Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TKW, Uang, dan Perceraian

10 Juni 2019   17:31 Diperbarui: 11 Juni 2019   10:28 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (SHUTTERSTOCK) | Kompas.com

Sebagian dari kita mungkin berpikir, "pernikahan merupakan awal yang membahagiakan. Namun narasi tersebut nyatanya tidak dapat di sepadankan kepada semua orang.

Buah bahagia tidaknya dalam pernikahan tidak lepas dari akan terwujudnya hidup bersama antara dua sujoli. Mempunyai rumah impian, bersama anak-anak yang lucu, dan saling menguatkan hidup dalam hubungan rumah tangga.

"Satu narasi yang membuat berpikir kembali, pernikahan adalah perkara pribadi. Bahagia tidaknya hanya diri sendiri yang membangun semua itu".

Sebut saja namanya Kirno, (bukan nama sebenarnya), Tahun 2016 lalu menikah dengan seorang TKW atau Tenaga Kerja Wanita dari Taiwan. Desa yang kecil ini menjadi saksi mewahnya pesta pernikahaannya,  "Kirno" bersama "Darmi"(bukan nama sebenarnya juga).

Iring-iringan Drum Band, naik kuda seperti Raja, dan hiburan-hiburan lainnya menjadi tanda ampuhnya Uang hasil jeri payah Darmi sebagai TKW di Taiwan. Entah untuk kepentingan apa pesta mewah itu berlangsung. Sepertinya punya uang untuk membangun kemeriahan memang tidak salah sebagai tanda keberhasilan. Pertanyaannya apakah kemeriahan itu sepadan dengan tujuan yang akan dihasilkan? Dalam hal ini esensi dari pernikahan yang terbangun itu?

Kirno sendiri bukan berasal dari keluarga yang mampu (Kaya). Keluarga Kirno sederhana, "ya tidak kurang, tidak lebih pula". Mungkin ia juga tidak pernah terbayang, "pesta pernikahannya akan semeriah itu dengan biaya yang besar di keluarkan Darmi.

Pertemuan yang singkat melalui media sosial tidak menyurutkan tekat mereka "Kirno dan Darmi" untuk menikah. Janji-janji yang di ucapkan, mungkin indah bagi mereka berdua, jika di lihat dari ruang media sosial yang mereka gunakan sebagai media pertemuan itu.

Seyogyanya di Desa, jika orang tua sudah mengetahui dan cocok, upaya anak berpikir lebih dahulu terkadang di kesampingkan. Jadi terkesan orang tua ikut andil dalam singkatnya pernikahan Kirno dan Darmi.

"Tetapi tidak ada asap jika tidak ada api, ya memang pernikahan itu kesepakatan sadar mereka berdua walaupun terkesan preamatur".

Apa pun yang terjadi, pernikahan yang sudah di tentukan harinya tidak dapat di gugat batal kembali. Serba mudahnya segala urusan baik administrasi, dan segala perundingan antar keluarga karena berdasar kecocokan satu dengan lainnya, membuat pernikahan itu akan segera berlangsung.

Meskipun kata cocok mereka hanya sebatas obrolan media sosial, yang cenderung menjadi media basa-basi jika dihadapkan pada realita ada kalanya berbeda. Menikah ibarat kesepakatan belum tuntas, jika di bangun dari media sosial, apa lagi jarak yang jauh memisahkan mereka "Kirno dan Darmi".

Wacana Pra Nikah
Menikah ibarat janji, dengan segudang janji-lah sebenarnya dasar dari orang menikah. Begitu pula dengan Kirno dan Darmi yang ingin menikah menembus batas negara.

Berwacana akan waktu, Darmi yang masih ada tanggungan kontrak kerja disana, satu tahun lagi terhitung pasca hari pernikahan. Tetapi karena himpitan umur yang semakin mendesak "tua" dan tertekan sana-sini dari dalam keluarganya sendiri. Ia "Darmi" pun mengalah, kontrak kerja belum selsai pulang hanya sekedar menikah di Desa, lajut kembali ke Taiwan paska menikah nanti.

Angan-angan janji yang indah dengan Kirno, menyelsaikan kontrak satu tahun lalu pulang hidup bersama menjadi wacana indah pra nikah itu. Namun namanya juga manusia, seperti politikus dengan berbagai konflik kepentingannya itu. Harapannya mungkin, "kesepakatan harus sama-sama terbayar dengan hasil kerja masing-masing, di akumulasi juga untuk kepentingan masing-masing antara Kirno dan Darmi".

Obrolan-obrolan yang tertuang di dalam ruang keduanya adalah bagaimana hasil dari mereka bekerja terhimpun. Kirno yang mungkin di pandang sukes karena keluarga Darmi yang sering menggadaikan sawahnya pada orang tua Kirno disangka "Kirno yang mempunyai uang tersebut".

Padahal kebanyakan petani desa lainnya, orang tua Kirno secara ekonomi dalam hal penggadean sawah juga di bantu oleh sodara-sodara Kirno. Apa daya harapan yang besar dari Darmi maupun keluarganya sudah membekas pada Kirno. Lebel sukses "Kirno" di perantauan meskipun hanya menjadi kuli masak di sana yang penghasilannya pasang-surut telah menghipnotis keluarga Darmi.

Mungkin yang mereka sangka "keluarga pihak Darmi", jika Darmi dan Kirno melangsungkan pernikahan, uang hasil jerih payah Kirno kerja dan Darmi kerja di luar negri, dapat menghasilkan uang yang banyak. Seperti yang biasa terjadi di Desa, Uang banyak tersebut untuk membeli Sawah sebagai ukuran kesuksesan warga desa di perantauan baik dari dalam, maupun luar negeri.

Orang tua Kirno sendiri pun sadar, ukuran uang menjadi hal biasa terjadi dalam semesta pernikahan dengan TKW yang baru pulang, atau akan berangkat kerja di luar negri menjadi TKW itu sendiri. Jaminan akan dapat mengahasilakan uang yang banyak tetap itu yang menjadi tolak ukur.

Harapan orang tua Kirno sendiri, siapa tahu Darmi itu orangnya "Benar". Ia keluar negri  untuk memperbaiki nasibnya dan Kirno dapat "Mulia" juga dari sana. Kenyataan tetap kenyataan yang terkadang dapat pula menjadi pahit keluar dari harapan yang diharapkan tersebut.

Kenyataan Paska Nikah
Hari "H" sebelum pernikahan, Kirno agak harap-harap cemas. Darmi yang di tunggunya tidak kunjung datang. Waktu itu hari pernikahannya tinggal menyisakan dua hari. Di waktu terakhir kurang dua hari itu, Darmi memenuhi janjinya pulang dan melangsungkan pernikahan bersama Kirno.

Modal cuti dari kerjanya di Taiwan di gunakannya untuk menikah. Mungkin belum sempat berbulan madu, dua hari pasca nikah ia "Darmi" berangkat ke Taiwan lagi. Tentu untuk memenuhi janjinya akan kontrak kerja yang masih tersisa satu tahun itu.

Dengan kurang tegasnya, Kirno sebagai Suami pun tetap di pertanyakan. Untuk apa menikah kalau hanya untuk di tinggal kerja kembali ke Luar negri? Terpisah jauh oleh jarak dan lautan yang luas? Lagi dan lagi, harapan mulia itu mungkin harus di tunggunya dengan sabar. Kirno harus melepasnya walaupun mungkin "belum menikmati pernikahannya".

Setahun berlalu, Kirno dan Darmi masih seperti biasa. Mengobrol di media sosial pun hanya sekedarnya. Hubungan antara manusia dengan manusia jika tidak di kuatkan dengan sisi emosianal yang teguh akan seperti itu, "berlalu tanpa bekas". Oleh karena itu, pernikahan mereka hanyalah menjadi status di KTP yang sebelumnya lajang berubah menjadi menikah.

Ah, membangun romansa cinta memang pelik. Tetapi mengapa pernikahan begitu simpelnya untuk di bangun tanpa di barengi keinginan hidup bersama itu antara Darmi dan Kirno? Bukankah jika keduanya saling mencintai, upaya hidup bersama harus mereka perjuangkan?

"Inilah narasi yang tidak sempat terbangun itu. Hubungan jarak jauh memang ada kalanya menyisakan status saja. Pernikahan, pesta dan ramainya pawai seperti raja mungkin hanya mimpi belaka antara Kirno dan Darmi".

Kisah Berujung Perceraian
Dari ruang dalam Desa sendiri dimana banyak dari warganya menjadi TKW, perceraian sudah menjadi hal biasa. Dasar dari perceraian itu tentu beragam, tetapi benang merah yang menjadi sumbu masalahnya tidak jauh hanya perkara "Uang". 

"Di sana terdengar isu bahwa: permasalahan ekonomi keluarga di desa hanya bisa terjawab melalui bekerja di luar negeri".

Memang terbukti, rayuan menjadi kaya mendadak dengan hasil kerja yang nilainya tinggi sudah terasa oleh tetangga yang ada disana. Dapat membangun rumah, membeli sawah, dan segala macam yang dihasilkan dari bekerjanya di luar negri nyata semakin terbukti.

