Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembangunan dan Akar Rumput, Berkaca dari Pulau Rempang

30 September 2023   07:08 Diperbarui: 4 Oktober 2023   18:23 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah di pulau pulau kita tidak sedikit jumlahnya dan sebagaian besar bukan merupakan pulau tak berpenghuni (inhabited islands), para penduduk di pulau pulau ini pun sudah menghuninya sejak generasi awal mereka dan bahkan mungkin jauh sebelum Indonesia merdeka.

Kita mungkin masih mengingat sengketa lahan yang terjadi di salah satu destinasi wisata di Lombok yang sudah sangat terkenal di dunia yaitu Gili Trawangan atau Gili T dimana lahan seluas 75 hektar menjadi pemicunya.

Penduduk lokal telah merintis pariwisata di Gili T dari mulanya hanya berupa hutan belantara menjadi kawasan wisata tercantik didunia, hanya saja mereka merintisnya di lahan dengan status Hak Pengelolahan Lahan (HPL) dan bukan Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak tahun 1993 (Kompas.com 23/2/23).

Namun memang kita selalu perlu melihat permasalahan dari dua sisi tapi begitu pula dalam menyelesaikannya, kita perlu melihat pada dua sisi sebagai bahan pertimbangannya serta mengevaluasi apa yang sebenarnya (dahulu), dimana letak awal permasalahannya.

Permen 17/2016 dan UU Agraria memang sudah menjelaskan segala ketentuan dan tata kelola lahan di pulau pulau dan pesisir, namun apakah kedua instrumen hukum ini telah disiram secara merata hingga akar rumputnya, dalam arti penduduk lokal sudah mengenal dan memahaminya.

Dalih Peningkatan Kesejahteraan

Tidak jarang terdengar bahwa pembangunan di sebuah daerah akan meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal, namun apakah pergantian atas lahan sudah meningkatkan kehidupan mereka, bagaimana dengan mata pencaharian (livelihood) mereka dan generasi mereka selanjutnya ?

Apabila selama ini mata pencahariannya sebagai nelayan, apakah ada peningkatan dalam hal cara mereka melakukan pekerjaannya, misalnya yang mulanya kapal mereka hanya menggunakan mesin "ketinting"  menjadi mesin tempel atau yang lebih berkualitas atau ukuran kapal yang menjadi lebih besar agar mereka dapat menampung hasil laut yang lebih banyak pula ?.

Relokasi hanya sebagai pergantian walau ada peningkatan pada kualitas bangunan, sedangkan mata pencaharian yang mereka jadikan penyambung hidup selanjutnya tidak meningkat ditengah pembangunan sebuah pabrik atau instalasi berpenghasilan besar.

Mudah mudah an tidak ada lagi sengketa lahan diantara negara dan penduduknya sendiri atas nama pembangunan walau pada dasarnya pembangunan adalah juga untuk penduduknya yang notabene adalah akar rumput di lahan yang akan dilakukan pembangunan.

Ibarat rumput itu sendiri yang bisa hijau subur jika dikelola dengan baik namun ketika akarnya diusik maka rumput mungkin tidak akan sehijau pada sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun