Dimulailah tahapan baru pemerikasaan untuk Mirna. Para dokter dari berbagai spesialis bidang mengerubunginya. Jelas Mirna takut sekali. Perasaan Mirna berkecamuk, raut mukanya kentara sekali tegang. Salah satu dokter yang menyadari gelagat anehnya, menanyai Mirna dengan santai berusaha membuatnya rileks.Â
Dalam hatinya perasaan takut itu masih ada. Namun berkat dukungan moril dari orang-orang terkasih, Mirna merasa bisa melalui semua ini. Mirna yakin perasaan sabarnya akan berbuah suatu saat nanti. Orang-orang yang membantunya melewati semua ini, memberinya energi positif untuk bisa berpikir dengan lebih tenang.
Tahapan demi tahapan pemeriksaan sudah Mirna lalui. Ultrasonograf (usg), Magnetic Resonance Imaging (mri), pemeriksaan dalam yang tidak cuma sekali. Sering membuat Mirna mengeluh sakit, tapi ia sangat tabah. Kemudian pada akhirnya para dokter memutuskan tumor solid ovariumnya harus segera diangkat. Mirna harus segera dioperasi.
Kabut hitam ketakutan itu mengerubungi Mirna lagi. Kali ini kabut itu makin pekat. Dokter yang sangat menyadari kondisi mental Mirna, menceritakan segala resiko yang kemungkinan akan terjadi selama operasi.Â
Bukannya membuat hatinya nyaman, justru membuat Mirna makin gamang. Ia menanyakan apakah ada resiko besar akibat operasi ini? Mencelus hatinya saat Dokter memberitahunya bahwa kemungkinan keguguran bisa saja terjadi.
Apa yang harus Mirna lakukan sekarang? Suaminya selalu menasehatinya untuk memasrahkan semuanya. Suaminya tidak ingin Mirna banyak berpikir. Baginya kesembuhan Mirna yang utama. Antara lega tapi juga sedih, Mirna bersiap menanggung segala resiko yang akan ia hadapi kedepannya. Ia tidak boleh terpuruk terus. Bukan demi dirinya seorang. Tapi juga demi calon buah hatinya dan juga orang-orang yang selama ini selalu mendukungnya.Â
Ya, Mirna bisa bertahan untuk orang-orang yang mencintai dan menyayanginya. Saat ini kesembuhan adalah goalnya yang utama. Mirna menyadari hampir tidak ada yang bisa menghentikannya saat itu. Mirna membuang segala perasaan negatif yang masih bersisa itu jauh-jauh kebelakang kepalanya.
Jadwal operasi sudah ditetapkan. H-2 operasi Mirna sudah harus dirawat inap di rumah sakit Sanglah. Ia pun mengikuti segala prosedur yang berlaku. Perasaan Mirna tidak enak. Sebelumnya dalam perjalanannya ke Sanglah, Mirna sempat meminta restu kepada Yang Kuasa, dengan memanjatkan doa di salah satu Pura besar yang ia lewati. Firasatnya jelek lantaran sepulang dari memanjatkan doa, Mirna terjatuh. Siku tangan dan kakinya terluka. Tangisannya tak bisa dibendung. Perasaan tegang nan was-was itu kembali menghampirinya. Apalagi yang bisa ia pikiran memangnya? Mirna takut ini sebuah pertanda.
Hari operasi pun tiba. Saat itu Mirna tidak tahu operasinya akan sepagi ini. Tangan kirinya sudah tertancap infus sejak kemarin. Lalu diboyonglah ia ke ruang operasi. Sekelinting pikiran negatif masih ada.Â
Para dokter yang menanganinya meyambutnya dengan ramah. Mengajaknya bercanda agar Mirna merasa santai dan tidak berat hati. Mengakui dirinya tidak akan bisa menghadapi ini semua dengan mudah, Mirna mensugesti dirinya terus menerus agar tetap kuat. Meyakini dirinya sendiri kalau ia bisa menghadapi ini. Mirna mulai memasrahkan dirinya.
Kini ada berbagai jenis selang kecil yang menancap ditubuhnya. Mulai dari tangan, sampai ke tulang belakang. Mirna tidak tahu apa itu. Tapi kata salah satu dokter yang menanganinya, selang kecil yang menembus 10 cm ke tulang belakangnya itu katanya untuk nutrisi sang bayi. Mirna kembali ingat. Dirinya yang ada di meja operasi saat ini adalah seorang Ibu yang ingin mempertahankan bayinya. Seorang Ibu yang ingin menyelamatkan bayinya. Mirna bertahan karena itu.