Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Saat Maskapai Membeli Baju Baru (tapi Bekas)

22 Oktober 2023   17:55 Diperbarui: 23 Oktober 2023   08:16 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang naik dan turun melalui sisi kiri pesawat.(Unsplash/Red Dot via Kompas.com)

Selama pandemi berlangsung, semua maskapai didunia terkena dampaknya, hanya saja takaran dampaknya bervariasi dari satu maskapai dengan lainnya, ada yang harus gulung tikar, ada yang mengembalikan beberapa pesawatnya ke pihak leasing dan lainnya.

Di saat yang sama, kesempatan memulai usaha maskapai terbuka lebar, namun bukan karena sedikitnya pesawat untuk mengakomodasi lonjakan penumpang akan tetapi karena pihak leasing mengalami over stock unit pesawat akibat pengembalian pesawat oleh maskapai.

Hukum ekonomi pun terjadi di pasar, di mana kelebihan stock dengan minimnya permintaan berarti harga jual diturunkan, momen ini ditangkap oleh beberapa pihak yang ingin memulai bisnis maskapai.

Walau terdengar sedikit aneh karena memulai usaha di saat semua pintu gerbang udara di seluruh negara didunia ditutup, akan tetapi bagi pemain lama alias maskapai yang sudah beroperasi, ini adalah kesempatan atau opportunity karena tidaklah sering pihak leasing "mengobral" pesawat pesawat mereka.

Pemain lama bisa berarti juga maskapai yang mengembalikan pesawatnya ke pihak leasing karena tidak lagi mampu membayar biaya sewa/leasing, sudah tentu maskapai yang menangkap obralan pesawat dari pihak leasing ini tidak menggunakan nama maskapai saat ini tapi dengan nama lain atau mengklaim dari "grup" berbeda.

Sampai di sini pasti kita dapat melihat contoh maskapai yang muncul di tanah air saat pandemi masih berlangsung dari deskripsi di atas bukan?

Ya, pandemi memang tidak hanya membuat banyak maskapai gugur saja tapi juga melahirkan "maskapai baru tapi lama".

Walau adakalanya terdapat perbedaan klaim mengenai satu manajemen ataupun terpisah dari pihak maskapai, publik pun bisa beranggapan bahwa maskapai tersebut tengah membeli baju baru, bukan berganti baju karena mereka masih menyimpan dan menggunakan baju (livery/maskapai) lamanya.

Salah kah mereka? Sama sekali tidak.

sumber gambar : needpix.com
sumber gambar : needpix.com

Mungkin ada yang bertanya, kalau maskapai bisa membeli pesawat (walau bekas), mengapa tidak menggunakan uang yang tersedia untuk melanjutkan leasing pesawat mereka sebelumnya? Jawabannya sangat jelas, biaya membeli pesawat saat obral jauh lebih murah dari membayar leasing pesawat sebelumnya.

Bagi maskapai yang sudah menguasai pangsa pasar, mereka tetap perlu mempertahankannya, dan untuk melakukan itu mereka perlu siap dengan jumlah armada yang sebelumnya agar tetap dapat melayani rute rute dan frekuensi penerbangan mereka.

Jika ada yang mengikuti perkembangan dari "maskapai baru tapi lama" ini bisa melihat pertumbuhannya baik dari sisi jumlah armada hingga ke penambahan rute-rute penerbangan yang mereka tawarkan kepada pelaku perjalanan udara, laju pertumbuhan mereka bahkan bisa dikatakan melebihi dari maskapai mereka lainnya yang armada yang kini berkurang.

Perbedaan antara baju baru dan baju lama maskapai ini bukanlah hanya pada corak (livery)nya saja tetapi juga pada pesawat-pesawatnya di mana maskapai baru tapi lama ini lebih didominasi oleh pesawat obralan pesawat dari pihak leasing.

Jika kemudian ada yang bertanya apakah mungkin pesawat-pesawat dari maskapai lamanya dialihkan ke "maskapai baru tapi lama" mereka untuk segera dapat memosisikan maskapai di posisi sebelum pandemi? 

Untuk jawaban atas pertanyaan ini mungkin agak sulit dijawab tanpa ada bukti sekeras beton, namun seperti hal lain pada umumnya di mana segala hal mungkin (saja) terjadi.

Namun di zaman serba cepat informasi, jawaban atas pertanyaan di atas mungkin tidak sesulit dibandingkan 10--20 tahun yang lalu, di mana beberapa situs di internet ada yang menyajikan sejarah dari setiap unit pesawat baik berdasarkan nomor registrasi pesawat maupun serial produksi pabrik atau Manufacture Serial Number (MSN).

Kembali ke baju baru, apa yang dapat kita lihat dari fenomena ini?

Jika kita membeli baju, perubahan yang terlihat hanyalah penampilan luar kita sedangkan pribadi kita tidak, artinya kepribadian kita dengan segala kebiasaan dan perilaku kita tidak berubah.

Namun bagaimana jika maskapai atau melalui grup atau holding company-nya membeli baju baru? Apakah maskapai baru mereka ini akan dioperasikan dengan budaya yang sama dengan maskapai mereka lainnya?

Ibaratnya desain kursi pesawat bisa berbeda, begitu pun seragam kru kabin akan tetapi budaya maskapai baru yang dikelola oleh pemain aktif adalah sama, namun di lain sisi budaya merefleksikan layanan dan pemeliharaan pesawat serta lainnya.

Jika budayanya sama, maka setidaknya akan merefleksikan pola pemeliharaan yang sama, juga mungkin menggunakan fasilitas dan SDM yang sama yang dimiliki oleh grup atau holdingnya, outputnya bisa jadi berupa gangguan yang serupa pada setiap pesawatnya.

Misalnya ada pada inspeksi berkala yang mungkin adakalanya terlewati seperti inspeksi pada sistem sirkulasi udara, APU dan lainnya sehingga bisa jadi pesawat-pesawat mereka mengalami gangguan yang serupa, hanya saja waktunya berbeda-beda.

Akan tetapi bila kita melihatnya sebagai strategi perusahaan untuk mempertahankan pangsa pasarnya, maka langkah membeli baju baru (tapi bekas) sangat patut diapresiasi, karena bisa dibayangkan bila terjadi kekurangan pesawat pada rute dan frekuensi penerbangan.

Mobilitas pelaku perjalanan bukan satu-satunya yang terpengaruh akan tetapi juga distribusi bahan bahan pokok antar pulau yang selalu mengandalkan transportasi udara, kelangkaan barang dapat terjadi dan mendorong roket booster dari harga harganya.

Hanya saja ada satu hal yang mungkin bisa kita dalami adalah mengapa hanya ada satu pihak saja yang menangkap momen di mana ada obralan pesawat dari pihak leasing selama pandemi, apakah bisnis maskapai tidak dilihat sebagai bisnis dengan prospek yang secerah langit biru?

Bila ada pihak lain yang notabene bukan pemain yang sama atau pun lama, corak dunia penerbangan kita tidak hanya terlihat pada livery dari masing-masing maskapai tapi juga pelayanan dan hal-hal lainnya yang tercermin dari budaya maskapai masing-masing.

Salam Aviasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun