Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Melihat Lebih Dalam Biaya Penerbangan Haji

16 Februari 2023   13:17 Diperbarui: 18 Februari 2023   09:00 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewan Perwakilan Rakyat RI dan maskapai nasional sebagai penyedia angkutan haji  2023 dilakukan oleh flag carrier kita, sepakat dengan harga penerbangan haji untuk tahun 2023 sebesar Rp. 32,743,992.

Pada beberapa komentar warganet di pemberitaan tersebut ada yang menilai harga ini tinggi dan bahkan ada yang membandingkan dengan harga dari maskapai lain yang menurut mereka bahwa dengan membayar setengah dari harga penerbangan haji 2023 tersebut kita sudah mendapatkan perjalanan bolak balik untuk rute yang sama.

Ada dua hal yang mungkin terlewati oleh beberapa dari kita yaitu.maskapai nasional kita akan terbang kembali ke Indonesia dalam keadaan kosong setelah menurunkan jamaah untuk kemudian melakukan persiapan penerbangan haji selanjutnya. 

Dalam penerbangan isilah ini disebut dengan empty leg flight atau pada penerbangan charter dengan istilah penerbangan feri.

Sedangkan hal kedua adalah maskapai nasional harus menyewa beberapa pesawat untuk angkutan haji yang berarti adanya biaya sewa yang timbul yang merupakan biaya tambahan bagi maskapai dalam melakukan angkutan udara selama musim haji.

Ada satu faktor lagi yaitu manajemen resiko oleh maskapai terhadap.fluktuasi harga bahan bakar avtur yang merupakan biaya terbesar pada penerbangan. Pada pemberitaan tersebut, harga avtur yang digunakan dalam perhitungan adalah USD 94 sedangkan harga avtur saat ini berkisar USD 97.r

Penetapan harga penerbangan haji adalah tetap, dalam arti  tidak sama dengan penerbangan reguler pada umumnya dimana maskapai menggunakan armada yang dimiliki sehingga tidak perlu perlu menyewa pesawat tambahan.

Selain itu penerapan surcharge fee atau biaya tambahan sebagai kompensansi terhadap fluktuasi harga bahan bakar pesawat dapat dilakukan dengan kesepakatan dengan otoritas penerbangan setiap  saat diperlukan.

Pada hari hari besar atau musim liburan seperti  Idul Fitri, Natal dan tahun baru biasanya.semua moda transportasi termasuk maskapai kita melakukan perjalanan ekstra, yang mana saat kmbali ke base mereka dalam keadaan kosong, untuk menutupi biaya operasional pada perjalanan kosong tersebut maka penyedia jasa transortasi melakukan penyesuaian harga tiket.

Namun bagaimana kompensasi yang dilakukan oleh maskapai terhadap biaya sewa pesawat pada penerbangan haji ini, apakah juga dibebankan pada total keseluruhan biaya penerbangan haji ini? 

Apabila iya maka beban biaya penerbangan haji ini tidak hanya berupa kompensasi untuk penerbangan empty leg saja tetapi juga untuk biaya sewa pesawat.

Besar jumlah beban biaya untuk penerbangan empty leg mungkin agak sulit diketahui karena kita tidak dapat mengetahui base price atau harga dasar yang ditetapkan oleh maskapai untuk penerbangan satu arahnya.

Walau sebenarnya kita bisa melihat harga dari maskapai lain yang melakukan penerbangan reguler ke rute yang sama sebagai bahan pertimbangan bukan bahan perbandingan.

Begitu pula untuk beban biaya sewa yang tidak dapat tersedia secara publik karena hajya dapat diketahui oleh pihak pihak yang terlibat pada perjanjian sewa, namun mari kita menggunakan asumsi asumsi untuk memberikan sedikit gambaran.

Ilustrasinya seperti ini, misalnya biaya sewa pesawat selama musim haji 2023 sebesar Rp. 50 milyar dengan asumsi jumlah tersebut untuk sewa jumlah pesawat sesuai kebutuhan maskapai.untuk mengangkut jamaah.

Jika jumlah ini dibebankan ke total jamaah haji sebanyak 200,000 (pembulatan) maka beban per jamaah untuk biaya sewa adalah Rp 50,000,000,000/200,000 jamaah sehingga didapat angka Rp. 250,000 per jamaah.

Sedangkan faktanya tidak semua jamaah haji Indonesia diangkut oleh maskapai nasional dimana dari 200,000 jamaah, maskapai nasional akan mengangkut setengahnya atau sekitar 100,000 jamaah.

Jika memang beban biaya sewa hanya kepada jamaah haji yang diangkut oleh maskapai nasional yaitu sebanyak 100,000 jamaah berarti didapat angka Rp 500,000/jamaah dan belum termasuk beban biaya penerbangan empty leg, ini adalah beban biaya sewa atas penambahan armada selama musim haji 2023 oleh setiap jamaah.

Beban biaya sewa oleh jamaah haji ini bisa lebih tinggi namun juga bisa rendah sesuai dengan total beban biaya sewa untuk tambahan armada pesawat.

Itu sebenarnya intinya bukan pada besaran biaya namun pada bagaimana bisa mengurangi faktor penyebab kenaikkan biaya penerbangan haji di masa masa mendatang.

Sedangkan jumlah 100,000 jamaah lainnya akan diangkut oleh maskapai Saudi, pertanyaannya apakah biaya penerbangan yang dipatok oleh maskapai Saudi sama dengan harga dari maskapai nasional? 

Mungkin iya jika maskapai tersebut juga harus menyewa pesawat tambahan namun juga tidak yang secara otomatis biaya penerbangannya akan lebih rendah secara teori.

Asumsi biaya sewa Rp. 50,000,000,000 didasari oleh pendapatan pesawat dengan kapasitas 300 pax seperti pesawat Boeing B-777 yang melakukan penerbangan dari Jakarta ke Jeddah pulang pergi dengan harga tiket £ 1,218 (Rp.22,256,634)/orang dalam keadaan normal di luar musim haji.

Total pendapatan didapat dalam satu kali penerbangan pulang pergi adalah Rp. 22,256,634 x 300= Rp. 6,676,990,200.

Kalau jumlah ini dikalikan dengan jumlah mininum penerbangan yang dilakukan selama musim haji sebanyak 10 kali saja sudah didapat.angka Rp. 60,676,99,200 untuk satu pesawat.

Sedangkan biaya sewa mungkin bisa lebih dari itu dengan melihat potensi pendapatan untuk sekali penerbangan.

Akan tetapi hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian adalah bagaimana maskapai kita dapat mengangkut jamaah sesuai jumlah jamaah haji kita di masa mendatang karena penerbangan haji akan berlangsung setiap tahunnya, dan jika harga sewa naik maka imbasnya pada biaya penerbangan setiap tahunnya selain dari faktor inflasi dan fluktuavsi harga avtur.

Pada pemberitaan tersebut, sang CEO juga sempat mengungkapkan kekagetannya mendengar kenaikkan biaya sewa pesawat sebesar 30%, keadaan ini jelas akan memberi pengaruh pada pendapatan operasional maskapai pada penerbangan haji nantinya.

Bagaimana kita bisa mengurangi faktor dari penetapan harga penerbangan haji ini dengan hanya berupa fluktuasi harga bahan bakar dan tingkat inflasi tanpa beban biaya sewa?

Apakah perlu penguatan armada kepada maskapai berupa pesawat berbadan lebar? Jika perlu, apakah tidak akan membebani kinerja keuangan maskapai pada biaya leasing?

Mungkin jawabannya iya selain juga biaya operasional yang harus dipikul oleh maskapai bila tidak musim haji, namun di sisi lain apakah utilisasi pesawat berbadan lebar hanya untuk penerbangan haji ataupun umrah saja?

Ini sebenarnya bisa menjadi momentum bagi maskapai kebanggaan kita membuktikan dirinya bisa berkompetisi dengan maskapai lainnya di pasar penerbangan internasional.

Terlebih lagi maskapai kita sudah beberapa kali mendapatakn penghargaan yang membanggakan dari Skytrax, prestasi ini sebaiknya dipertahankan dan bahkan ditingkatkan lagi.

Maskapai kita bisa memanfaatkan (baca : utilisasi) pesawat berbadan lebar nantinya untuk membuka rute rute penerbangan internasional baik penerbangan antar kota antar negara maupun antar kota antar benua serta menghubungkan kota kota di Indonesia dengan kota kota lain didunia baik pada segmen bisnis maupun leisure.

Sedangkan untuk biaya leasing dan operasionalnya bisa ditutupi dengan hasil dari penerbangan internasional tersebut serta dari penerbangan haji dan umrah.

Menurut pemberitaan di Kompas, CEO dari maskapai flag carrier kita mengatakan bahwa margin dari penerbangan haji tahun 2023 ini hanya sebesar 2,5% atau bila dihitung dengan jumlah jamaah haji 100,000 jamah yang diangkut (Rp.32,743,992 X 100,000) X 2.5% akan didapat margin sebesar Rp.81,859,900,000 atau jika di kurs kan ke dollar dengan rate Rp.15,020 adalah USD 5,450,059

Walaupun jumlah margin ini belum bisa dipastikan apakah jumlah margin net setelah pajak, penyusutan dan depresiasi namun demikian jumlah ini bil7a tanpa menyewa pesawat setiap tahunnya maka margin nya semakin besar walau persentase nya sama.

Alternatif lain adalah dengan mengundang lebih dari satu pihak yang bisa meliputi maskapai dan perusahaan leasing pesawat dari dalam negeri atau yang berpartner dengan maskapai yang beroperasi di Indonesia untuk angkutan haji ini.

Dengan begitu kita memiliki perbandingan harga, selain itu ada kemungkinan maskapai yang diundang tersebut tidak perlu menyewa pesawat sehingga biaya kompensasi hanya pada penerbangan empty leg dan fluktuasi harga avtur.

Mengapa semua hal diatas penting? Karena penerbangan haji tidak sama dengan penerbangan reguler yang terdapat batas tarif atas dan bawah, sehingga penetapan harga perlu didasari atas sesuatu hal.

Selain itu agar peningkatan harga penerbangan setiap tahunnya tidak dipengaruhi oleh biaya sewa pesawat oleh pihak penyedia angkutan udara haji sebagai faktor tambahan dari faktor inflasi dan penerbangan empty leg.

Penerbangan haji serupa walau tidak sepenuhnya sama dengan penerbangan chater yang didasari oleh adanya empty leg pada penerbangan yang dilakukan dan , namun pihak penyewa nya adalah negara atas nama seluruh jamaah.

Oleh karenanya pihak penyewa ada baiknya mengetahui secara detil dasar penetapan harga tersebut baik dengan melihat harga dari maskapai lain pada rute yang sama sebagai bahan pertimbangan maupun jika memungkinkan mengetahui harga dasar penerbangan yang ditetapkan oleh pihak penyedia jasa angkutan haji sebagai salah satu kesepakatan pada perjanjian sewa.

Sebabnya adalah tidak lah umum bagi maskapai mengumbar base price mereka ke pihak luar karena alasan kompetisi, namun ketika tidak ada lagi kompetisi serta untuk kepentingan yang lebih besar, apakah dasar tersebut masih dapat menjadi dasar, terlebih ketika pihak penyewa adalah pihak pemegang saham mayoritas nya?

Referensi: nasional.kompas.com | skyscanner.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun