Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jet Stream Teridentifikasi dari Letusan Gunung Krakatau dan Manfaatnya bagi Penerbangan

18 September 2023   17:29 Diperbarui: 28 September 2023   12:21 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jet stream atau aliran jet terjemahan langsungnya merupakan salah satu fenomena alam berupa arus angin yang kencang dari barat ke timur di ketinggian sekitat 9-12 km dan terjadi di bagian utara dan selatan bumi.

Kecepatan angin pada jet stream dapat mencapai lebih dari 100 mph atau 160 kmh sehingga cukup dapat membawa dampak pada apapun yang melintas termasuk pesawat terbang.

Ada beberapa jenis jet stream namun yang utama ada dua yaitu polar stream dan sub tropical stream dimana polar stream terjadi di dua kawasan kutub sedangkan sub tropical stream terjadi di bagian atas kawasan tropical atau batas antara kawasan bersuhu hangat dengan kawasan bersuhu dingin.

Fenomena alam ini dapat memberikan manfaat kepada dunia penerbangan dengan dapat mempercepat waktu tempuh penerbangan dari barat ke timur khususnya kepada semua pesawat yang melintasnya,  namun pada arah sebaliknya memperlambat waktu tempuh.

Kawasan Atlantik Utara merupakan kawasan terpadat dalam dunia penerbangan khususnya penerbangan jarak jauh antara benua Amerika dan Eropa, kawasan menjadi salah satu lokasi lintasan jet stream ini.

Bagi maskapai yang melayani penerbangan pergi-pulang dari benua Amerika ke Eropa atau sebeliknya akan menghemat biaya pada bahan bakarnya selain dari penghematan waktu dalam kaitannya dengan utilisasi pesawat.

Namun jet stream juga dapat membawa turbulensi kepada pesawat termasuk clear air turbulence (CAT) pada ketinggian antara 23,000 feet - 39,000 feet yang terjadi akibat perubahan kecepatan dan arah angin atau yang dikenal dengan wind sheair atau geser angin bila diterjemahkan langsung.

Jenis turbulensi ini terjadi saat kondisi cuaca sangat cerah sehingga agak sulit dideteksi oleh radar namun dapat diprediksi lokasinya dengan memonitor pergerakan dan kecepatan serta arah dari jet stream.

Oleh karena itu pesawat pesawat yang walaipun sedang mengangkasa di langit yang biru dan cerah di kawasan yang berdekatan dengan lintasan jet stream dapat sewaktu waktu mengalami turbulensi jenis ini yang dapat berdampak pada penumpang dan kru kabin.

Badan Keselamatan Penerbangan Amerika (NTSB) mencatat sebanyak 163 orang menjadi korban luka luka akibat tubulensi mulai dari patah tulang hingga pendarahaam dalam dimana beberapa harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Bagi penumpang tidak ada salahnya memang untuk tetap berada di kursi dan mengikatkan dengan seat belt jika memang tidak ada desakan untuk meinggallkan kursi selama penerbangan, namun tidak hanya penumpang yang bisa terkena dampak turbulensi tetapi juga kru kabin yang ketika turbulensi tengah melayani para penumpang.

Turbulensi terutama CAT dapat terjadi karena pada dasarnya jet stream menghasilkan wind shear secara horizontal pada ujung nya yang dikarenakan oleh kecepatannya dan juga keadaan suhu udara disekitarnya.

Namun mungkin belum banyak dari kita yang mengetahui bahwa jet stream mulai diidentifikasi secara jelas pada letusan gunung Krakatau pada tahun 1883 atau lebih tepatnya efek letusannya yang bahkan berlangsung beberapa tahun setelah letusan.

Letusan Krakatau tercatat sebagai letusan terdahsyat dalam sejarah dan menewaskan.lebih dari 36,000 jiwa namun dibalik keganasan letusan Krakatau juga membuat pemandangan di langit dan fenomena alam lainnya berbeda seperti warna bulan yang menjadi biru dan terkadang hijau hingga warna langit saat matahari terbenam serta teridentifikasinya keberadaan dari jet stream.

Abu dari letusan Krakatau yang menyelimuti langit dunia saat letusan akhirnya berjatuhan ke permukaan bumi dan berganti menyelimuti apa saja yang ada di daratan dan perairan mulai dari kapal kapal, alat transportasi darat hingga bangunan bangunan.

Akan tetapi beberapa partikelnya tetap diangkasa terbawa oleh angin, terbawanya partikel oleh angin inilah yang kemudian menampakan angin yang sebelumnya belum diidentifikasi yang kini dikenal dengan jet stream.

Beberapa seniman di Eropa mengabadikan pemandangan langit yang menakjubkan ini melalui lukisan lukisannya, bahkan ada yang melukisnya dalam setiap 10 menit, karya karya seniman ini kemudian menjadi awal perkenalan antara penghuni bumi dengan jet stream.

Salah satu lukisan yang dinilai memiliki akurasi yang tinggi akan pengindentifikasi jet stream ini adalah "The Scream" karya Edvard Munch pada tahun 1839 yang melukis langit diatas kota Oslo dimana pada lukisannya terlihat adanya sekumpulan awan yang mengalir secara horizontal di angkasa.

Tidak mengherankan jika para seniman ini kemudian disebut oleh beberapa pihak sebagai kamera manusia atau human camera, karena walau belum ada kamera secanggih masa kini namun mereka tetap dapat menggambarkan apa yang terjadi ketika itu sesuai dengan kenyataan.

Seorang penulis yaitu Bishop S.E dalam karyanya yang dipublikasikan tanggal 29 Januari 1885 menyebutkan bahwa beberapa orang dan pengamat cuaca ketika itu menyebut fenomena alam dengan equatorial smoke stream.

Jet stream memang merupakan fenomena alam yang memberi manfaat terutama bagi penerbangan akan tetapi seiring dengan pertumbuhan dunia penerbangan dan juga aktivitas penduduk bumi, suhu udara bumi pun meningkat dimana penyebabnya adalah emisi karbondioksida.

Satu hal juga yang perlu diingat bahwa semakin seringnya turbulensi terjadi maka semakin sering pula para maskapai harus mengalihkan penerbangannya untuk menghindari turbulensi, hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial bagi maskapai yang perlu mengeluarkan biaya untuk ekstra bahan bakarnya tapi juga berimbas pada alam.

Hal ini karena semakin banyak jejak emisi yang dihasilkan dan pada akhirnya semakin membuat suhu menjadi semakin hangat yang dapat meningkatnya wind shear -- sebuah proses yang akan terus berputar.

Peningkatan suhu udara ini berdampak pula pada jet stream terutama pada kecepatannya  yang pada akhirnya berimbas pada peningkatan terjadinya clear air turbulence, setidaknya hal ini disimpulkan oleh beberapa ahli dunia.

Alam dengan fenomena dan kejadian kejadiannya merupakan proses alami yang memang perlu dilaluinya walau kadang membawa bencana namun diakhir hari intensitas kejadiannya dapat dipicu oleh manusia sebagai penghuninya.

Sumber dan Referensi:

  • noaa.gov/jetstream/global/jet-stream
  • en.m.wikipedia.org/wiki/Clear-air_turbulence
  • zenodo.org/record/1429293
  • bbc.com/news/science-environment-65844901
  • newscientist.com/article/2377658-turbulence-on-flights-is-getting-worse-because-of-climate-change/
  • en.m.wikipedia.org/wiki/Wind_shear
  • en.m.wikipedia.org/wiki/The_Scream

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun