Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analogi Lajang dan Golput

13 April 2019   17:07 Diperbarui: 13 April 2019   17:23 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setidaknya pendapat dari Syamsudin Haris peneliti LIPI menjadi bahan renungan, mengapa politik Indonesia semakin keruh? Karena adanya operator profesional yang bersekongkol dengan Pebisnis hitam. Jika Jokowi masih melakukan pembangunan ala proyek sekarang dimana tidak adanya kongkalikong dengan pebisnis swasta memperlancar usaha mereka. Kedua, Politisi busuk yang di dalamnya termasuk ikut dalam kasus pelanggaran ham, korupsi dan sekarang menjadi pemimpin partai dan ikut menikmati kekuasaan saat ini. Ketiga, radikalis agama, dimana kekuatan ini sebagai pengerak merongrong kekuasaan dan berbagai kebijakan-kebijakannya.

Golput bagi saya sebagai perlawanan terhadap politik model yang semakin dikeruhkan oleh identitas dalam praktek demokrasi mutakhir. Dimana oligarki sangat besar berperan dalam hal ini, membuat semakin dominan kekuatan bayangan akan koflik kepentingan pada setiap tahun politik bukan hanya 2019 saja. Sebelum kecewa dengan berbagai kemungkinan yang ditimbulkan, tidak memilih adalah jawaban, karena ketika pemerintahan tidak membela kepentingan rakyat seutuhnya, untuk apa pemilu?. Tidak memilih berarti tidak akan kecewa, karna satu dari duanya akan tetap sama saja, tidak ada yang lebih baik, mereka sama-sama tersandra para oligarki yang berkuasa dengan kekayaannya.

Jangan pernah menganggap diri salah, anggapan label golput hina bagi mereka, hanya," mereka tidak mau kehilangan sebagian suaranya". Toh, ketika yang berkuasa nanti Represif, Totaliter, dan pengekang kebebasan rakyat, hukum demokrasi masih melindungi rakyat? Ketika hukum Negara tumul dapat di beli juga semakin merajalelanya kejahatan kekuasaan pada rakyatnya atas nama kepentingan-kepentingannya, sebaiknya rakyat "Turun ke jalan, hanya ada satu kata, Lawan!".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun