Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Mengenal IATA Delay Codes

4 Mei 2023   01:22 Diperbarui: 8 Mei 2023   16:13 1760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterlambatan dalam penerbangan sipil komersial sepertinya menjadi topik klasik terutama dikalangan pelaku perjalanan udara. 

Kata klasik bila dalam industri musik bisa berarti lagu lama yang tetap enak didengar sepanjang masa, namun dalam kasus keterlambatan penerbangan sipil komersial, klasik berarti sesuatu yang kerap terjadi dan dapat dikatakan sering namun tidak enak didengar setiap kali ada pengumuman di pengeras suara bandara. 

Ini akan kedengarannya seperti permasalahan yang tidak pernah dituntaskan oleh pihak yang sering membuat keterlambatan penerbangan (baca : maskapai) terjadi serta membawa dampak yang tidak baik kepada pelaku perjalanan udara yang notabene adalah pelanggannya. 

Ironisnya lagi meskipun keterlambatan berarti biaya ekstra yang harus dikeluarkan maskapai namun sepertinya tidak terlalu ada efeknya bagi maskapai, benar tidaknya ini hanya maskapai yang mengetahuinya. 

Penjelasannya adalah semakin lama pesawat berada di darat (ground time) maka semakin banyak bahan bakar yang dikonsumsi pesawat, dan karena satu keterlambatan umumnya berimbas pada penerbangan berikutnya maka akan semakin banyak kerugian maskapai dalam satu hari periode. 

Lain halnya bila pesawat melakukan penerbangan jarak jauh dimana kru di kokpit bisa menutupi keterlambatan berikutnya selama penerbangan (En Route), namun pada penerbangan jarak pendek dan sedang kemungkinan itu sangat kecil. 

Kata klasik bagi media berarti menampilkan dan menyoroti keterlambatan penerbangan yang terjadi dari waktu ke waktu seperti yang dilakukan Kompas.com pada tanggal 3 Mei 2023 yang menyoroti keterlambatan yang masih terjadi pada salah satu maskapai di Indonesia. 

Hal ini dilakukan untuk (selalu) mengingatkan kepada penyedia jasa transportasi udara terhadap pelayanan dan kenyamanan (baca: hak) pengguna transportasi udara yang perlu diperhatikan dari dampak keterlambatan penerbangan. 

Maskapai sebenarnya sudah mengetahui "betul" penyebab umum dari permasalahan tersebut karena "umumnya" setiap maskapai memiliki sistem pelaporan keterlambatan yang terdapat di internal maskapai

Dalam perkembangannya sistem pelaporan keterlambatan yang berbeda beda dari satu maskapai dengan maskapai lain yang dapat membingungkan pihak pihak dalam menganalisisnya, oleh karena itu pihak IATA melakukan standarisasi sistem pelaporan keterlambatan ini yang dikenal dengan IATA Delay Codes.

Standarisasi dilakukan untuk mempermudah semua maskapai serta pihak pihak lain seperti bandara dan juga pemerintah dalam menganalisis akar permasalahan yang kerap terjadi atau berulang kali. 

Cara kerjanya mungkin kita dari sisi pelaku perjalanan, manfaatnya tidak terlalu besar dibandingkan maksud dan tujuan dari sistem ini yaitu untuk memudahkan maskapai mengidentifikasi akar permasalahan dari keterlambatan penerbangan

Namun secara singkat, aliran pelaporan ini terjadi di bandara kedatangan dan bandara tujuan, jadi bila ada pesawat yang terlambat lepas landas dari bandara keberangkatan maka bandara tujuan akan mengetahuinya sedini mungkin. 

IATA Delay Codes ini memiliki format berupa angka yakni 00--99, mari kita telesuri bersama kode kode nya :

Kode 00--09 Untuk Internal maskapai, maksudnya adalah keterlambatan yang disebabkan oleh aktivitas maskapai yang bersangkutan. 

Kode 11--19 Kelompok kode ini untuk keterlambatan yang disebabkan oleh penumpang serta penanganan bagasi. 

Kode 20--29 Kelompok kode ini untuk keterlambatan yang disebabkan oleh aktivitas kargo dan Mail, hal ini karena penerbangan sipil komersial pada dasarnya mengangkut penumpang dan kargo pada setiap penerbangannya. Namun kelompok kode ini bisa sangat efektif pada maskapai kargo. 

Kode 30--39 Kelompok kode ini untuk keterlambatan yang disebabkan oleh penanganan pesawat dan ramp (apron) di bandara. 

Kode 40--49 Kelompok kode ini merupakan kode yang sangat populer di telinga kita semua yaitu keterlambatan yang disebabkan oleh masalah teknis.

Kode 50--59 Kelompok kode ini untuk keterlambatan yang disebabkan oleh kerusakan (struktur/badan) pesawat serta sistem perlengkapan.

Kode 60--69 Kelompok kode ini juga termasuk yang sering terdengar di sistem pengumuman bandara dimana ini merujuk pada operasional (flight operation) dan kru pesawat sebagai penyebab keterlambatan. 

Kode 70--79 Kelompok kode ini adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kondisi cuaca baik di bandara keberangkatan dan tujuan maupun pada sepanjang rute penerbangan. 

Kode 80--89 Kelompok kode ini untuk penyebab keterlambatan dari pihak ATC serta bandara. 

Kode 90--99 Kelompok kode ini untuk penyebab lain lain yang tidak pada kelompok kode 00--89.

Selain pengelompokan dengan angka, kode yang di standarisasi IATA juga menggunakan kode huruf dibelakang  dua kode angka, kode huruf ini untuk merinci lebih detil penyebabnya. 

Jadi misalnya keterlambatan diakibatkan oleh penumpang maka kita tahu kode angkanya pasti dari 11-19 namun untuk rincinya kode 11 adalah kode untuk keterlambatan akibat penumpang yang telat check-in dalam hal ini ada kode PD (Passenger Delay) setelah angka 11. 

Sistem pelaporan yang di standarisasi oleh IATA ini kabarnya akan diperbaruhi untuk menyesuaikan dengan perkembangan. 

Kini pertanyaannya adalah sistem mana yang digunakan oleh maskapai yang sering delay, apakah sistem mereka sendiri atau sistem standar IATA? 

Jika standar IATA yang digunakan namun tetap tidak bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi delay oleh maskapai tersebut maka sistemnya tidak salah karena sistem dibuat untuk mempermudah manusia dalam melakukan kegiatannya termasuk memecahkan masalah. 

Sama halnya berlaku pada sistem yang non standar IATA namun bila dengan sistem ini juga tidak bisa menghilangkan kegemarannya membuat keterlambatan dan mengurangi kelancaran dan kenyamanan pelaku perjalanan udara, kesalahannya ada dimana? 

Jawabannya adalah penerapannya serta pemanfaatan sistemnya, siapa yang menerapkan dan memanfaatkan sistem tersebut?, 

Jawabannya adalah manusia yang seharusnya dapat memaksimalkan manfaat dari sistem tersebut. 

Apapun sistem pelaporan keterlambatan yang digunakan, analisis bisa dilakukan yang kemudian berlanjut pada pengidentifikasian akar permasalahan. 

Ilustrasinya seperti ini, bila penyebab keterlambatan lebih didominasi oleh teknis pesawat berarti akar masalah ada di pemeliharaan pesawat, proses selanjutnya menganalisis pada pusat pemerliharaan yang maskapai miliki. 

Jika pemeliharaan dikerjakan oleh pihak ketiga maka solusinya bisa berganti penyedia MRO nya. 

Akan tetapi masih ada satu kemungkinanya lagi yaitu maskapai memang tidak memiliki sistem pelaporan keterlambatan penerbangan sama sekali.

Salam Aviasi. 

(Bersambung) 

Sumber dan Refeeensi :

  • en.m.wikipedia.org/wiki/IATA_delay_codes
  • money.kompas.com/read/2023/05/03/171000726/penerbangan-lion-air-sering-terlambat-ylki--masa-tarif-sudah-tinggi-tapi-masih
  • bags-groundservices.com/wp-content/uploads/2022/04/PG-delay-codes-handbook-Rev.4-Date01JAN22.pdf
  • flytag.co/flight-delay-code.html
  • iata.org/en/publications/newsletters/iata-knowledge-hub/on-demand-webinarnew-iata-delay-codes-ahm-732-how-to-improve-performance-analysis/
  • iata.org/en/publications/newsletters/iata-knowledge-hub/on-demand-webinarnew-iata-delay-codes-ahm-732-how-to-improve-performance-analysis/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun