untuk ini saja pa Jokowi sudah memperlihatkan dengan jelas keberpihakannya kesalah satu partai tertentu dimana sang anak adalah ketum partai tersebut. Apalah lagi untuk Gibran yang sedang bertarung menuju kursi orang nomor dua di Republik ini,sangat sulit mengharapkan netralitas presiden Jokowi yang tak lain ayah kandung Gibran Rakabuming Raka disatu sisi , dan presiden  Indonesia disisi yang lain.
Himbauan netralitas presiden presiden Jokowi kemasyarakat rasanya sia-sia saja. Jokowi seperti hendak meludahi langit, yang air ludahnya pasti kembali kepada dirinya sendiri. Atau sedang menepuk air didulang,semakin keras menepuknya semakin basahlah dia. Karena itu pernyataan netralitas yang keluar dari lisannya sebatas lips servis saja, karena sudah kehilanngan makna substantifnya dari kalimat netralitas itu sendiri.
MENULAR KEMANA-MANA
Dampak tidak netralnya presiden Jokowi yang diikuti pejabat dibawahnya akan merembet kepada kepada aparat dibawahnya lagi. Faktanya Asosiasi Desa seluruh Indonesia atau Apdesi , seperti yang sudah diurai diatas, tidak canggung lagi menyatakan dukungan terhadap paslon tertentu.
Sikap tidak netral yang diperlihatkan Jokowi dan aparat dibawah lainnya bisa mentraiger pihak-pihak lainnya untuk melakukan hal yang sama. Bisa jadi kecurangan dalam bentuk lainnya akan dilakukan oleh pihak lain,termasuk penyelenggara pemilu itu sendiri seperti KPU dan Bawaslu.
Penyelenggara pemilu tentu lebih silent cara mainnya, Karena sadar posisinya sebagai penyelenggara sangat riskan. Tapi sebagai penyelenggara, mereka tentu paham dan bisa bermain curang tanpa ada pihak lain yang tahu, cukup sebatas mereka sebagai oknum penyelenggara dengan pihak yang ikut bermain curang bersamanya saja. Sebagai penyelenggara pasti paham cara apa saja yang bisa dilakukan tapi  minim resiko, salah satunya dengan memainkan suara dari partai gurem yang tidak punya saksi di tempat pemungutan Suara atau tps.
Siapa yang bisa mengontrol suara partai dan suara caleg dari partai seperti ini, jangankan pihak lain, caleg dari partai itu sendiri pun sudah tidak peduli suara akan lari kemana,toh mereka sudah pasti tidak dapat kursi. Jangan-jangan mereka justru sedang pusing memikirkan bagaimana melunasi hutang untuk biaya kampanye. Ini salah satu celah yang bisa dimainkan oleh oknum Penyelenggara pemilu untuk bermain curang.
Kenekatan mereka bisa jadi karena terdorong oleh sikap tidak netral para aparat lainnya yang sudah melakukannya lebih dulu. Sangat masuk  akal ,Karenanya potensi melakukan kecurangan pun sangat mungkin dilakukan oleh oknum  penyelengara pemilu pada tingkatannya masing-masing.
LEGITIMASI RAKYAT
Hasil pemilu apakah legislatif atau presiden haruslah dapat pengakuan dari masyarakat. Â Kecurangan adalah salah satu problem terbesar sulitnya mendapat pengakuan dari rakyat.Apalagi kecurangan yang terjadi berulang- ulang, baik oleh pihak yang sama atau pun dari pihak atau lembaga berbeda tapi punya misi yang sama, memenangkan pihak tertentu, sehingga kecurangan menumpuk demi memenangkan partai atau paslon yang satu dan merugikan partai atau paslon lainnya, sangat mudah terbaca oleh masyarakat.
Dunia digital dengan mudah merekam segala kejadian.Dan respon masyarakat juga tidak kalah sengitnya. Kecurangan yang berlangsung secara masif berpotensi besar bukan hanya tidak adanya legitimsi rakyat atas hasil pemilu yang terlanjur menyedot anggaran negara hingga ratusan triliun,tapi berpotensi timbulnya konflik antar pendukung paslon diajar rumput