Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perjalanan MultiModal sebagai Solusi Transportasi Berkelanjutan

28 Oktober 2024   12:41 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : pixabay.com

Kegiatan manusia di bumi pada satu sisi dapat berdampak positif terhadap perekonomian akan tetapi di sisi lain ada yang berdampak pada bumi sebagai rumah bagi semua manusia.

Industri transportasi dengan berbagai macam dan jenis alat transportasinya adalah salah satu dari kegiatan manusia yang berdampak pada bumi yaitu jejak emisi yang dihasilkan dari pengoperasian berbagai alat transportasi, termasuk juga pesawat.

Perkembangan penerbangan khususnya penerbangan penumpang dan kargo dari maskapai sangat pesat selama beberapa dekade terakhir yang berarti pula adanya penambahan jumlah pesawat yang juga menambah dampak negatif terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi.

Beberapa negara di Eropa telah melakukan usaha untuk mengurangi dampak negatif tersebut dengan salah satunya adalah meniadakan penerbangan jarak atau yang waktu tempuhnya pendek.bahkan negara Perancis sudah menetapkan Undang Undang.

Tidak hanya Pemerintahan yang berusaha untuk mengurangi dampak jejak emisi ini, para organisasi dan individu juga mendeklrasikan gerakan Flight Shame atau flygskam dengan cakupan lebih luas lagi -- tidak hanya melihat dampak dari penerbangan jarak pendek saja tapi juga seluruh penerbangan.

Latar belakangnya tidak lain adalah untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari pengoperaaian pesawat yang melakukan penerbangan, baik dari sisi jumlah rute maupun frekuensi penerbangannya.

Dan bila kita melihat Eropa sebagai daratan yang luas dan terdiri dari banyak negara dimana penerbangan jarak pendek sangat banyak jumlahnya dari berbagai maskapai negara negara Eropa, maka kita bisa  lebih mudah memahami pemberlakuan UU tersebut.

Dengan banyaknya negara yang sudah meniadakan penerbangan jarak pendek, ini menandakan bahwa segmen penerbangan jarak pendek sepertinya akan menjadi segmen pertama dari penerbangan yang menjadi imbas dari usaha untuk decarbonize indutri penerbangan dunia.

Para pabrikan pesawat memang sudah melihat itu dan melakukan usaha usaha dengan merancang pesawat dengan bahan bakar non fosil seperti pesawat listrik, beberapa produk semacam ini bahkan sudah diterapkan di beberapa negara.

Akan tetapi hingga ketersediaan akan alat transportasi ramah lingkungan tersebut secara massal, diperlukan langkah langkah yang dapat mengurangi dampak negatif tadi tersebut.

Salah satunya adalah perjalanan multimodal  atau kombinasi antara perjalanan udara jarak pendek dengan kereta api sebagai langkah untuk mengurangi dampak negatif lingkungan dari penerbangan jarak pendek.

Beberapa maskapai sudah melakukan kerjasama dengan perusahaan kereta api untuk tetap dapat mengkomodasi kebutuhan transportasi pelanggannya pada rute rute pendek mereka.

Maskapai KLM misalnya, mereka menawarkan apa yang mereka sebut dengan tiket AirRail dengan menggandeng Thalys, sebuah perusahaan kereta api cepat. Pada kerjasama ini para penumpang dari Brussel yang akan terbang ke berbagai tujuan di dunia melalui bandara Schiphol (AMS) dapat check-in di stasiun keberangkatan (multimodal).

Dengan kerjasama ini, maskapai KLM telah melakukan langkah dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan meniadakan penerbangan jarak pendek dari Amsterdam ke Brussel yang biasanya memakan waktu hanya dengan 45 menit.

Dari sisi pelaku perjalanan dan wisata dari Brussel, perjalanan ke AMS dengan kereta api akan lebih lama yaitu sekitar 2 jam 37 menit, pertanyaannya adalah apakah ini bukannya berarti waktu perjalanan kita akan lebih lama ?,  pertanyaan ini akan terjawab pada bagian artikel ini.

Namun sebelum itu, pertanyaan yang bisa muncul adalah kenapa kereta api dan bukannya bis, dan bagaimana para penyedia jasa kereta api dapat menjadi pendamping penyedia jasa tansportasi udara ?

Jawaban dari pertanyaan pertama adalah karena kereta api dapat mengangkut lebih banyak penumpang daripada bis dan bahkan pesawat sekalipun untuk sekali trip, sehingga kontribusi terhadap emisi karbon per orangnya akan lebih kecil pula.

Ilustrasinya seperti ini, bila penerbangan dengan jumlah penumpang 150 orang dari titik A ke B menghasilkan emisi 150 kiloton maka kontribusi per orangnya adalah 1 kiloton, namun kereta api dengan 300 penumpang hanya berkontribusi 0.5 kiloton dengan asumsi jumlah emisi yang dihasilkan sama, walau kenyataannya berbeda jauh.