Namun kehendak akan kuasa sebagai "milik" justru menggerogoti sendi bangunan rumah tangga. Ukuran dari hasil bagaimana mengakumulasi uang dari kerjanya sangat menjadi ukuran "setidaknya manusia saat ini". Maka tidak heran jika perceraian paska pulang dari luar negri menjadi TKW marak terjadi. Kuasa akan hasil dan milik adalah penyebabnya, walaupun Anak sebagai taruhannya.

Kembali. Kirno dan Darmi dalam pernikahanya memang belum di karuniai seorang anak. Mana bisa punya anak ketika jarak kedua negara memisahkan mereka? Satu tahun berlalu, Darmi secara sepihak memperpanjang masa kerjanya disana sebagai TKW selama dua tahun lagi.

Kirno sendiri tidak dapat berbuat apapun, komunikasi renggang, apa lagi romantisme rumah tangga, jelas belum Kirno dan Darmi rasakan. Jarak yang jauh membuat Kirno terdiam, bahkan sabar lagi menunggu dua tahun lagi. 

Karena lamanya menunggu satu dengan lainnya antara Darmi dan Kirno membuat mereka los contect selama itu pula "dalam karantina proses menunggunya". Tanpa kabar dari Darmi harus di terima Kirno selama bertahun-tahun dalam penantiannya. Hanya kabar 2 tahun setelahnya, Kirno dapat kabar di perpanjang lagi Kerja Darmi sebagai TKW genap menjadi lima tahun.

"Desakan dari dirinya sendiri menjadi suami tanpa istri pun membuat keputusan harus di canangkan untuk dirinya. Keluarga yang kasihan atas nasibnya membuat, perceriaan pun tidak dapat di hindarkan". 

Sebelumnya Kirno memang sudah menyambangi keluarga Darmi, meminta Darmi untuk pulang dan membangun hidup bersama, tetapi keluarganya sendiri tidak menyanggupinya karena masih ada sangkutan hutang dan Darmi harus membayar itu. Kirno berujar, hutang yang mana? Sepeserpun uang dari  Darmi tidak pernah Kirno terima, yang katanya uang banyak kerja di luar negri.

Dengan berbagai spekulasi, Keluarga dan Kirno sendiri berpikir. Mungkin uang yang dimaksud itu adalah pembelian Sawah yang di beli Darmi, lalu digadekan kepada orang lain oleh keluarganya "disebutnya hutang".

Jika memang Darmi kerja di luar negri hanya untuk perolehan uang yang banyak dari kerjanya, lalu digunakan untuk segenap kepentingan keluarganya, mengapa waktu itu keluarga Darmi sendiri yang mempercepat proses pernikahannya?

Apakah eskalasi status menjadi menikah dari lajang mempengaruhi masa kerja di luar negri? Jika itu pengaruh, upaya memberdayakan Kirno sebagai penyelenggara status pernikahan bagi Darmi memang nyata adanya. Sehingga secara sepihak dapat menambah masa kerjanya disana sebagai TKW bersama kepentingan perolehan Uang-nya dari kerjanya.

"Bercabang, narasi berkeluarga jika dihadapkan pada masalah menjadi TKW sebagai upaya memperbaiki ekonomi keluarga. Disisi lain paska pulang menjadi TKW keluarga diambang kehacuran karena kehendak kuasa akan uang, di ruang lainnya pula, masih ada acaman stagnan ekonominya jika tidak berangkat ke luar negri dengan jaminan gaji besar".

Memang semua adalah pilihan, mana yang akan dipilih oleh diri kita sendiri. Tidak semua orang yang menjadi TKW gagal dalam bangunan rumah tangganya. Ada pula yang berhasil selamat ekonominya, selamat pula keluarganya. Namun banyak dari kisah ini harus pahit "antara TKW, uang dan percerian".

"Masih apik jika perceraian belum ada korban didalamnya yaitu Anak, tetapi kalaupun harus anak menjadi korban, apakah uang dapat membeli keretakan hubungan antara anak dan orang tua?"

Banyaknya kasus perceraian yang dilakukan pasca menjadi TKW sendiri menjadi ancaman wacana berpikir sosial baru. Di mana budaya riskan dan resiko gagal dalam pernikahan dengan wanita yang pernah bekerja, atau sedang bekerja di luar negri menjadi nyata adanya bagi lelaki desa kini.

"Yang menjadi ketakuatan wacana berpikir lelaki desa kini yaitu: ketika menikah dengan mantan TKW, atau sedang menjadi TKW, lemah dalam pemenuhan ekonomi keluarganya, wanita akan nekad menjadi TKW kembali meninggalkan keluarga". 

Maka ancaman retaknya keluarga menunggu di masa depan pasca pulang menjadi TKW dengan ketimpangan hasil bekerja, di mana hasil lebih banyak dihasilkan oleh yang bekerja di luar negri".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun