Kebiasaan itu lambat laun mulai berkurang dan jarang semenjak anak kami laki-laki satu-satunya, diterima kuliah di perguruan tinggi negeri. Gantinya, setiap kali ke kampus saat akan melakukan praktikum lapangan, saya sering melihat minyak kayu putih Cap Lang yang biasa ada di kotak obat keluarga berpindah ke tas kuliahnya.
Jika lupa membawa minyak kayu putih maka oleh-olehnya berupa bentol-bentol di tangan dan terkadang leher  penuh dengan bintik-bintik merah .
Sejak itu kakaknya tidak pernah lagi meledhek adiknya. Malah sering mengingatkan, "Dek, minyak kayu putihnya jangan lupa.....!". Manakala mengetahui adiknya akan praktik lapangan. Mungkin kasihan melihat kulit adiknya tambah hitam ditambah bentol-bentol berwarna merah di kulit akibat gigitan serangga yang tidak cepat dioles dengan minyak kayu putih.
Adiknya pun menjawab singkat, "Iya, mbak....!" Â sambil berpamitan untuk pergi ke kampus atau ke hutan Wanagama.
Generasi Z, Generasi Minyak Kayu Putih Aroma
Menurutnya ada sedikit bau harum. Beberapa teman perempuan yang biasa meminta minyak kayu putih saat praktikum di lapangan. Berkomentar minyak kayu putih yang ini, aroma atau baunya sedikit manis. Mungkin maksudnya, wangi.
Setelah teman-temannya membalur tangan, kaki dan lehernya dengan minyak KayuPutihAroma lavender Cap Lang. Anak saya merasa heran dengan sikap teman-temannya saat melakukan pengamatan atau penelitian terhadap bibit tanaman.
Mereka cenderung lebih teliti, sabar serta betah ada di tempat praktikum lapangan atau hutan untuk mengukur dan mencatat beberapa bibit tanaman yang menjadi obyek penelitian mereka.
"Tumben  Uut yang biasanya bawel, gak sabaran. Jadi anteng bawaannya," cerita anak kami, yang akrab dipanggil Nil oleh teman-temannya.