Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Telepon Umum dan Kampoeng Ketandan Yogya

9 Februari 2018   11:40 Diperbarui: 10 Februari 2018   20:26 1328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya modern di Ketandan (Foto: Ko In)

Tahun baru Imlek jatuh tanggal 16 Februari. Aneka ramalan terkait usaha atau bisnis,  situasi alam dan tidak ketinggalan meneropong hubungan asmara menjadi sesuatu yang menarik. Sekaligus lucu dan menyenangkan.  Menerawang masa depan mungkin sekedar intermezo tetapi tidak sedikit yang ingin memperoleh gambar kepastian.

Walau semua  tahu bahwa masa depan  dan skenario kehidupan milik Sang Waktu .

Jikalau hujan turun membasahi Kampoeng Ketandan tidak ada salahnya mencari wedang ronde. Panas dan hangatnya akan mengusir hawa dingin sekitar Ketandan. Jangan khawatir Pekan Budaya Tionghoa diisi dengan berbagai acara yang mampu menghangatkan suasana. Seperti  pemilihan Cici Koko Yogya, Chinese Caligraphy, Chinese Painting, Story Telling dan  Tongue Twister serta lomba Jianzi. 

Shuttlecock (Foto:Ko In)
Shuttlecock (Foto:Ko In)
Jianzi olahraga tradisional Tiongkok dengan menggunakan shuttlecock yang dibuat dari beberapa lembar bulu angsa dan pemberat  dari karet atau plastik. Permainan ini seperti permainan tradisional anak-anak  yang alatnya terbuat dari kumpulan  karet gelang kemudian di tendang dengan bagian dalam kaki, supaya tidak jatuh.

Pekan Budaya Tionghoa tahun ini bertema Harmoni Budaya Nusantara, diawali dengan Karnaval Budaya Nusantara dari Taman Parkir Abu Bakar Ali menuju Alun-alun Utara Yogya.  So pasti pada tanggal 24 Februari sebelum  pukul 18:00 jalan Malioboro akan ditutup untuk kendaraan. Wisatawan yang sedang berkunjung ke Yogya dengan kendaraan, silahkan lewat jalan lain.

Foto: Pekan Budaya Tionghoa Yogya
Foto: Pekan Budaya Tionghoa Yogya
Sebagai gantinya Malioboro akan penuh oleh masyarakat dan wisatawan yang menyaksikan  karnaval barongsai, drumband, Naga  LED dan Gendawang. Gendawang ini seperti ondel-ondel , tingginya  tiga meter yang dimainkan satu orang.  Bedanya, gendawang ini bisa dimainkan bahkan dapat menari.

Foto: Pekan Budaya Tionghoa Yogya
Foto: Pekan Budaya Tionghoa Yogya
Sehari sebelumnya, di atrium Jogja City Mall berlangsung Jogja Dragon Festival VII  atau Festival Naga Barongsai memperebutkan Piala Raja Hamengku Buwono X. Lomba bagi kelompok pemain barongsai, dimana enam kelompok terpilih akan memainkan naga barongsainya di acara Karnaval Budaya Nusantara.

Tidak kalah serunya adalah pertunjukan wayang potehi sejenis wayang golek. Pengunjung mendapat kesempatan untuk melukis atau mengecat kepala wayang potehi. Cukup dengan Rp 20 ribu dapat membawa pulang kepala wayung potehi yang sudah dicat sesuai selera.

Wayang potehi (Foto:Ko In)
Wayang potehi (Foto:Ko In)
Wayang potehi , merupakan kesenian opera berasal dari Tiongkok pada era Dinasti Tan . Dalam pementasan wayang di ajang Pekan Budaya Tionghoa Yogya atau PBTY, dalang yang memainkan wayang potehi  bukan orang Tionghoa. Tetapi dari etnis Jawa bernama Purwanto, kru musik pertunjukan wayang semuanya asli orang Jawa yang tergabung  dalam paguyuban Fu He An atau Hok Ho An dari Gudo, Jombang Jawa Timur.

Masihkah suka mengusik aneka perbedaan...?

Perbedaan itu memperkaya budaya. Perbedaan mampu menciptakan harmoni antara sesama  penghuni bumi  Nusantara. Perbedaan itu menarik. Tidak membosankan dan patut disyukuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun