Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Abad 21, Narasi Buruh Urban dan Anak Jalanan

2 April 2019   15:30 Diperbarui: 2 April 2019   21:37 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi www.picswe.com

Menjadi buruh urban dan anak jalanan pun rasanya sama saja. Keduannya tidak punya apa-apa dan tidak menghasilkan apa-apa selain daya hidup mempertahankan hidupnya. 

Keadaan mungkin berbeda dengan para seniman jalanan itu, jika setiap hari dari pagi hingga sore mengantongi 200 ribu, lebih kaya lah dia dari buruh urban. Tetapi jika ia berseni untuk bertahan hidup seperti orang jalanan lain mungkin akan sama nasibnya pula tidak punya apa-apa dan menghasilkan apa-apa.

Dari atas truk gandengan anak-anak jalanan itu seperti menikmati kebebasannya. Menjadi pertanyaan kembali, bagaimana ketika mereka sakit? Hidup tanpa gubug yang tetap untuk menginap? Segundang tindik, rambut yang merah, apakah itu yang menguatkan mereka? Sayang, kebebasan mereka ternodai dengan sikap meminta-minta yang justru merendahkan martabatnya. Bagaimana-pun itu masih lebih baik dari pada mereka mencuri merugikan orang lain.

"Rasanya hidup ini seakan terpilih, tetapi setiap manusia dapat memilih, mau seperti apa? Masing-masing jiwa mempunyai satu dari banyak kebijaksanaannya, setidaknnya itu untuk bekal hidup bagi dirinya sendiri"

Ilustrasi: Dokpri, Buruh Urban PLTU Batang keluar Proyek pada saat Istirahat
Ilustrasi: Dokpri, Buruh Urban PLTU Batang keluar Proyek pada saat Istirahat
Keadaan yang sama pun terjadi pada buruh urban untuk memenuhi kebutuhan inginnya. Memang ia bekerja dalam memenuhi kebutuhannya, tetapi tidak lebih sama, mencari cara melebihkan pendapatannya.  

"Dengan korupsi dana perusahaan yang bisa untuk di korupsi". Kesamaan yang disamakan antara buruh urban dan anak jalanan, mereka sama menurunkan martabat hidupnya sendiri. Namun apa yang hendak akan dikata, minimnya ruang gerak oleh sesaknya dunia membuat keduanya harus melakukan apa yang kini sedang dilakukan. 

Di sisi lain minimnya gaji buruh, ia harus melakukan tindakan koruptif untuk kebutuhan inginnya. Sedangakan anak jalanan meminta-minta untuk kubutuhan dasarnya demi kebebasan hidupnya.

Badan yang tegap, usia produktif, tidak menyadarkan mereka anak-anak jalanan. Mungkin kenormalan hidup bagi mereka adalah menjadi penghuni jalanan itu sendiri. Meminta-minta dengan bernyanyi megoreskan tangan adalah carannya. Mungkin anak jalanan ingin menjadi teman pedagang asongan, menjadi kawan juga bagi para pemulung siang atau malam dan pemerhati dari jalanan para buruh urban. Tetapi tidak bisakah mereka mencontoh sesuatu hidup yang mulia di antara keduanya? Antara pedagang asongan dan pemulung yang tetap bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa meminta-minta?

Begitupun dengan buruh urban, tidakah engakau ingin usaha sendiri saja supaya tidak merecoki bahkan "mengkorupsi" usaha yang sedang kau tumpangi? Tetapi Inilah secuil realita dunia yang tidak bisa untuk ditolak. Tidak lebih semua mengupayakan kebebasannya sendiri dengan berbagai celah yang bisa mereka tempuh. Selagi masih memungkinkan dilakukan, mengapa tidak dilakukan? Korupsi dan meminta-minta adalah bagian dari kehidupan yang tertulis realita.

Mungkinkah itu hal yang sah-sah saja? Bagaimana lagi, tukang koran yang duduk di bawah lampu merah sana saja berkeringat sampai payah. Ia masih ingin terus menghidupi anaknya, menyekolahkan anaknya dan membahagiakan anaknya. Lalu di mana OrangTua mereka "anak jalanan", mungkinkah mereka anak yang terbuang? 

Jika nasib yang membedakan kita sebagai anak, biarlah buruh urban, pedagang asongan dan pemulung menjadi anak bapak-ibunya. Dan kau "anak jalanan" menjadi anak kehidupan yang diajari bagaimana hidup itu sendiri. Mungkin untuk tidak dibuai keinginan berlebih seperti para buruh urban di telapak kaki perusahaan sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun