Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analogi Lajang dan Golput

13 April 2019   17:07 Diperbarui: 13 April 2019   17:23 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi asal cinta mah "bebas" ini bukan jamannya Siti Nurbaya/Orde Baru yang mengekang untuk coblos warna kuning. Pernah ayahku cerita dulu, dapat intimidasi ketika pemilu, verbal sih, ia ditegur, gak cobolos kuning ya, tegur "panitia"? Ya jawab ayahku, pemilu kan bebas memilih, sak senengnya apa? Nah, aku-pun seperti ayahku, sak senengmu! Nek aku pengin "merdeka", wis bebas indoktrinasi politik pokok'e, keren kan bahasaku?

"Yang penting jangan tonjok-tonjokan, apa lagi saling bunuh-bunuhan, jangan! Tunjukan kita adalah masyarakat yang beradab"

Menit akhir bersuara golput

Jelang menit-menit akhir pemilihan presiden bukan hanya menimbulkan dilema baru. Tidak mempunyai efek bagi suara saya, dukungan kepada setiap calon di menit akhir, oleh siapapun, termasuk tokoh publik berpengaruh, pada masanya tapi. Biasanya dalam politik tokoh mudah muncul dan mudah tenggelam di ufuk barat.

Terbaru dukungan oleh beberapa tokoh, katakan tentang dukungan Andji "penyanyi" lewat video yang viral itu mendukung Joko Widodo, atau Ustad Abdul Somad dan Dahlan Iskan yang sudah merapat ke kubu Prabowo Subianto melaui berbagai berita Televisi dan media cetak nasional.

Tentu, mengapa saya memilih golput atau tidak memilih? Maaf, Ini karena saya kurang begitu tertarik dengan, bukan kedua calon, "aslinya ia, hanya gak mau jujur" tetapi kepada jalannya negara jika penyelenggaraannnya tetap orang-orang yang sama dan dilakukan dengan sistem yang sama pula.

Saya tidak yakin korupsi itu hilang, saya juga tidak percaya mereka membayar hutang negara. Dalam sejarah pemerintahan negara tentu salah satunya adalah hutang. Setidaknya ini yang dilakukan lembaga per-bank-kan dunia agar setiap negara terlilit hutang, supaya mereka dapat mengambil bunga untuk keuntungan kapital dari setiap Negara penghutang.

Saya mengira, bukan, memang bukan demokrasi penyebabnya. Mungkin pemilihan umum penyebabnya, saya menjadi golput? Bukan juga! Demokrasi dan pemilu tidak pernah salah, yang salah adalah orang yang memanfaatkan itu tanpa bertanggung jawab jika tatanan umum masyarakat rusak. Teman saling bermusuhan, keluarga saling tidak menyapa dan tetangga saling torak-tarik suara.

Terus terang saya golput bukan karena tren yang sedang menerjang para intelektual sekuler kini. Saya memang setuju dengan pemerintahan sekuler, karena ketika sekulerisasi berjalan, tidak ada identitas yang melekat pada politik jalannya pemerintahan.

Inilah mengapa saya setuju dengan ide sekulerisme, supaya warga negara bebas menetukan moralitasnya, agamanya dan setiap ideologi-ideologinya. Asal upaya hukum negara kuat, apapun ide-ide kenegaraan itu, saya kira tidak masalah.

Sebaliknya jika "Negara" sistem hukumnya tidak kuat, mau ide Negara paling religius-pun tetap, ia tidak pernah adil dalam menjadi payung bersama bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun