Terlebih lagi maskapai kita sudah beberapa kali mendapatakn penghargaan yang membanggakan dari Skytrax, prestasi ini sebaiknya dipertahankan dan bahkan ditingkatkan lagi.
Maskapai kita bisa memanfaatkan (baca : utilisasi) pesawat berbadan lebar nantinya untuk membuka rute rute penerbangan internasional baik penerbangan antar kota antar negara maupun antar kota antar benua serta menghubungkan kota kota di Indonesia dengan kota kota lain didunia baik pada segmen bisnis maupun leisure.
Sedangkan untuk biaya leasing dan operasionalnya bisa ditutupi dengan hasil dari penerbangan internasional tersebut serta dari penerbangan haji dan umrah.
Menurut pemberitaan di Kompas, CEO dari maskapai flag carrier kita mengatakan bahwa margin dari penerbangan haji tahun 2023 ini hanya sebesar 2,5% atau bila dihitung dengan jumlah jamaah haji 100,000 jamah yang diangkut (Rp.32,743,992 X 100,000) X 2.5% akan didapat margin sebesar Rp.81,859,900,000 atau jika di kurs kan ke dollar dengan rate Rp.15,020 adalah USD 5,450,059
Walaupun jumlah margin ini belum bisa dipastikan apakah jumlah margin net setelah pajak, penyusutan dan depresiasi namun demikian jumlah ini bil7a tanpa menyewa pesawat setiap tahunnya maka margin nya semakin besar walau persentase nya sama.
Alternatif lain adalah dengan mengundang lebih dari satu pihak yang bisa meliputi maskapai dan perusahaan leasing pesawat dari dalam negeri atau yang berpartner dengan maskapai yang beroperasi di Indonesia untuk angkutan haji ini.
Dengan begitu kita memiliki perbandingan harga, selain itu ada kemungkinan maskapai yang diundang tersebut tidak perlu menyewa pesawat sehingga biaya kompensasi hanya pada penerbangan empty leg dan fluktuasi harga avtur.
Mengapa semua hal diatas penting? Karena penerbangan haji tidak sama dengan penerbangan reguler yang terdapat batas tarif atas dan bawah, sehingga penetapan harga perlu didasari atas sesuatu hal.
Selain itu agar peningkatan harga penerbangan setiap tahunnya tidak dipengaruhi oleh biaya sewa pesawat oleh pihak penyedia angkutan udara haji sebagai faktor tambahan dari faktor inflasi dan penerbangan empty leg.
Penerbangan haji serupa walau tidak sepenuhnya sama dengan penerbangan chater yang didasari oleh adanya empty leg pada penerbangan yang dilakukan dan , namun pihak penyewa nya adalah negara atas nama seluruh jamaah.
Oleh karenanya pihak penyewa ada baiknya mengetahui secara detil dasar penetapan harga tersebut baik dengan melihat harga dari maskapai lain pada rute yang sama sebagai bahan pertimbangan maupun jika memungkinkan mengetahui harga dasar penerbangan yang ditetapkan oleh pihak penyedia jasa angkutan haji sebagai salah satu kesepakatan pada perjanjian sewa.