Kreativitas kata kunci pertama dan utama bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi daging ayam dan telur. Agar masakan dengan bahan telur atau daging ayam menarik dan menimbulkan selera, bagi siapa saja yang melihatnya.
Susah dan bingung menentukan akan memasak apa hari ini menjadi keluhan yang umum ditemui kala ibu-ibu bertemu. Entah saat belanja di warung sayur tetangga, saat arisan, saat bertemu di jalan kampung atau perumahan. Mereka selalu mengulang kebingungannya, bagaimana agar masakannya dimakan dan disukai oleh keluarga.
Tidak sedikit ibu-ibu kesal, manakala masakannya tidak habis. Bahkan tidak disentuh sama sekali okeh suami atau anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hal ini saya alami sendiri saat masih usia belasan. Kira-kira masih di sekolah menengah pertama (SMP). Mungkin ibu sudah capek hati, menyiapkan makanan tidak ada yang memakannya. Sehingga ibu masak apa adanya.
Baik itu tahu, bakwan atau tempe goreng yang saya potong kecil-kecil Plus beberapa butir rajangan cabe rawit, onclang dan bawang merah dari lemari pendingin.
Hasilnya, telur dadar seperti martabak. Ukurannya besar, panas dan aromanya khas telur dadar yang menggoda untuk segera makan malam. Padahal saat melihat tempe, tahu dan bakwan di meja makan sebelumnya kurang berselera.
Tetapi setelah digoreng lagi dengan telur. Tampilannya jadi menggoda dan rasanya, "Ehmmm…" Apalagi buatan sendiri dan telurnya dari ayam kampung peliharaan sendiri.Â
Perbedaan ini karena adanya perlakuan dan penanganan atau perawatannya terhadap kedua jenis ayam yang tidak sama. Ini sekaligus menjawab tentang berbagai informasi yang kurang tepat, seputar ayam pedaging dan ayam petelur. Bahkan ada yang membuat hoaks tentang jenis ayam tersebut.Â