Sebagai ilustrasi lagi, bila maskapai A melayani rute penerbangan Sydney-Denpasar-Bangkok pp maka ada potensi trafik dari Sydney dan Bangkok, rute ini lebih banyak menghasilkan potensi turis daripada rute Sydney-Denpasar pp.
Kemudian bila ada maskapai B melayani rute penerbangan New Dehli-Denpasar-Honolulu pp, yang bisa mendatangkan lebih banyak lagi turis dari Amerika ke Bali.
Rute tersebut hanya mengilustrasikan potensi konektivitas bandara Ngurah Rai dengan bandara diseluruh dunia jika menjadi bandara transit, sedangkan rute akan bergantung pada masing masing maskapai.
Akan tetapi ini tidak diterapkan di Bandara Ngurah Rai dimana sebabnya juga bukan karena Bali tidak ingin lebih banyak lagi turis mancanegara dari banyak negara untuk berkunjung ke Bali melainkan karena langit atau udara Indonesia tidak atau belum menerapkan kebebasan langit ke 5 Â pada 9 kebebasan langit (9 Freedoms of Air) yang lahir bersamaan dengan lahirnya Konvensi Chicago sebagai pedoman baku penerbangan dunia.
Sehingga tidak hanya di Bali saja melainkan berlaku disemua bandara yang berlokasi di ruang udara Indonesia, ini juga yang menjadi hambatan berlakunya Asean Open Sky di Indonesia dimana membuka juga pemberlakuan kebebasan ke 8 pada 9 kebebasan langit.
Keadaan ini berbeda dengan di bandara Changi dimana maskapai Indonesia bisa transit serta menurunkan dan mengangkut penumpang di Changi dan kemudian terbang ke negara lain selain Indonesia, mungkin karena Singapore hanya memiliki satu bandara internasional atau juga karena open econnomy nya.
Hal ini juga bisa dilihat sebagai pentingnya konektivitas bandara ke berbagai destinasi untuk lebih menyumbangkan trafik ke Changi sehingga meningkatkan pendapatan Changi dan juga berkontribusi kepada perekonomian Singapore.
Pada website ICAO, kebebasan langit kelima disebutkan sebagai berikut 'the right or privilege, in respect of scheduled international air services, granted by one State to another State to put down and to take on, in the territory of the first State, traffic coming from or destined to a third State (also known as a Fifth Freedom Right).'
Ini bisa diilustrasikan dengan maskapai A asal negara A melayani rute ke negara C dengan transit serta dapat menurunkan dan  mengangkut penumpang dan kargo di Indonesia ke bandara C di negara C.
Kebebasan kelima ini agak mirip dengan kebebasan kedua namun bedanya maskapai hanya diijinkan mendarat di Indonesia untuk keperluan teknis seperti gangguan pesawat dan pengisian bahan bakar.