Namun untuk menjawab pertanyaan kedua, kita perlu melihatnya dari berbagai sisi, mulai dari keseluruhan proses perjalanan yang tidak hanya dari titik A ke B saja atau dari bandara keberangkatan ke kedatangan tapi juga termasuk perjalanan dari tempat tinggal kita ke titik A sebagai titik keberangkatan ke titik B dan seterusnya.

Pada umumnya, para pelaku perjalanan dan wisata memilih pesawat dengan alasan lebih cepat sampai di tujuan sehingga mereka lebih banyak memiliki waktu di tujuan, sedangkan bagi pelaku perjalanan bisnis khususnya waktu tempuh perjalanan harus sesuai dengan skedul mereka yang sudah terencana.

Latar belakang kecepatan tersebut adalah satu hal yang mungkin paling sulit untuk dapat menggeser pilihan dan preferensi para pelaku perjalanan dan wisata,  sebagai ilustrasi saja, selama tahun 2019 lebih banyak pelaku perjalanan udara untuk perjalanan antara Barcelona ke Madrid daripada pelaku perjalanan darat.

Penerbangan dari Barcelona ke Madird memakan waktu 1 jam 25 menit sedangkan dengan kereta api selama 2 jam 30 menit saja, disini kita dapat melihat bahwa perbedaan waktu tempuhnya tidak terlalu jauh namun orang tetap memilih pesawat.

Kata 'sulit' di atas juga bukan berarti tidak mungkin, akan selalu ada cara dan langkah yang dapat dilakukan, jika kecepatan menjadi satu hal yang sulit, misalnya dengan menawarkan pengalaman perjalanan (Passenger Experience/PaxEx) ?

Pengalaman perjalanan sangatlah luas cakupannya yaitu mulai saat orang memesan tiket, proses check-in, menunggu keberangkatan, embarkasi/disembarkasi hingga selama perjalanan dari titik A ke B, semua ini menjadi faktor yang dapat menjaring pelanggan jasa transportasi.

Mari kita coba melihat dari sisi lokasi titik keberangkatan dan kedatangan, stasiun kereta api umumnya berlokasi di tengah atau pusat kota sedangkan bandara umumnya jauh dan bahkan ada yang berlokasi di luar kota.

Hal ini tanpa disadari sebenarnya dapat mempersingkat seluruh waktu tempuh perjalanan kita yang mencakup mulai dari dari rumah kita ke titik A hingga dari titik B ke tujuan akhir kita.

Kemudian jika pada proses check-in dimana umumnya antrean di bandara sangat panjang -- terlebih bila musim liburan -- keadaan yang bisa berbeda ketika kita check-in di stasiun kereta api yang dapat lebih cepat.

Pengalaman selama perjalanan dengan pesawat, kereta api, bis ataupun kapal laut merupakan faktor terpenting dari sisi pengalaman penumpang, terlebih bila waktu tempuhnya cukup lama. Para penumpang pastinya memerlukan pilihan kegiatan selain dari hanya duduk di kursi tanpa melakukan apapun.

Oleh karena itu, layanan on-board di kereta api layaknya inflight services di pesawat adalah sangat memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan pengalaman selama perjalanan.

Kita bisa melihat bagaimana para maskapai selalu berusaha meningkatkan layanan selama penerbangan (inflight services) -- mulai dari peningkatan mutu makan dan minum (inflight meals) hingga peningkatan layanan hiburan.

Kita juga dapat melihat bagaimana para maskapai meningkatkan layanan Inflight Entertainment (IFE) mereka, seperti misalnya pilihan film yang semakin banyak serta juga dengan menawarkan wifi.

Faktor lainnya adalah keselamatan dan keamanan yang harus tetap menjadi prioritas, perawatan dan pemeliharaan kereta (lokomotif dan gerbong) perlu dilakukan secara berkala. Keamanan selama perjalanan akan memberikan ketenangan kepada penumpang terutama terhadap barang bawaan mereka.

Dan sisi yang selanjutnya adalah program loyalti, program ini dapat menumbuhkan loyalitas dari para pelanggan walaupun hanya ada satu perusahaan yang menyediakan jasa transportasi sekalipun.

Para pengguna transportasi pada dasarnya sangat sensitif terhadap harga namun ketika penyedia transportasi dapat menawarkan nilai tambah dari apa yang dibelanjakan oleh pelanggan maka sensitivitas harga dari pelanggan dapat berkurang kadarnya.

Berbagai penawaran seperti diskon dan lainnya dapat ditawarkan melalui kerjasama dengan perusahaan barang dan jasa lainnya seperti restoran, hotel ataupun para pelaku usaha yang menyewa tempat usaha di stasiun.

Apakah perjalanan multimodal ini dapat diterapkan di Indonesia ?

Jika kita bisa melihat Pulau Jawa yang juga sebagai daratan dimana terdapat banyak kota kota maka perjalanan intemodal ini sangat mungkin diterapkan.

Dan meskipun belum ada tanda tanda dari Indonesia untuk mengurangi dampak negatif dari penerbangan -- khususnya pada penerbangan jarak pendek seperti penerbangan antar kota di Pulau Jawa, bukan berarti tidak ada yang bisa dilakukan terutama dari sisi penyedia jasa layanan transportasi ataupun pihak lainnya.

Misalnya, Propinsi Jawa Tengah yang kini tidak memiliki bandara internasional membuat para pelaku perjalanan dan wisata yang hendak ke mancanegara harus melalui bandara internasional di tetangga nya seperti bandara YIA di Yogyakarta atau bandara SUB di Surabaya, kita sebenarnya bisa menerapkan AirRail seperti yang dilakukan KLM dan Thalys.


Juga untuk yang ingin melakukan perjalanan ke timur Indonesia dapat naik kereta ke Surabaya (hub maskapai) atau ke bandara HLP/CGK bila iingin ke barat Indonesia bila memang tidak ada penerbangan langsung dari kota kota di Jawa Tengah.

Namun demikian , perjalanan multimodal memerlukan kerjasama dan pemahaman serta visi yang sama antara dua perusahaan transportasi dengan menghilangkan ego sektoral, masing masing memang sebuah perusahaan dengan tujuan memaksimalkan keuntungan, mereka perlu juga memahami akan konsep keberlanjutan.

Walau masing masing penyedia transportasi telah melakukan berbagai langkah dan transformasi sekalipun, namun tanpa adanya pemahaman akan keberlanjutan pada kehidupan bumi maka dampak negatif terhadap lingkungan akan terus bertambah seiring dengan kecenderungan pertambahan jumlah pelaku perjalanan dan wisata.

Dan jika kita melihat kerjasama antara maskapai KLM dengan perusahaan kereta api cepat Thalys, kita sebenarnya bisa menyamakan kerjasama ini dengan kerjasama code share yang dilakukan antar maskapai atau juga pada aliansi maskapai (airline alliance) dimana maskapai bisa memperluas jaringannya tanpa harus menambah penerbangan dan bahkan pesawat mereka. Bukankah ini berarti efisiensi juga pada sisi maskapai ?.

Sedangkan dari sisi penyedia transportasi kereta api, pengadaan kereta api cepat mungkin perlu juga dipkirkan, bukan utamanya bertujuan untuk mengakomodasi para pelaku perjalanan dan wisata yang mengutamakan kecepatan, akan tetapi lebih kepada efisiensi dan utilisasi alat transportasi -- dan pada akhirnya akan berimbas pada penerimaan perusahaan.

Sebuah lokomotif yang mungkin hanya dapat dioperasikan hanya sekali pada satu trip pp dalam sehari mungkin dengan kereta api cepat bisa lebih dari satu trip pp.

Sehingga kerjasama ini dapat menghasilkan solusi win-win kepada kedua perusahaan.

Dan terakhir, pilihan dan preferensi individu mungkin dapat sulit dialihkan, hal ini karena transportasi pada dasarnya kebutuhan namun dengan berbagai macam moda transportasinya sebagai pilihan yang tersedia dimana individu dapat memilihnya dengan berbagai latar belakang masing masing.

Alat transportasi juga bukan sebagai peralatan untuk berkompetisi antar moda transportasi karena semuanya memiliki peran yang sama yaitu konektivitas guna memberi manfaat bagi seluruh penduduk bumi.

Dengan menyediakan jasa transportasi yang bertujuan dan dengan konsep keberlanjutan, tidaklah mustahil pergeseran pilihan dan preferensi tidak terjadi, hal ini kita bisa melihat pada kerjasama antara KLM dan Thalys dimana terdapat sekitar 20--25% atau 36,000 penumpang pada rute Brussel dan Amsterdam yang memilih perjalanan multimodal.

Dari sini kita dapat melihat pilihan dan preferensi para individu terhadap keberlangsungan kehidupan bumi.

Keberlanjutan tidak hanya dilakukan oleh para pabrikan pesawat ataupun perusahaan yang memproduksi alat transportasi lainnya tapi juga semua penduduk bumi termasuk para pelaku perjalanan dan wisata.

Salam Aviasi.

Referensi :

https://news.klm.com/klm-and-thalys-make-train-travel-more-appealing-to-intercontinental-and-european-transfer-passengers/
https://silverrailtech.com/knowledge/post/train-over-plane-we-built-a-map-to-campaign-against-domestic-flights
https://www.kompasiana.com/kokpit/63074c8236aeff0d5259d6f5/menyikapi-pembatasan-dan-pelarangan-penerbangan-jarak-pendek
https://cteleport.com/blog/can-short-haul-flights-be-replaced-by-trains/
https://edition.cnn.com/travel/article/planes-to-trains-europe-climate/index.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun