Pada berita Kompas.com (1/11/24) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menaikkan fee penggunaan drone dari sebelumnya sebesar Rp. 300,000 menjadi Rp. 2,000,000.
Baik itu pengenaan maupun maupun kenaikannya kini, ada dua pertanyaan yang mungkin bisa timbul, Â yang pertama apakah fee ini untuk pemanfaatan ruang udara di atas kawasan atau untuk sebagai pemasukkan pengelola dan kemudian untuk membiayai operasionalnya.
Kalau kita melihat di beberapa taman nasional di berbagai dunia, ada yang memang memungut biaya namun juga ada yang tidak serta dengan terms and conditions masing masing pengelola yang harus diperhatikan oleh operator drone.
Biaya yang dipungut tersebut adalah merupakan biaya untuk pendaftaran atau administrasi kepada pemohon.
Di negara Islandia misalnya, mereka menetapkan biaya pendaftaran sebesar 41.600 ISK (sekitar Rp. 4.796.786,34) untuk dua protected area dan 83,200 ISK untuk tiga atau lebih, biaya ini berlaku untuk semua berat drone dan peruntukannya.
Adalah sangat dipahami jika menerbangkan drone di atas kawasan taman nasional perlu memerhatikan beberapa aspek seperti perlindungan terhadap flora dan fauna yang terdapat di taman nasional, sehingga dapat dipahami pula bila pengelola menerapkan beberapa aturan -- baik bagi pengunjung di darat maupun operator drone.
Akan tetapi jangan dilupakan bahwa pengoperasian drone adalah juga termasuk dalam bingkai pemanfaatan ruang udara sehingga aturan aturan pengoperasian drone perlu diperhatikan oleh pihak pengelola taman nasional.
Drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah mesin terbang yang dapat dikendalikan dari jarak jauh (remote) atau tanpa awak, dengan definisi ini berarti drone adalah mesin terbang yang pengoperasiannya dilakukan di ruang udara.
Pertanyaannya, siapa mengelola dan mengatur ruang udara di atas taman nasional tersebut yang merupakan ruang udara tidak dilayani ? walau sudah jelas itu adalah milik negara dimana pemanfaatannya dapat dilakukan oleh segala komponen bangsa, akan tetapi regulasi ruang udara tidak boleh diabaikan.
Ruang udara adalah ruang di atas permukaan, ini berarti merujuk ketinggian(vertikal) serta  luas atau radius (horizontal), ruang udara adalah kawasan bagi lalu lintas pesawat -- baik sipil maupun militer -- oleh karenanya perlu adanya aturan aturan bagi semua pesawat.
Sama halnya jalan raya dengan semua aturan baik tertulis maupun berupa rambu rambu, semua dilakukan agar semua perjalanan dari penggunanya untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan seperti tabrakan dan lainnya.
Begitu pula pesawat di ruang udaranya untuk menghindari tabrakan (collision) dengan berbagai aturan seperti jarak atau pemisahaan (separation) antar pesawat baik itu secara vertikal maupun horizontal.
Pada lampiran poin 2.1 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia no. 37 tahun 2020 tentang Pengoperasian Pesawat Udara tanpa Awak di Ruang Udara yang dilayani Indonesia disebutkan bahwa pengoperasian pesawat udara tanpa awak dapat dilakukan di ruang udara yang dilayani (controlled airspace) dan pada ruang udara yang tidak dilayani (uncontrolled airspace).
Pengoperasian di ruang udara yang dilayani harus dengan harus persetujuan dari Direktorat Jendral (DJPU/DGCA Indonesia) sedangkan pada ruang udara yang tidak dilayani terdapat beberapa persyaratan lainnya yaitu drone hanya dioperasikan dari mulai permukaan tanah hingga ketinggian 400 feet atau sekitar 120 m.
Maksud dari ruang udara yang dilayani adalah ruang udara yang dilayani oleh pihak terkait seperti ATC yang mengatur lalu lintas penerbangan seperti di bandara, sedangkan ruang udara yang tidak dilayani adalah kawasan yang tidak dilayani ATC atau navigasi udara serta dengan batas horizontal dan vertikal yang ditetapkan oleh pihak DGCA Indonesia yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) Kementerian Perhubungan.
Sedangkan maksud dari kata dilayani dan tidak dilayani sesuai Peraturan Menteri Perhubungan no. 37 tahun 2020 pasal 1 adalah pada pelayanan lalu lintas penerbangan yaitu pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic control service), pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) untuk ruang udara dilayani.
Sedangkan untuk ruang udara yang tidak dilayani hanya disediakan informasi penerbangan (flight information service), pelayanan kesiagaan (alerting service) dan pelayanan saran lalu lintas penerbangan (air traffic advisory service).
Jika dilihat dari sisi klasifikasi ruang udara, maka ruang udara yang dilayani adalah ruang udara A,B,C,D,E sedangkan untuk ruang udara yang tidak dilayani adalah ruang udara G.
Selain itu, ada beberapa kawasan pada ruang udara di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai zona terbatas atau zona dimana tidak semua pesawat dapat melintas di atasnya yaitu pada kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP), zona larangan terbang terbatas (Restricted) serta kawasan terlarang (prohibited).
Pada lampiran tersebut juga disebutkan kategori berat dan tujuan pengoperasian drone yaitu untuk drone dengan berat di bawah 55 lbs (24,9 kg) yang digunakan untuk keperluan hobi atau rekreasi wajib mentaati peraturan keselamatan Penerbangan Sipil 107 (Civil Aviation Regulation/CASR 107).
Sedangkan untuk drone dengan berat di atas 55 lbs untuk keperluan komersial harus mendapatkan penilaian keselamatan (safety assesment) dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara.
Masih ada beberapa poin penting yang harus dipahami oleh pihak operator maupun pihak lainnya, sehingga apabila Taman Nasional Bromo Tengger memperbolehkan pengoperasian pesawat udara tanpa awak (UAV) ini di atas kawasannya, mereka perlu juga memahami aturan tersebut serta berkoordinasi dengan pihak pihak yang menetapkan regulasi dan juga pihak yang mengendalikan ruang udara.
Pihak Taman Nasional perlu dapat menjamin bahwa pihak operator tidak akan terbang pada ketinggian di luar batas yang ditentukan apabila mereka tidak mengetahui batas maksimalnya ataupun luas atau radius horizontal maupun vertikal kawasan taman nasional mereka yang menjadi kawasan pengelolaan mereka dalam konteks ruang udara tidak dilayani.
Pihak taman nasional perlu juga dapat menjamin para operator drone akan selalu mengoperasikan drone dengan kaidah beyond visual line of sight (BVLOS) dimana operator drone tidak dapat melihat drone nya ataupun Visual Line of Sight (VLOS) dimana operator dapat secara visual melihat drone nya ?
Sama halnya dengan penerbangan berawak, pada pengoperasian drone juga akan selalu berpotensi terjadinya hal hal yang di luar dugaan dan harapan, untuk itu keselamatan penerbangan apapun perlu dijamin dengan berbagai aturan dan kontrol.
Keadaan ini sebenarnya perlu menjadi pengingat kepada semua pihak pihak yang terkait dengan pemanfaatan ruang udara seperti ATC dan regulator karena ruang udara tidak cukup hanya dengan regulasi tapi juga dengan control (kendali) khususnya pada ruang udara tidak dilayani.
Regulasi dan kendali adalah dua hal yang berbeda, kita memiliki UU no. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan serta dengan berbagai peraturan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penerbangan sebagai bentuk regulasi, namun siapa yang melakukan kontrol pada ruang udara kita, kontrol disini bukan merujuk pada pengaturan lalu lintas pesawat sipil komersial non/berjadwal serta militer saja tapi secara keseluruhan.
Misalnya, siapa yang melakukan kontrol ruang udara yang tidak dilayani (uncontrolled airspace) di atas kawasan taman nasional Bromo Tengger ?, sebuah pelanggaran terhadap regulasi ruang udara tidak hanya dapat terjadi dari pihak luar tapi juga dari dalam negeri sendiri.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat asing dilihat sebagai pelanggaran kedaulatan udara nasional, sedangkan pelanggaran dari dalam dapat memengaruhi keselamatan lalu lintas penerbangan yang dilakukan semua operator pesawat di ruang udara kita sendiri.
Untuk itu tata kelola ruang udara kita tidak hanya harus mencakup seluruh ruang udara nasional kita saja serta tidak hanya sebatas regulasi tapi juga harus mencakup kontrol pada seluruh kawasan ruang udara kita -- dari kelas A hingga kelas G.
Sedangkan untuk penerapan biaya pengoperasian drone di kawasan taman nasional, mudah mudah ini bertujuan untuk pengelolaan taman nasional yang lebih rapi dan tertata akan tetapi perlu diingat bahwa pengoperasian drone itu adalah di ruang udara dengan segala regulasi dan kontrol yang perlu dipahami.
Regulasi pada ruang udara bertujuan untuk menjamin keselamatan penerbangan di ruang udara yang menjadi kawasan lalu lintas pesawat dengan berbagai bentuk, tujuan pengoperasian dan lainnya.
Juga mungkin perlu dipikirkan menjadikan ruang udara di semua taman nasional kita sebagai kawasan terbang terlindungi (protected zone) dengan segala regulasi dan kontrol dan mungkin dengan penetapan biaya yang dapat diterima oleh semua pihak tak terkecuali para operator drone.
Hal ini bertujuan untuk melindungi semua penghuni taman nasional -fauna dan flora -- Â karena taman nasional adalah rumah mereka untuk melanjutkan keberadaan mereka di bumi ini.
Salam Aviasi.
Referensi:
https://dephub.go.id/post/read/peluncuran-aplikasi-perizinan-drone
https://exploreparks.dbca.wa.gov.au/drones-parks
https://cold.world/know-how/difference-between-control-and-regulation
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Airspace
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia no. 37 tahun 2020 tentang Pengoperasian Pesawat Udara tanpa Awak di Ruang Udara yang dilayani Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H