Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Berbagi dari Pemecah, Pemahat dan Pengukir Batu

7 Oktober 2017   03:30 Diperbarui: 7 Oktober 2017   17:27 2967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian peralatan kerja. Cuplik, tatah, meteran,kayu, palu (Foto: Ko In)

Dan salah satu anak tetangga dimana bapaknya pernah belajar bagaimana membuat nisan dari mbah Sastro. Anak itu pernah belajar kepada cucu mbah Sastro, Ag. Purwantoro. Ada kesinambungan dan nilai filosofi pentingnya berbagi dan memberi ilmu atau pengalaman. Proses belajar dilakukan secara turun menurun tanpa memandang adanya hubungan kekerabatan dan tingkat sosial.  

"Murid" Purwantoro kini membuka usaha yang sama tetapi mengkhususkan pembuatan nisan dari bahan keramik atau marmer. Lokasinya tidak jauh dari rumah Ag. Purwantoro kira-kira satu kilometer jauhnya. Masih dalam satu dusun atau pedukuhan. 

Bengkel kerja Purwantoro (Foto: Ko In)
Bengkel kerja Purwantoro (Foto: Ko In)
Beberapa muridnya yang lain mampu membuka usaha yang sama di Wonosari, Gunung Kidul,Yogya. Kira-kira dua jam perjalanan untuk sampai ke Wonosari dari kediaman Purwantoro di Pakem, Sleman Yogya. 

Ketika disinggung apakah tidak merasa khawatir takut mendapat saingan dan mengurangi pasar penjualan nisan klasik. "Nggak papa....., lebih baik maju bersama," jawabnya singkat dengan nada datar tanpa emosi. Sikap khas orang Jawa yang nrimo bukan menunjukkan ketidak mampuan namun lebih pada kemampuan mengolah sikap untuk mencapai kearifan.

Sejahtera bersama,  istilah mas Pur. Ini menggambarkan bagaimana etos kerja cucu dari mbah Sastro mengedepankan sikap berbagi, menjalankan keseimbangan hidup dalam tataran praksis bukan sekedar teori atau retoris.

Sebagian peralatan kerja. Cuplik, tatah, meteran,kayu, palu (Foto: Ko In)
Sebagian peralatan kerja. Cuplik, tatah, meteran,kayu, palu (Foto: Ko In)
Alam memberinya sumberdaya berupa batu untuk diolah menjadi mata pencarian yang dapat menghidupi keluarga dan tetangga serta kenalan. Alam dan leluhurnya mengajarkan bagaimana pentingnya sikap berbagi dan sejahtera bersama. Bukannya tidak mungkin, kakek serta ayah Purwantoro sebenarnya belajar dari kearifan alam. Hal ini yang sering dilupakan oleh orang yang menyebut dirinya generasi moderen.  

Hidup dengan alam. Bagaimana cara hidup berdampingan dengan gunung Merapi. Adakalanya nampak ramah tetapi saat yang lain nampak seperti kakek tua yang pemarah. 

Lima orang tenaga kerja berasal dari desa Cangkringan kini ikut membantu dalam menjalankan usaha membuat Nisan yang mulai ditekuni Purwantoro sekitar dua puluh empat tahun lalu.

Tanpa terasa ngobrol bersama mas Pur, tangannya terus bergerak mengukir batu. Batu yang nampak polos pada awalnya kini ada ukiran bentuk bunga. Purwantoro menjelaskan motif ukiran namanya lung-lungan. Motif yang cukup digemari pemesan selain motif ombak banyu ceplok .

Motif Ombak Banyu Ceplok (Foto: Ko In)
Motif Ombak Banyu Ceplok (Foto: Ko In)
Benturan palu, cuplik dan batu membuat irama yang khas. Menimbulkan bunyi tik...tik...tik.... Suaranya keras kadang berirama mewarnai atmosfir keseharian bengkel kerja . Sesekali terdekat suara alat pemotong batu yang lebih modern dengan menggunakan listrik. Suaranya tidak kalah keras dan menebarkan debu dimana-mana.

Menurut pengakuannya, sambil membuat pola pada batu dengan jangka dan penggaris besi. Usahanya sempat sepi karena di beberapa makam melarang pemasangan batu nisan atau kijing. Namun larangan tersebut sepertinya agak longgar. Akhir-akhir ini permintaan pembuatan dan pemasangan nisan atau kijing meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun