Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Umurnya Cuma 3 Bulan, Jangan Berprasangka Buruk pada Mereka

13 Desember 2020   06:33 Diperbarui: 14 Desember 2020   05:31 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kreativitas kata kunci pertama dan utama bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi daging ayam dan telur. Agar masakan dengan bahan telur atau daging ayam menarik dan menimbulkan selera, bagi siapa saja yang melihatnya.

Susah dan bingung menentukan akan memasak apa hari ini menjadi keluhan yang umum ditemui kala ibu-ibu bertemu. Entah saat belanja di warung sayur tetangga, saat arisan, saat bertemu di jalan kampung atau perumahan. Mereka selalu mengulang kebingungannya, bagaimana agar masakannya dimakan dan disukai oleh keluarga.

Tidak sedikit ibu-ibu kesal, manakala masakannya tidak habis. Bahkan tidak disentuh sama sekali okeh suami atau anak-anak, dengan berbagai alasan.

Ayam betutu (foto:ko in)
Ayam betutu (foto:ko in)
Tetapi ketahuilah ibu-ibu, bukan berarti mereka tidak suka dengan masakan ibu. Atau karena masakannya tidak enak. Tetapi lebih dikarenakan tampilan, terkadang kurang menarik. Apalagi saat aktivitas anggota keluarga lebih banyak di luar rumah. Entah di kantor, sekolah atau kampus.

Hal ini saya alami sendiri saat masih usia belasan. Kira-kira masih di sekolah menengah pertama (SMP). Mungkin ibu sudah capek hati, menyiapkan makanan tidak ada yang memakannya. Sehingga ibu masak apa adanya.

Telur dadar kekinian (foto:ko in)
Telur dadar kekinian (foto:ko in)
Saat saya benar-benar lapar, nafsu makan hilang saat melihat apa yang ada di meja makan. Tetapi rasa lapar tidak dapat diajak untuk berkompromi. Maka saya berinisiatif membuat lauk sendiri, untuk makan malam. Saya buat telur dadar campur apa saja yang ada di meja makan.

Baik itu tahu, bakwan atau tempe goreng yang saya potong kecil-kecil Plus beberapa butir rajangan cabe rawit, onclang dan bawang merah dari lemari pendingin.

Hasilnya, telur dadar seperti martabak. Ukurannya besar, panas dan aromanya khas telur dadar yang menggoda untuk segera makan malam. Padahal saat melihat tempe, tahu dan bakwan di meja makan sebelumnya kurang berselera.

Tetapi setelah digoreng lagi dengan telur. Tampilannya jadi menggoda dan rasanya, "Ehmmm…" Apalagi buatan sendiri dan telurnya dari ayam kampung peliharaan sendiri. 

Telur dari ayam petelur (foto:ko in)
Telur dari ayam petelur (foto:ko in)
Saya lebih suka telur ayam kampung dibanding telur dari ayam petelur, yang banyak dijual di warung atau mini market. Walau ukurannya lebih besar tapi soal rasa berbeda.

Perbedaan ini karena adanya perlakuan dan penanganan atau perawatannya terhadap kedua jenis ayam yang tidak sama. Ini sekaligus menjawab tentang berbagai informasi yang kurang tepat, seputar ayam pedaging dan ayam petelur. Bahkan ada yang membuat hoaks tentang jenis ayam tersebut. 

Jangan berprasangka buruk pada mereka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun