Dalam pengertian orang Jawa, hidup dengan cara prihatin bukanlah hidup yang dilalui harus dengan bersedih, kekurangan dan tidak menikmati hidup. Gaya hidup prihatin bagi sebagian besar orang jawa adalah lelaku atau cara hidup dengan berpikir, peduli dan sederhana.
Tentunya tidak ketinggalan adalah siasat dalam memperlakukan hidup sebagai manusia agar selamat dan tidak kekurangan menjalani kehidupan. Dimana ketika hidup dalam kekurangan kita cenderung menjadi tipikal orang yang meminta-minta.
Sebagaimana tentang filosofi manusia Jawa yang harus eling dan waspada. Eling berarti ingat, waspada diartikan juga mawas diri. Kita hidup memang selalu harus mengingatkan diri akan waktu dalam hidup kita. Mengapa? Supaya tidak terjebak dalam keadaan hidup yang dangkal.
Bagi saya hidup dangkal adalah hidup yang hanya mengalir saja tanpa dilalui dengan renungan. Untuk itu berpikir sebelum bertingkah sangat diperlukan untuk menaksimalkan hidup itu sendiri.
Saya akan ambil contoh bagaimana keadaan dangkal dalam hidup itu terus berlangsung. Bukan anti pada moderintas, bukan juga membuat hidup ini tidak untuk dinikmati.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah sesuaikah hasil dari kita dapat dalam bekerja untuk menjalani hidup hingar-bingar? Kita sama-sama tahu bahwa kemudahan mengakses gaya hidup dan banyaknya pilihan akan barang membuat budaya konsumerisme baru dijaman muktahir ini.
Tidak ada yang salah, itu memang hasil dari kerja keras kita. Â Tetapi apakah hidup selalu diisi dengan hanya membeli? Berpikir terlebih dahulu adalah jawaban untuk menimbang, sudah efektifkah barang-barang apa yang kita beli?
Tidak cukup hanya itu, berpikir juga sebagai daya tangkis dimana arus mengajak untuk hidup dengan trand tebaru yang semakin masif. Juga dengan ajakan-ajakan treveling dengan biaya yang mahal untuk memenuhi foto media sosial kita.
Hidup memang tidak lepas dari membeli, alangkah lebih bijak jika membeli apa yang perlu saja untuk dibeli saat ini. Dengan berpikir dan cara hidup prihatin kita dapat lebih bijak untuk mengefektifkan belanja kita.
Baca Juga:Â Hidup Berkecukupan? Tetaplah Membumi
Karena efektifnya kita dalam belanja akan melepaskan kita pada kecanduan belanja yang bisa saja kita idap dengan mudahnya dijaman serba ada dan serba mudah ini.Â
Kita tahu bahwa efek dari kecanduan belanja adalah cenderung untuk berutang. Kemudahan kartu kredit dan berbagai kemudahan cara berhutang menjadi jalan mudahnya kita melakukan hutang tersebut.
Kita semua tahu efek hidup punya utang tidaklah nyaman dalam menjalani hidup. Setiap hari bertanya kapan hutang akan terbayar? Itulah mengapa masalah hutang menjadi sangat serius, karna hutang-pun dapat membuat kecanduan.nDimana menyandarkan kebutuhan dengan cara hutang menjadi alternatif pilihan hidup yang sebenarnya merugikan.Â
Jika itu utang pada BANK, kita harus membayar bunga, pada saudara? Teman? Malu dan juga kasihan-kan hutang kalau tidak dibayar-bayar? Justru hutang lama tidak dibayar akan menghancurkan hubungan teman bahkan kekeluargaan itu sendiri.
 Maka dari itu hidup dengan cara prihatian adalah jawaban dari tidak menentunya hidup kita. Karna kebutuhan yang dibuat menjadi sederhana dengan cara priahatin dan potensi berhutang-pun jadi lebih sedikit. Prihatin membuat apapun dilakukan dengan sederhana, tidak berlebihan, serta selalu ingat dan mawas diri.Â
Sedangkan dalam wacananya, kebutuhan masa depan yang akan kita butuhkan nanti merupakan hal yang esensial. Menjadi tua dan tidak bisa bekerja lagi seharusnya menjadi pijakan untuk hidup secara prihatin dari muda. Oleh sebab itu harus adanya kesederhanaan dalam tindakan-tindakan menghindari keborosan. Supaya disaat kita butuh nanti kita punya bekal untuk membeli setiap kebutuhan dihari depan kita.Â
Jangka pendek dari kebutuhan sebelum tua misalnya, setiap orang butuh rumah, jika bosan bekerja di perusahaan orang lain kita punya tabungan untuk modal usaha sendiri.
Melakukan sesuatu untuk sesuatu pasti ada konsekuensi yang harus dihadapi begitu juga cara hidup prihatin. Melakukukan hidup prihatin berarti berani menjadi berbeda. Untuk itu, mereka yang prihatin hidupnya sangat memilih. Mereka memilih bukan atas dasar keglamoran konsumerisme, gaya hidup kekinian tentunya boros dan cenderung abai dengan iklan-iklan treveling yang tidak juga memerlukan biaya sedikit.
Menjadi muda dan prihatin juga harus siap teralienasi dari masa muda yang katanya liar. Mereka yang memilih prihatian harus tahan diri menahan godaan gairah anak muda yang cenderung sekali dapat langsung dihabiskan diwaktu yang sama. Misalnya gaji sebulan berapa, habispun segitu bahkan karna kebutuhan kekinian yang harus dikejar, hutang menjadi jalan kedua.Â
Baca Juga:Â Menabung dan 4 Cara "Matre" Demi Masa Depan Berkecukupan
Inilah perbedaan dari cara hidup yang prihatin dan tidak prihatin, prihatin berorentasi pada apa yang dibutuhkan masa mendatang sedangkan yang tidak prihatin cenderung memenuhi setiap keinginan saat ini.
Yang sangat melekat dari cara hidup prihatin adalah meninggalakan keborosan hidup di masa muda karna tua adalah keadaan yang pasti. Maka dari itu pilihan menjadi muda dan prihatin menjadi sangat pelik. Dimana hal yang hanya biasa dilakukan masa muda seperti berpacaran-pun harus dipikirkan berkali-kali.Â
Menurut saya pacaran adalah hal yang paling boros dari masa muda. Mengapa? Karna sedikit-sedikit minta jalan, belum nanti biaya makan, tidak mungkin kan makan dengan pacarnya ditempat murahan dan tidak kekinian? Gengsi dong?
Belum lagi ditambah barang-barang untuk menunjang perayaan seperti, perayaan tanggal jadian, ulang tahun dan lain sebagainya. Semua memerlukan banyak uang dan pastinya membuat sangat boros diwaktu muda. Memang semua itu pilihan dari hidup kita, tetapi apa salahnya berpikir terlebih dahulu? Belum tentu kan pacar menjadi istri kita kelak? Kalau memang menjadi istri, tenanglah kita pernah dibahagiakan dulu sewaktu pacaran. Tetapi apakah tidak menyesal jika pacar kita bukan menjadi istri kita?Â
Disaat berumah tangga hasil yang kita dapat akan pas-pas-an mencukupi keluarga. Jadi membahagiakan istri merupakan sesuatu yang sulit. Untuk itu cara hidup prihatin membuat pertimbangan yang matang. Bersabar menjadi kunci bahwa, lebih penting menyiapkan untuk yang jelas akan hidup bersama kita dimasa depan dari pada bersama kita waktu muda dengan kebahagiaan yang sesaat.
Seperti inilah kesalahan dari sedikit banyaknya anak muda yang hanya hidup mengikuti arus tanpa idealisme kuat. Mereka hidup hanya mengikuti hasrat sesaatnya saja tanpa dipikirkan dampaknya. Akan menjadi kebingungan memenuhi kebutuhan disaat tua dan harus menangung waktu dihari depan.Â
Tidak apa menjadi berbeda dengan cara hidup prihatian sewaktu muda. Intinya ada keterjaminan yang kita bangun untuk kebutuhan apa yang akan kita butuhkan dihari depan. Tidak ada yang salah hidup prihatin diwaktu muda, akan lebih banyak manfaatnya dari pada mubahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H