Jika kita sebagai orang asing mendapatkan dana pensiun sebesar USD 2,000 sebulan dan merasa dana tersebut tidak mencukupi kebutuhan sehari hari, opsi apa yang kita miliki untuk menikmati hari hari pensiun kita dengan tenang?
Mungkin saja salah satu opsi tersebut adalah dengan berpikir untuk pindah ke daerah atau negara dengan biaya hidup lebih rendah -- salah satunya adalah Indonesia atau lebih tepatnya di salah satu pulaunya yaitu Bali.
Jumlah pensiun USD 2,000 sebulan mungkin untuk pekerja yang menengah ke bawah namun bila menengah keatas maka jumlah dana pensiun yang didapat akan lebih tinggi.
Jika itu dikurs ke Rupiah maka akan didapat setidaknya Rp 30 juta lebih sedikit, jumlah tersebut untuk hidup di Bali sangat bercukupan dan bahkan lebih dari cukup.
Belum lagi bila kita memiliki tabungan cukup banyak dan kemudian berinvestasi dengan mendirikan usaha di Bali, terlebih saat ini PMA dapat 100%, dimiliki oleh orang asing tanpa ada keharusan mitra atau pemegang saham dari lokal.
Gambaran tersebut hanyalah satu dari sekian banyak latarbelakang orang asing memutuskan untuk pindah ke Bali dan bisa jadi orang asing yang berencana pensiun di Bali tidak hanya satu orang saja seperti di atas,
Adapula yang memboyong keluarganya menetap di Bali dan lainnya sehingga penghuni Bali asal mancanegara pun semakin memadati pulau Dewata tersebut.
Mereka juga ada yang menyewa rumah dan bahkan membeli rumah dan properti lainnya dengan "arrangement" dengan penduduk dari Bali dan daerah lainnya di Indonesia.
Dengan memboyong keluarganya, kebutuhan pendidikan anak anak mereka membuat berdirinya beberapa sekolah internasional di Bali dengan ratusan siswanya per sekolah.
Dengan melihat ini semua maka tidak salah jika muncul prediksi bahwa jumlah penghuni pulau Bali dari mancanegara akan terus bertambah dan bila pertumbuhannya lebih banyak dari penduduk lokal maka akan lebih banyak penghuni orang asing daripada orang asli Bali dan pendatang dari daerah lain di Indonesia.
Mungkinkah ini terjadi?
Jawabannya sudah pasti memungkinkan dengan melihat sudah banyaknya orang asing yang memang menetap di Bali -- baik dengan anak anak mereka maupun tidak.
Indikasi juga sudah dapat terlihat di beberapa kawasan di Bali seperti di Sanur, Canggu, Kerobokan, Ubud dan beberapa kawasan lainnya dimana terdapat banyak terdapat ora ng asing dari berbagai negara memenuhi kawasan tersebut menyatu dengan turis lainnya sehingga agak sulit membedakan mereka dengan turis yang sedang berlibur.
Satu cara yang mudah membedakannya adalah ketika kita melihat ibu ibu warga negara asing menjemput anak mereka dari sekolah dengan mengendarai sepeda motor atau dengan ojol.
Apa dampak dari ini semua ini?
Dari sisi bisnis memang sangat positif karena terjadi penciptaan lapangan pekerjaan dari usaha usaha yang diberbagai jenis usaha mulai dari akomodasi, restaurant/cafe, beach club, spa dan lainnya tidak sedikit jumlahnya yang dimiliki oleh orang asing walau ada beberapa juga milik penduduk lokal sepenuhnya serta ada yang bekerjasama dengan orang asing.
Dan pada jaman serba online seperti sekarang, pengelolaan bisnis juga tidak perlu kehadiran fisik pemilik karena semua dapat dilakukan secara remote melalui internet, mulai dari pemasukkan di bank, gaji pegawai, pembelanjaan bahan baku makanan dan minuman hingga mengawasi pegawai melayani tamu melalui CCTV yang dapat diakses melalui internet.
Namun bukankah akan lebih baik jika usaha usaha tersebut dikelola oleh orang lokal kita agar manfaat eknonominya ataupun multiplier effect nya dapat maksimal dinikmati oleh penduduk lokal?
Pertanyaan ini akan sangat wajar mengemuka ketika adanya kemungkinan sebagian dari pendapatan usahanya dipindahkan ke negara asal pemilik yang berarti pula ada sebagian hasil usaha tidak masuk dalam sirkulasi perekonomian Bali.
Kegiatan usaha maupun pariwisata sebenarnya perlu menjadi bagian dari sirkulasi pereknomian daerah bersangkutan sepenuhnya karena dengan begitu multiplier effect nya akan maksimum pula dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat lokalnya.
Dari sisi kependudukan pastinya akan berdampak pada tingkat kepadatan (population density) di seluruh Bali dengan dampak yang luas pula pada sektor lainnya.
Situs perkim.id mengatakan bahwa kepadatan penduduk di Bali pada September 2023 adalah 735 jiwa/km, dan bila kita melihat banyaknya penghuni asal mancanegara di Bali maka jumlah 735 jiwa tersebut di beberapa kawasan ada kemungkinan lebih didominasi oleh orang asing.
Orang asing disini tidak hanya yang bermukim di Bali tapi juga ditambah dengan turis yang berlibur panjang atau dikenal dengan sebutan digital nomad yang jumlahnya bisa memadatkan setiap kilometer persegi di sebuah kawasan seperti Canggu.
Dengan semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin banyak lahan yang akan digunakan untuk segala kebutuhan penghuni seperti perumahan, bisnis dan lainnya.
Pengurangan lahan lahan seperti pertanian, perkebunan dan lainnya serta juga dampak lingkungan lainnya seperti kebutuhan air akan menjadi kenyataan yang dihadapi, hingga akhirnya pasokan bahan baku makanan seperti sayuran dan buah buahan dan lainnya yang sebenarnya dapat diperoleh dari penduduk lokal tidak lagi terjadi.
***
Jadi apa perlu ada antisipasi atau langkah untuk memperlambat laju dari semua ini ?
Manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata memang sangat dibutuhkan sebagai salah satu pos pendapatan daerah akan tetapi bila manfaat tersebut tidak sepenuhnya berputar di daerah tersebut maka tidak maksimal pula pendapatan daerah.
Para pelaku usaha asal daerah juga perlu dapat mengimbangi (baca: berkompetisi) dengan bisnis yang dimiliki ataupun dikelola oleh orang asing karena mereka mendiirikan bisnis di Bali tidak lain adalah membidik turis asing yang berlibur di Bali, oleh karenanya akan lebih baik jika hasil usaha orang asing tersebut hanya dirasakan oleh daerah melalui pembayaran pajak mereka tetapi langsung berupa transaksi bisnis dengan seluruh lapisan masyarakat.
Dari semua ini juga kita juga dapat melihat adanya indikasi dari over tourism namun bukan hanya dari sisi peningkatan jumlah penghuni asal mancanegara saja tetapi lebih khususnya lagi adalah dampaknya karena untuk memahami benar apa itu over tourism bukan sekadar dari jumlah pelaku wisata dengan segala kegiatannya saja tapi utamanya adalah dampak (negatif) nya kepada para penduduk lokal dan kehidupan sehari hari mereka.
Dampak dari over tourism adalah ketika kehidupan masyarakat lokal sudah mulai terganggu akibat dari kegiatan pariwisata yang dapat bermacam macam jenisnya termasuk dari turis yang notabene bermukim di Bali.
Jadi apa yang perlu dilakukan oleh Pemerintah -- baik daerah maupun pusat -- dalam hal ini?
Ya mungkin bisa mendengar keluhan dari masyarakat lokal (bila ada) serta juga melihat semua perkembangan yang memang tengah berlangsung, dari sini kemudian (mungkin) dapat merumuskan langkah langkah berikutnya.
Akan tetapi pada akhirnya semua akan bergantung pada pemegang kebijakan dalam melihat Bali di masa mendatang dengan gambaran Bali saat ini sebagai indikator nya.
Apa kabar program 10 New Bali agar pemfokusan pariwisata kita tidak hanya di Bali.
Salam Pariwisata.
Referensi :
https://travel.kompas.com/read/2022/09/13/060500027/ada-3.017-wisatawan-digital-nomad-selama-2022-terbanyak-di-canggu
https://perkim.id/profil-pkp/profil-provinsi/profil-perumahan-dan-kawasan-permukiman-provinsi-bali/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H