Mengingat bagi hasil yang diperoleh dari kegiatan mudharabah (investasi) atau wadiah (titipan) cukup menarik. Jika dipikir-pikir bisa dikatakan lebih besar dari bank konvensional yang menggunakan sistem bunga atau riba.
Entah karena bank syariah masih malu-malu atau kurang percaya diri. Saat pertama kali berjumpa dengan salah satu bank syariah harapan menemukan cinta pada kesan pertama pupus.
Tidak lama kemudian satpam keluar sambil mengatakan, “Mohon ditunggu sebentar...”.
Sambil menunggu membaca beberapa brosur yang tersedia. Namun setelah menunggu petugas customer service belum juga keluar. Karena terlalu lama akhirnya meninggalkan bank syariah tersebut dengan rasa kecewa.
Usaha mencari cinta di bank syariah berlanjut keesokan harinya dengan mendatangi bank syariah lain. Gedungnya cukup megah. Saat memperoleh nomer antrian cukup terkejut karena masih terbuat dari kertas karton tebal. Tidak sebagaimana bank konvensional yang dilengkapi mesin antrian. Tinggal pencet tombol teller atau customer service kemudian keluar nomor antrian.
Penjelasan costumer service terasa standar. Yang diperlukan KTP dan nomer NPWP jika ingin menjadi nasabah. Menjawab jika hanya mendapat pertanyaan. Seolah kurang tanggap di depannya orang yang masih binggung dengan bank syariah beserta produk-produknya.
Mbak atau ibu costumer service menjelaskan bahwa bank syariahnya melayani jasa gadai emas juga. Namun saat bertanya bagaimana caranya. Dipersilahkan untuk bertanya ke bagian gadai emas syariah.
Serunya mencari cinta di bank syariah berlanjut keesokan hari. Bertemu dengan bank syariah di gedung bank konvensional. Harus menunggu antrian yang cukup lama karena antrian jadi satu dengan nasabah bank konvensional.
Namun rasa penasaran untuk mengenal bank syariah terus menggoda hati. Perjalanan mencari cinta di bank syariah akhirnya sampai ke bank syariah yang dikelola pemerintah daerah.