Di hari pertama, hanya beralas tikar tanpa terpal, begitulah keadaan malam pertama di pengungsian. Tetangga yang berada di sekitar lokasi mulai memberikan makanan, sajadah, mukenah dan kain. Saat itu, Nidar masih belum tenang, pikiran terus memikirkan Luthfi yang belum ditemukan. Hingga, ia mengancam suaminya, jika Luthfi belum ditemukan jangan kembali ke pengungsian.
Malam yang panjang di pengungsian tanpa sedetik pun mata Nidar terpejam, tajam pandangannya kedepan, pikirannya liar, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk, anak-anaknya yang tertidur pulas, polos wajah mereka yang masih tidak tahu apa-apa.
Keesokan harinya, Nidar kembali memerintahkan suaminya mencari Luthfi. Secara random, suaminya mencari Luthfi disemua pengungsian di Aceh Besar. Pukul 17.05 Luthfi ditemukan di pengungsian PGSD di sekitaran Lampeuneurut. Saat hilang di Jembatan Punge, ternyata Luthfi dibawa tetangga rumah.
"Saat Luthfi dibawa ke tenda, saya yang sedang menunggu diluar tenda saya peluk Luthfi saya bilang jangan pergi lagi nak," pecah tangis Nidar, mengingat saat itu.
Kehidupan berubah 180 derajat
Hari-hari setelah itu berbanding tebalik dengan hari biasanya, semangat yang memudar, malam yang tak tenang, karena ketakutan akan datang tsunami, ketakutan itu terus menghantui mereka selama tiga bulan di pengungsian.
Teman-teman seperjuangan setiap hari datang memberikan semangat kepada Nidar yang saat itu mulai kehilangan rasa cintanya pada dunia. Tidak hanya teman seperjuangan, suaminya ikut berperan mengembalikan semangat Nidar.
Delapan bulan setelah melewati kehidupan yang berubah 180 derajat itu, semangat Nidar perlahan kembali, ia ditawarkan bekerja sebagai relawan di Non-Governmental Organisation (NGO) Oxfam asal Inggris. Bekerja selama setahun di Oxfam dia sempat naik jabatan, sebelum ditahun berikutnya Oxfam pergi dari Aceh karena keadaan yang semakin membaik.
Bertahun-tahun setelah Tsunami, luka itu berangsur kering dan bertaut, Nidar bekerja keras mengembalikan asanya, ia melawan berusaha keras melawan trauma, ketakutan yang terus menghantuinya, sempat menempuh pendidikan hingga ke Negeri Jiran untuk menghilangkan trauma. Kini, hikmah dari perjuangan itu Dr. Ir. Hafnidar A. Rani, ST, MM, IPU, ASEAN Eng, sudah dua periode menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Unmuha Aceh.