivitas harus jalan terus, sebab tidak mungkin sawah akan diliburkan sedangkan makan bagi manusia tidak pernah libur.

Kembali ke cerita desa saya dengan segudang aktivitasnya dimasa pandemic covid-19 ini. Anak-anak yang libur sekolah pun sama, seperti ponakan saya masih klayaban kemana-mana. Tongkrongan di pos ronda bagi bapak-bapak dan anak muda pun tidak ada bedanya.

Semua aktivitas dilakukan seperti biasa, ada atau tidaknya covid-19. Perbedaanya adalah ibadah di desa dibatasi baik sholat jumaat atau sholat trawih. Serta covid-19 ini memunculkan kedisiplinan sosial meskipun tidak semua orang memakai masker. Tetapi ada saja dan banyak yang memakai masker, bahkan ibu-ibu yang akan kesawah menanam padi pun membawa masker di desa saya.

"Memang istilah kata-kata khiasan dalam menggambarkan keterkurungan selalu ada saja pembenaran. Betul benar sebagai mahluk hidup kita memang tidak akan betah jika terus mengurung diri. Meskpiun Burung ada disangkar emas, tetapi mereka ingin terbang bebas kemanapun mereka mau.

Begitu pula manusia yang sehari-harinya biasa terdapat aktivitas. Mungkinkah akan terus betah dirumah tanpa ada kegiatan apa-apa? Meskipun rumah itu mewah dan ada segalanya?

Inilah terkadang sangkar emas bagi burung atau rumah mewah bagi manusia serasa tetap "neraka" jika memang mereka tidak menghirup udara segar, lalu berkumpul dan bercengkrama dengan kawan-kawan atau tetangga.   

Dipagi ini sambil berpikir, apa yang mau saya kerjakan, pekerjaan dari perusahaan sudah tidak punya akibat di-PHK?

Keponakan saya yang besar dan sudah menginjak bangku SMP mengajak saya memancing. Oh tidak, memancing saat menjelang siang hari bukan pilihan yang tetap.

"Menunggu siang hari menjelang sore tiba waktunya ngabuburit. Kebetulan saat ini sedang masuk masa bulan ramadhan. Memancing menunggu berbuka puasa adalah waktu yang tepat melakukan kegiatan aktivitas diluar rumah dimasa bulan ramadhan serta saat terjadi wabah covid-19 seperti saat ini".

Sembari duduk dan mengingat-ingat. Perasaan keponakan saya libur terus. Saya tanyakan padanya, sudah berapa lama kamu libur? Dia menjawab; sudah satu bulan, bahkan kemungkinan besar diperpanjang ditengah masa pandemic covid-19 yang belum juga berkesudahan.

Bagi generasi saya yang mau menginjak kepala tiga. Libur sekolah sebagai hari kebebasan anak-anak sekolah, tentu akan diabadikan sebagai dalam cerita saat saat dibangku sekolah dimasa depan.

Akankah bagi generasi saat ini dengan libur panjang sekali berbulan-bulan akibat covid-19, akan menjadi cerita menarik dimasa depan mereka suatu saat nanti?

Cerita libur sekolah masa Gus Dur hingga SBY

Bagi saya orang yang malas sekali untuk pergi ke sekolah, libur sekolah seperti keadaan hari tenang yang setiap hari ditunggu-tunggu waktunya.

Namun alasan klasik bagi siswa sekolah, tidak sekolah berarti tidak ada saku. Tetapi apalah, tetap saja kita minta ke orang tua untuk jajan dihari libur atau sekolah.

Sebab jajan bagi anak adalah keadaan yang harus ditunaikan. Memang menjadi seorang anak kalau tidak kerjannya main, ya membantu menghabiskan uang orang tua. Se'nikmat-nikmatnya menjadi manusia adalah saat menjadi anak-anak itu tidak dapat saya pungkiri.

Libur terlalu panjang juga membuat bosan. Sekolah terus apa lagi, pusing! Tetapi bagi saya masih mending libur sekolah, bisa main terus bersama teman-teman. Namun menjadi anak-anak saat ini berbeda sekali dengan ketika saya anak-anak dulu. Saya akan bercerita bagiamana anak di desa.

Anak-anak generasi 90-an dibanding saat ini. Tentu keadaannya jauh berbeda sekali, itu kenapa menjadi anak-anak saat ini kurang asyik menurut saya.

Meskipun media sosial seperti WA atau Facebook bahkan mainan game online internet tetap mainan yang digandrungi anak-anak saat ini.

Kurang asyiknya bagi saya menjadi anak-anak saat ini adalah peran dalam permainannya yang soliter. Cenderung sendiri dengan bahan mainan mereka berbentuk Smart Phone.

Tetapi lompatan peradaban tidak dapat kita sangkal. Mungkin itulah bentuk permainan terbaik mereka yang akan diceritakan pada generasi setelahnya. Seperti saya yang mau bercerita bahwa dahulu dikala ketika saya kecil, tidak ada permaianan soliter, semua serba beregu dan memungkinkan kerja sama team yang baik.

Saat ini jarang ditemukan permainan peta kumpet bahkan bagi anak-anak desa, yang dulu ketika saya kecil menjadi permainan wajib. Kelereng, karet, bahkan permaianan gamabar-gambar yang saya sebut sebagai anak desa "umbul", jarang dimainkan anak-anak sekarang.

Apalagi dengan permaianan menakut-nakuti teman beratribut setan saat petak kumpet, mungkin jarang ditemukan bahkan tidak akan pernah ditemukan.

Cerita saya dulu sempat menjadi pocong-pocongan dan menjahili teman saya saat main peta kumpet. Unik dan lucunya saat melihat saya sewaktu mau mencari teman-temanya yang bersembunyi, dia kucek-kucek mata seperti gambaran di televisi film "Jadi Pocong", yang dibintangi Mandra sebagai tukang gali kubur, dan aktor utamanya yang jadi pocong namanya "Mumun".

Jelas menakutkan, wajah saya dibaluri kopi dan bedak putih untuk menambah kesan horor itu supaya ada dan meyakinkan sebagai pocong beneran.

Bahkan ketika saya sedang duduk dibelakang rumah teman sebagai pos untuk menakuti teman saya, saya minta ditemani teman yang lain untuk proses menjahili.

Waktu itu saya juga takut, takut ditemani pocongnya yang sungguhan. Maka dari itu saya minta ditemai temen lain setidaknya membuat saya tenang, jika ditemani pocong beneran kita bisa lari sama-sama.

Hari libur sekolah seperti saat ini adalah masa-masa emas bagi generasi saya. Seharian main kelerang, karet, umbul, dan lain-lainnya.

Ditambah ini bulan ramadhan, membuat petasan atau mercon sebanyak-banyaknya untuk di jeblugan di pinggir sawah.

Bahkan tidak luput petasan yang kecil-kecil itu dibuat tawuran antar kelompok ketika jalan-jalan subuh tiba antara kelompok saya dan kelompok lain.

Namun pada akhirnya ketika petasan itu habis, batu juga dilempar-lemparkan. Tidak habis cerita waktu itu, paku yang dibuat pedang-pedangan digilaskan kereta api-pun hal biasa terjadi ketika ramdhan tiba. Sebab kampung saya tidak jauh dari stasiun dan perlintasan rel kereta api.

Maka titik terbaik untuk jalan-jalan adalah stasiun yang kami sebut sebagai tongklengan. Garis finis kami berjalan kaki yang pulangnya melintasi rel.

Ada banyak cerita lucu jalan-jalan bada subuh saat melintasi rel kereta api. Dahulu penumpang kereta api belum se-tertib saat ini. Salah satu cerita lucu tersebut adalah teman saya sendiri yang kegirangan menemukan caps tempat pop mie yang masih bagus dan tertutup rapi dengan bungkus plastik. Ia semarak dan mengabari temannya dengan senang bahwa dia menemukan satu pop mie yang masih terbungkus.

Tetapi ketika dibuka bungkus itu, astaga isinya T*I bekas berak orang dari kereta yang sengaja dibuang disamping diperlintasan rel kereta api.

Tetapi cerita-cerita keseruan itu mulai berkurang ketika masa libur selama satu bulan lebih ketika ramadhan masa pemerintahan Gus Dur digeser pemerintahan SBY yang tetap memberangkatkan anak sekolah ketika bulan puasa atau ramadhan berjalan.

Saat ini ketika tongkrongan bersama dengan teman-teman sebaya, rasanya mengingat libur panjang sekolah tersebut dahulu seperti menjadi cerita hebat.

Lamanya waktu libur sekolah pada era gusdur menjadi cerita menarik, sebab libur selama sebualan lebih saat puasa dan lebaran tidak dapat dirasakan lagi setelah lengsernya Gus Dur sebagai presiden.

Pertanyaan saya untuk generasi anak-anak sekarang, apakah akan menjadi cerita hebat dimasa depan ramadhan kali ini? Bahkan pra ramadhan sudah libur sangat panjang akibat pandemic Covid-19? Dimana  covid-19 ini terjadi di masa pemeritahan Joko widodo, akankah terkenang seperti masa Gus Dur meliburkan sekolah sebulah lebih?

Apapun itu, ceritanya anak-anak saat ini, pasti akan terkenang dan menjadi cerita masa depan nanti seperi saya saat sudah tidak menjadi anak-anak lagi.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun