Ibarat sedang menanam sebuah pohon, tidak mungkin ketika pohon itu sendiri, ia akan terlihat indah dan berdampak pada pohon-pohon lainya.Â
Pohon sama halnya seperti manusia, ia tidak akan terlihat kuat bila tidak bersama dengan manusia-manusia lain, dalam menyatukan kekuatannya, menyongsong untuk tujuan bersama-sama.
Satu manusia jikalau memang bener-bener ingin merubah masyarakat, ia harus mampu merubah dirinya sendiri terlebih dahulu. Sebab bermasyarakat merupakan kumpulan dari diri-diri manusia, yang pada akhirnya ketika mereka aktif bermasyarakat, dia harus meninggalkan kepentingan pribadi didalam menjadi masyarakat.
Tetapi bumbu dalam menjadi bersama tersebut, ungkapan ringan menuju kebersamaan, merupakan cerminan bagaimana diri membawa dirinya sendiri terlebih dahulu.Â
Memang bersikap akan menjadi rancu jikalau berbicara sosialis didalam masyarakat yang cenderung kapitalis. Tentu dalam sikap ini, sama halnya bertujuan, kita harus tahu terlebih dahulu, apa tujuan-tujuan bersosial tersebut? Supaya tahu apa sebenarnya makna dari menjadi sosial atau tumbuh menjadi manusia yang bermasyarakat?
Secara genealogi manusia memang tidak dapat untuk hidup sendiri. Namun dengan bayang-bayang hidup secara bersama, apakah yang menjadi tujuan dari satu "ideology" manusia atau juga banyak dari manusia-manusia disana?Â
Jika kita mau berbicara secara "zaman" sendiri, yang cenderung materialistis saat ini, mungkinkah jikalau seseorang masih butuh membeli dengan uang, mampukah ia tanpa konflik kepentingan dalam membeli sesuatu terhadap apa-apa yang akan diupayakannya sebagai daya beli itu sendiri?
Sebagai dasar terhadap sesuatu yakni; peranan akan mendapatkan uang itu sendiri merupakan cikal dari bakalnya peradaban kapitalis untuk dijalani, dan bagaimanakah dengan peranan pada sistem sosialisme?Â
Tetap saja sosialisme dalam bayang masyarakat kapitalis merupakan suatu simbol atas nama gotong-royong atau atas nama kesejahteraan bersama, yang tentu jika dihadapkan pada orentasi keuntungan akan daya beli  sebagai pribadi manusia, akan selalu tereduksi dalam sikap menjadi manusia yang sosialis karena tetap lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
Saya kira tidak ada yang murni sosialis dalam masyarakat kapitalis saat ini. Semua orang didalam sistem ini butuh membeli, dan sosialis hanyalah dalih dari orang-orang yang tidak mampu secara sosial hidup mapan didalam kehidupan abad ke-21 ini untuk membeli sesuatu.Â
Sebab dengan dasar kepentingan manusia saat ini, ada pada daya beli yang akan mereka beli. Tanpa membeli, menjadi manusia saat ini, ia benar-benar akan menjadi gersang dan terasing sebagai manusia.Â
Menjadi manusia abad ke-21, ia menjadi manusia ketika mereka dapat membeli sesuatu untuk memenuhi sesuatu itu, yakni kebutuhannya sendiri.
Apa yang ingin mereka beli adalah daya dari eksistensi kehidupannya. Maka berbicara sosialis dan kapitalis hanyalah berbicara seterang komedi omong perang ideologi pemikiran yang berakar dari sinisme, antara yang mapan dan tidak mapan, menang atau kalah, dan juga atas dasar ketidakmampuan diri dalam menangapi setaiap apa yang harus terjadi dalam menjalani hidup ini dengan harapannya masing-masing. Â
Dalam dihadapkan sebagai kelompok masyarakat. Seyoganya, siapapun menginginkan bentuk dari suatu yang ideal, tentu siapapun tidak akan dapat menampik jika mereka adalah manusia normal.Â
Terkadang memang konsep ideal sendiri, dalam menjadi bersama, ada kepetingan-kepentingan pridadi yang harus ditanggalkan.
 Namun apakah berbagai kepentingan itu, mungkinkah kita "manusia" tidak ingin menguntungkan diri sendiri bila dihadapkan dengan masyarakat kapitalisme?Â
Bukankah saat manusia menjadi kapital-kapital itu, dimana keadilan dari sosialisme tidak dapat diperjuangkan? Justru yang dapat diperjuangkan itu tetap terbentur dengan kapital berdasar dari dirinya sendiri mampu membeli, dari pada bersama-sama mampu membeli, karena dasarnya ada kehendak akan kuasa manusia dimana dirinya menginginkan sesuatu yang lebih jika beban kerja produksi dari dirinya juga lebih?
Jelas saya ingin mengatakan bahwa; sosialis dan kapitalis merupakan konsep landasan berpikir dari pemikiran manusia, yang jelas-jelas dalam ideologi pemikiran itu tentu diabad ke 21 ini, mereka tidak mau rugi secara pribadi, atau disaat menjadi bersama, ia rugi sendiri dalam memeperjuangkan kebersamaan tersebut jelas itu bukanlah hal yang dikehendakinya.Â
Karena sejatinya pemikiran adalah apa yang di ucapkan sebaga sabda seorang pemikir Jerman (Filsuf) Friedrich Wilhelm Nietzsche bahwa "setiap manusia ingin kehendak akan kuasa dirinya", yang membuat dalam realita kehidupan ia ingin sosialis, tetapi didalam ranah hasrat dan ideologinya sendiri, kepentingan akan kuasa, mudah dalam setiap akomodasi dirinya membeli, itu dapat dirasakan dirinya apapun dasar dari ideologinya.Â
Sebab peradaban kapitalis, ia akan murni sebagai kapitaslis, meskipun secara ideologi mereka dan kita menginginkan suatu tatanan masyarakat yang sosialis. Â Â
Sungguh memang sebuah kondisi yang paradosksal, yakni suasuatu yang bertentangan tetapi realitanya mengandung sebuah kebenaran.Â
Masyarakat dengan sikap ingin sosialis, tetapi pada dasarnya semua adalah kapitalis-kapitalis dengan cara mereka sendiri dengan apa-apa yang menjadi kehendak akan kuasa. Mungkinkah jikalau memang sudah seperti ini, sikap sosialis sendiri benar harus ditanggalkan oleh manusia?Â
Karena pada dasarnya, mereka tetap butuh uang dari mereka bekerja untuk membeli sesuatu yang ingin mereka beli? Ataukah jika pun tetap melakukan titah sebagai sosialis murni didalam masyarakat kapitalis, tidak berontak dari segi pemikiran, toh apa yang dibutuhkan mereka yakni tetap kebutuhan dasar membeli sesuatu?
Membeli untuk berproduksi, sebab didalam produksi tersebut untuk menciptakan nilai lebih, dan nilai lebih tersebut, merupakan nilai dari keuntungan hidup "mudah" dalam menjalani kehidupan berperadaban diabad ke-21 ini yang kapitalistik bukan sosialistik.Â
Perolehan uang sendiri, serta keguanaan dalam belanja menggunakan uang, semua harus menjadi hal yang terpenuhi oleh siapaun dengan latar belakang ideologi apapun, termasuk orang-orang yang mengedepankan surga tetapi karena mereka masih hidup didunia, mereka juga harus membeli dengan uang mereka dari hasli produksi mereka sendiri, sebagai akomodasi kebutuhan hidup.
Maka menjalani peradaban hidup dengan dasar dari pemikiran tetap akan memunculkan rasa sinis terhadap apa yang menjadi kekurangan diri manusia.Â
Masyarakat kapitalis tentu mengarah kepada masyarakat liberal yang bebas, selama ia mau berusaha disana, ia akan mendapatkan hasil. Tetapi dalam bentuk usaha apapun, hasilnya tersebut bukankah untuk membuat kenyang perutnya yang lapar?Â
Mungkinkah setiap manusia tidak akan merasa lapar, terkadang jikalau hasrat itu ingin dikuti secara terus-menerus sebagai manusia, bukankah akan terus merasa kurang dan selalu kurang?
Saat semua dipikir dan disadari, ungkapan dari hal-hal yang membandingkan, jelas yang dibandingkan adalah apa yang tidak dirasakannya sebagai apa yang menjadi fasilitas hidupnya, seperti perbandingan-perbandingan beban berproduksi atau setiap keuntungan dari produksi tersebut bila dipikir.Â
Tentu ini adalah peradaban liberal kapitalis, tetapi dalam berwacana sendiri justru paradoks, manusia saat ini inginnya berpikir sosialis.
Untuk itu jika kehendak dari ideologi ini tidak melentur menjadi liberal yang dasarnya adalah kapitalistik, manusia akan menjadi seorang yang mentalitasnya miskin, salah satu contohnya adalah hasrat sosialis yang sebenarnya manusia tidak benar-benar dapat mengimplementasikan sesuatunya dengan cara kebersamaan, jika prinsip-prinsip keadilan tidak dapat dilaksanakan.Â
Justru dengan berpikir adil, tidak ada ungkapan yang benar-benar baku sebagai keadilan. Sebab keadilan sendiri merupakan proyeksi semu dari upaya kesadaran bersama.Â
Namun dasar dari sikap kapitalistik tersebut yang ingin beruntung, ataupun sosialistik yang menanggalkan kepentingan  pribadi, keduanya tidak akan pernah memberikan suatu keadilan yang disepakati bersama. Karena keadilan lahir bukan dari pemikiran manusia melainkan melalui perasaan atau moralitas kepatutan dasar sebagai manusia yang bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H