Mohon tunggu...
Ahmad Syariful Ahya Dalimunthe
Ahmad Syariful Ahya Dalimunthe Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Orang sigma

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Tunda Tugas

24 September 2024   19:48 Diperbarui: 24 September 2024   19:59 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu malam, saat Delynn datang untuk belajar bersama, Aran terlihat sangat cemas. "Aran, kamu tampak tidak enak badan. Apa ada yang salah?" tanyanya. Aran menghela napas dalam-dalam. "Aku hanya merasa tertekan. Tugas ini terlalu banyak dan aku takut tidak bisa menyelesaikannya. Aku merasa semua harapan ada di pundakku."

Delynn memandangnya dengan lembut. "Kita bisa membagi tugas ini. Jangan ragu untuk meminta bantuan. Aku ada di sini untukmu." Aran mengangguk, tetapi rasa cemasnya tidak kunjung reda. Hari demi hari berlalu, dan meski mereka belajar bersama, Aran merasa tidak ada kemajuan yang signifikan. 

Suatu sore, setelah belajar, Aran pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk. Ia melihat ibunya yang sedang menunggu di ruang tamu. "Aran, bagaimana dengan tugas sekolahmu? Apa kamu sudah menyelesaikannya?" tanya ibunya. Rasa takut membuat Aran tidak bisa menjawab. Ia hanya mengangguk. Namun, ibunya menatapnya dengan cemas. "Jika ada yang salah, kamu bisa bercerita padaku."

Aran merasa berat hati. "Aku tidak ingin mengecewakan mereka," pikirnya. Malam itu, ia terjaga, terbayang raut wajah kecewa ibunya jika tahu nilai-nilainya. Ia merasa seolah-olah terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar.

Hasil ujian yang keluar tidak membantu mengurangi kecemasan Aran. Nilainya jauh di bawah harapan, dan setiap kali ia melihat raut wajah kecewa orang tuanya, hatinya semakin berat. Meskipun Delynn selalu memberinya semangat, Aran merasa dirinya tidak cukup baik. "Aku harus bisa lebih baik," pikirnya sambil menatap tumpukan buku di meja belajarnya.

Hari pengumpulan tiba. Aran menyerahkan tugasnya, tetapi ia tahu itu tidak cukup baik. Ibu Oniel memandangnya dengan serius. "Aran, saya melihat kamu tidak memberikan yang terbaik. Ini bukan sekadar soal tugas, tapi tentang usaha dan komitmen." Aran merasa hancur. "Aku telah berusaha, tetapi ini semua terlalu berat," pikirnya, air mata mulai menggenang di matanya. Delynn melihatnya dan menenangkannya sambil berkata "Kamu sudah berusaha sebaik mungkin. Kita semua punya tantangan."

Setelah hari itu, Aran merasa bingung. Ia pulang dengan perasaan campur aduk. Meskipun Delynn berusaha menghiburnya, rasa putus asanya tetap ada. Di malam hari, Aran tidak bisa tidur. Ia terjaga memikirkan masa depannya dan apa yang akan terjadi jika ia terus gagal. "Apakah aku harus memberi tahu orang tuaku?" pikirnya. Rasa takut akan reaksi mereka mengganggu pikirannya.

Dalam keputusasaannya, Aran memutuskan untuk berbicara dengan Ibu Oniel. Keesokan harinya, setelah pelajaran selesai, ia mengumpulkan keberanian untuk mendatangi Ibu Oniel. "Bu, saya ingin berbicara tentang semua tugas yang tertinggal. Saya merasa sangat tertekan," ungkapnya dengan suara bergetar. Ibu Oniel memperhatikan Aran dengan serius. "Aran, penting untuk terbuka tentang perasaanmu. Kami di sini untuk membantumu. Jika kamu merasa kesulitan, jangan ragu untuk mencari bantuan. Tugas itu memang penting, tetapi kesehatan mentalmu juga sama pentingnya."

Kata-kata Ibu Oniel membuat Aran merasa sedikit lega. Ia menceritakan semua yang ia rasakan, tentang tekanan dari orang tua, ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas, dan rasa cemas yang terus menghantuinya. Ibu Oniel mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu memberikan beberapa saran. "Mari kita buat rencana yang lebih realistis. Kamu tidak perlu menyelesaikan semuanya sekaligus. Kita bisa bagi tugas-tugas itu menjadi bagian yang lebih kecil."

Dengan bimbingan Ibu Oniel, Aran merasa ada harapan. Ia pulang dengan semangat baru. Aran dan Delynn kembali bertemu untuk belajar. "Aku

 berbiara dengan Ibu Oniel, dan dia memberiku beberapa saran. Kita bisa membuat rencana belajar yang lebih teratur," kata Aran dengan senyuman. Delynn mengangguk. "Bagus! Mari kita lakukan itu. Aku akan selalu di sini untuk membantumu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun