Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Rumah Budaya Desa Karangrena

19 Juni 2019   01:28 Diperbarui: 19 Juni 2019   09:16 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi diambil dari: official ulin nuha/ ulin nuha putra karang rena juara 1 aksi 2019 indosiar

Itupun tidak semua orang hajatan pasti hiburannya "Lengger" atau "Kuda Lumping". Banyak berbagai hiburan lain jika orang menggelar hajatan. Kalau ekonomi orang yang menggelar hajat lumayan, hiburannya pasti Wayang, kala itu Layar Tancep, yang sempat menjadi hiburan populer di Desa saya. Tidak ketinggalan pula , Ketoprak atau "wayang orang" pun menjadi menu hiburan dikala hajatan sebagai hiburan masyarakat disaat menggelar hajatan.

Dilahirkan dari keluarga seniman tentu membuat saya lebih akrab dengan budaya, khususnya kesenian Banyumasan. Menurut saya lagu-lagu dalam seni Banyumasan banyak mengangkat isu-isu Kawulo atau "rakyat jelata" yang dulu banyak berdiam di pinggiran Negara (kerajaan).

Kita boleh sama-sama mencermati lirik lagu Eling-eling misalnya, atau Bendrong kulon, dan Waru doyong, tema-tema lirik lagunya ringan, dan mencerminkan hidup keseharian rakyat jelata pinggiran kerajaan.Tentu karya-karya ini, baik Eling-eling dan lain sebagainya, dapat dijadikan suatu rujukan, dimana budaya "egaliter" sudah tertanam jauh dalam budaya banyumasan, merujuk pada karya seni yang lentur, tidak formal, dan bahasanya tidak seperti karya lagu dari Jawa dibagian timur sana.

Berletak jauh dari Keraton sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan Jawa, menjadikan berbedanya langgam-langgam yang dipakai antara Jawa bagain timur dan barat yakni "Banyumasan". Dalam setiap akomodasi, musik masing-masing antara Banyumasan dan Jawa bagian timur sangat jauh berbeda.

Menurut saya, langgam dalam kesenian musik Banyumasan dipengaruhi akar rumput dalam arti kehidupan para Kawulo atau "rakyat jelata". Sedangkan langgam-langgam seperti seni musik Jawa bagian timur seperti Jogja dan Solo banyak dipengaruhi oleh para intelektual atau pujangga Keraton pada masanya. Langgam Jawa bagian timur sendiri banyak memakai bahasa Jawa formal atau halus. Sedangkan langgam dalam seni Banyumasan, dominan bahasa sehari-hari khas penginyongan yaitu bahasa Banyumasan.

Tentu karena Bapak saya seniman, tetapi sudah pensiun sekarang, menjadikan saya akrab dengan kesenian Banyumasan, tetapi membuat pertanyaan, apakah orang-orang tidak banyak peduli lagi pada seni budaya Banyumasan seperti lengger dan sebagainya, yang kini semakin berkurang pelaku keseniannya? Ditambah media-media lokal seperti Radio, Televisi dan sebagainya sering menampilkan budaya Jawa khususnya "Banyumasan" disetiap acaranya lewat berbagai rekaman tayangan, yang mempengaruhi sebagai pelaku seni itu sendiri karena praktis tinggal menenton dan mendengar saja?

Bagi saya ini menariknya berbagai pertanyaan itu, tetapi tentu kurang jika seni budaya hanya sebatas pergelaran di media saja. Dengan budaya modern kini yang  populer dimasyarakat seperti organ tunggal dan lain sebagainya, seni-seni tradisonal banyumasan seperti Ebeg dan Lengger sangat jarang dijadikan hiburan hajatan saat ini.

Kalau hajatan di desa mungkin masih ada hiburan Ebeg dan Lengger, tetapi volumenya tentu berkurang drastis, jika dibandingkan sepuluh atau lima belas tahun yang lalu ketika saya masih kecil.

Karena kurangnya para pelaku kesenian Banyumasan itu sendiri, menjadi sebab terus berkurangnya grup-grup kesenian di Desa. Saya ambil contoh di Desa saya, desa saya sendiri secara administrasi masuk Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap.

Jarang sekali ada anak-anak muda yang mau menjadi pelaku seni termasuk saya. Pertimbangannya mungkin karena faktor ekonomi dan ketidakpastian kerjanya dalam sektor kesenian itu sendiri yang menadi pertimbangan anak-anak muda seperti saya.

Memang grup seni masih ada di Desa saya, namun yang terjadi, grup tetap jalan tetapi personil pekerja seninya diambil dari luar Desa yang sebelumnya sudah bekerja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun