Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TKW, Uang, dan Perceraian

10 Juni 2019   17:31 Diperbarui: 11 Juni 2019   10:28 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya Kirno memang sudah menyambangi keluarga Darmi, meminta Darmi untuk pulang dan membangun hidup bersama, tetapi keluarganya sendiri tidak menyanggupinya karena masih ada sangkutan hutang dan Darmi harus membayar itu. Kirno berujar, hutang yang mana? Sepeserpun uang dari  Darmi tidak pernah Kirno terima, yang katanya uang banyak kerja di luar negri.

Dengan berbagai spekulasi, Keluarga dan Kirno sendiri berpikir. Mungkin uang yang dimaksud itu adalah pembelian Sawah yang di beli Darmi, lalu digadekan kepada orang lain oleh keluarganya "disebutnya hutang".

Jika memang Darmi kerja di luar negri hanya untuk perolehan uang yang banyak dari kerjanya, lalu digunakan untuk segenap kepentingan keluarganya, mengapa waktu itu keluarga Darmi sendiri yang mempercepat proses pernikahannya?

Apakah eskalasi status menjadi menikah dari lajang mempengaruhi masa kerja di luar negri? Jika itu pengaruh, upaya memberdayakan Kirno sebagai penyelenggara status pernikahan bagi Darmi memang nyata adanya. Sehingga secara sepihak dapat menambah masa kerjanya disana sebagai TKW bersama kepentingan perolehan Uang-nya dari kerjanya.

"Bercabang, narasi berkeluarga jika dihadapkan pada masalah menjadi TKW sebagai upaya memperbaiki ekonomi keluarga. Disisi lain paska pulang menjadi TKW keluarga diambang kehacuran karena kehendak kuasa akan uang, di ruang lainnya pula, masih ada acaman stagnan ekonominya jika tidak berangkat ke luar negri dengan jaminan gaji besar".

Memang semua adalah pilihan, mana yang akan dipilih oleh diri kita sendiri. Tidak semua orang yang menjadi TKW gagal dalam bangunan rumah tangganya. Ada pula yang berhasil selamat ekonominya, selamat pula keluarganya. Namun banyak dari kisah ini harus pahit "antara TKW, uang dan percerian".

"Masih apik jika perceraian belum ada korban didalamnya yaitu Anak, tetapi kalaupun harus anak menjadi korban, apakah uang dapat membeli keretakan hubungan antara anak dan orang tua?"

Banyaknya kasus perceraian yang dilakukan pasca menjadi TKW sendiri menjadi ancaman wacana berpikir sosial baru. Di mana budaya riskan dan resiko gagal dalam pernikahan dengan wanita yang pernah bekerja, atau sedang bekerja di luar negri menjadi nyata adanya bagi lelaki desa kini.

"Yang menjadi ketakuatan wacana berpikir lelaki desa kini yaitu: ketika menikah dengan mantan TKW, atau sedang menjadi TKW, lemah dalam pemenuhan ekonomi keluarganya, wanita akan nekad menjadi TKW kembali meninggalkan keluarga". 

Maka ancaman retaknya keluarga menunggu di masa depan pasca pulang menjadi TKW dengan ketimpangan hasil bekerja, di mana hasil lebih banyak dihasilkan oleh yang bekerja di luar negri".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun