Sedangkan untuk definisi destinasi wisata, mari kita mengambil dari Handbook of Research on Digital Communications, Internet of Things, and the Future of Cultural Tourism karya Ldia Oliveira sebagai berikut Places that have a set of heritage resources (cultural and natural), infrastructures and services that attract tourists.
Terjemahan langsungnya adalah (berbagai) tempat yang memiliki berbagai peninggalan (budaya dan natural), infrastruktur dan pelayanan yang (dapat) menarik minat para pengunjung (baca: wisatawan).
Dari definisi dua hal ini kita dapat memahami bahwa pariwisata merujuk pada pergerakan semua orang di bumi ini --dengan berbagai latar belakangnya -- ke semua negara atau tempat yang ada di bumi ini yang masing-masing memiliki daya tarik yang bisa berupa kebudayaan, tradisi maupun keindahan alam.
Pariwisata juga merupakan industri hospitality atau keramahtamaan sehingga dengan adanya pergerakan orang ke sebuah daerah terjadi sebuah interaksi antara tuan rumah dengan para pengunjung, interaksi di sini dapat berupa berbagai bentuk seperti pertukaran budaya, pengalaman, ilmu, serta juga dapat berupa penyediaan berbagai pelayanan dan fasilitas dari tuan rumah kepada pengunjung sebagai tamunya.
Semua destinasi wisata pada dasarnya dapat menerapkan wisata halal untuk menjaring sebanyak mungkin wisatawan dari berbagai bangsa di dunia dengan cara menyediakan atau mengakomodir kegiatan ibadah dan menjalani ajaran islam seperti makanan halal serta minuman tidak mengandung alkohol.
Tidak selamanya destinasi wisata yang menerapkan pariwisata halal ini memiliki spot wisata islami, hanya saja mengakomodir para wisatawan muslim (muslim tourists).
Destinasi wisata yang ramah wisatawan muslim juga dapat mengembangkan kawasan wisata (resort) yang menerapkan wisata halal, pada kawasan tersebut selain mengakomodir segala kebutuhan wisatawan muslim juga tetap dapat memberikan nuansa daerah tersebut sehingga tidak perlu mengubah destinasi wisata tersebut sebagai destinasi wisata halal secara keseluruhan.
Jika kita menengok ke Bali yang merupakan resort island serta dapat dikatakan sebagai destinasi wisata religi bagi wisatawan yang beragama hindu dari berbagai negara di dunia, kita dapat melihat ini dimana tanpa dijadikannya sebagai destinasi wisata halal pun dapat menarik minat wisatawan dari negara negara muslim dan bahkan jumlahnya pun menunjukan peningkatan.
Hal ini kita dapat lihat dari dipilihnya pesawat super jumbo Airbus A 380 oleh maskapai Emirates asal United Arab Emirate (UAE) untuk melayani penerbangan ke Bali.
Sudah tentu maskapai Emirates melakukan ini tanpa dasar yang kuat yaitu berupa peningkatan permintaan kursi penerbangan dari para wisatawan muslim yang ingin berlibur ke Bali.
Semakin bertambahnya permintaan kursi, maskapai memiliki dua pilihan yaitu menambah frekuensi penerbangan atau mengoperasikan pesawat yang lebih banyak kapasitasnya sehingga tidak perlu menambah frekuensi penerbangsn -- walau maskapai bisa melakukan keduanya bila dipandang langkah keduanya dapat membawa manfaat ekonomi yang diimbangi dengan efisiensi biaya operasional pesawat.