Mohon tunggu...
KMAP UNS
KMAP UNS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Keluarga Mahasiswa Administrasi Publik UNS

Keluarga Mahasiswa Administrasi Publik (KMAP) adalah organisasi kemahasiswaan yang berfokus pada pengembangan potensi mahasiswa Ilmu Administrasi Publik melalui kegiatan akademik dan non-akademik. Organisasi ini bertujuan membentuk mahasiswa yang berkualitas, kritis, dan berkomitmen dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Warisan dan Sejarah Bukti Kejayaan Surakarta

22 November 2024   00:25 Diperbarui: 22 November 2024   04:05 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah Singkat Berdirinya Keraton Surakarta

Keraton Surakarta Hadiningrat, yang juga dikenal sebagai Keraton Kasunanan Surakarta, memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan Kerajaan Mataram Islam. Berdirinya keraton ini merupakan hasil dari serangkaian peristiwa politik dan konflik yang terjadi pada abad ke-18.

Pada tahun 1742, pemberontakan besar yang dikenal sebagai Geger Pecinan meletus. Pemberontakan ini dipimpin oleh orang-orang Tionghoa yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam kekacauan ini, Keraton Kartasura, yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Mataram, diserang dan hancur.

Setelah pemberontakan berhasil diredam, Pakubuwono II (raja Mataram saat itu), memutuskan untuk memindahkan pusat kerajaan. Keputusan ini diambil tidak hanya karena kerusakan fisik Keraton Kartasura, tetapi juga karena lokasi tersebut dianggap telah kehilangan tuah atau kekuatan spiritualnya setelah dikuasai oleh pemberontak.

Pemilihan lokasi baru untuk keraton dilakukan dengan sangat hati-hati. Menurut tradisi, Pakubuwono II melakukan tapa brata (meditasi) untuk mendapatkan petunjuk ilahi. Dalam penglihatan spiritualnya, ia diarahkan ke sebuah desa bernama Sala (atau Solo). Desa ini dipilih karena dianggap memiliki lokasi yang strategis, dikelilingi oleh Sungai Bengawan Solo dan beberapa sungai kecil lainnya, yang memberikan pertahanan alami dan sumber air yang melimpah.

Pembangunan Keraton Surakarta dimulai pada tahun 1744 dan selesai pada tahun 1745. Tanggal 17 Februari 1745 ditetapkan sebagai hari jadi Keraton Surakarta, ditandai dengan upacara Jumenengan (penobatan) Pakubuwono II di keraton barunya.

Sejak saat itu, Keraton Surakarta menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan Jawa. Namun, sejarahnya tidak lepas dari berbagai konflik dan perpecahan. Pada tahun 1757, terjadi Perjanjian Giyanti yang membagi Mataram menjadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1812, terjadi pemisahan lagi dengan berdirinya Pura Mangkunegaran di Solo, yang merupakan kadipaten otonom di bawah Kasunanan Surakarta.

 

Arsitektur dan Filosofi

Arsitektur Keraton Surakarta merupakan perwujudan dari filosofi Jawa yang mendalam, mencerminkan pandangan hidup masyarakat Jawa tentang hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Kompleks keraton terdiri dari beberapa bagian utama, masing-masing dengan fungsi dan makna simbolis tersendiri:

1. Alun-alun Utara dan Selatan: Lapangan luas yang melambangkan dunia luar dan berfungsi sebagai ruang publik. Di tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang disebut Waringin Kurung, melambangkan perlindungan raja terhadap rakyatnya. 

2. Sitihinggil: Area yang ditinggikan, tempat raja memberikan audiensi publik. Posisinya yang tinggi melambangkan kedudukan raja yang lebih tinggi, namun tetap dapat melihat dan memperhatikan rakyatnya.

3. Sasana Sumewa: Tempat para bangsawan dan pejabat menunggu sebelum menghadap raja. Arsitekturnya mencerminkan hierarki sosial dalam masyarakat Jawa tradisional.

4. Kedaton: Area pribadi keluarga kerajaan. Tata ruang dan dekorasi di area ini sangat detail dan penuh makna, termasuk penggunaan warna dan motif batik tertentu.

5. Keputren: Tempat tinggal para putri dan selir raja. Lokasinya yang terpisah mencerminkan konsep perlindungan terhadap perempuan dalam budaya Jawa.

Elemen arsitektur lainnya seperti atap Joglo, tiang Soko Guru, ukiran, ornamen, dan penggunaan warna tertentu juga memiliki makna filosofis mendalam. Tata letak keraton mencerminkan konsep kosmologi Jawa, dengan sumbu utara-selatan melambangkan perjalanan hidup manusia dari gunung (utara) ke laut (selatan).

 

Koleksi Pusaka dan Artefak

Keraton Surakarta memiliki koleksi pusaka dan artefak yang beragam dan bernilai tinggi, termasuk:

 1. Keris dan Senjata Tradisional: Koleksi keris pusaka, termasuk Keris Kiai Slamet yang dianggap sebagai pelindung Keraton Surakarta. Juga terdapat tombak, pedang, dan senjata tradisional lainnya.

2. Wayang Kulit dan Wayang Orang: Set wayang kulit kuno berusia ratusan tahun dan kostum wayang orang yang digunakan dalam pertunjukan khusus.

3. Benda-benda Seni: Lukisan kuno menggambarkan sejarah keraton, patung, dan ukiran kayu bersejarah dengan makna simbolis.

4. Naskah Kuno: Babad (kronik sejarah), serat (kitab ajaran), primbon (pedoman kehidupan), dan naskah sastra klasik Jawa.

5. Perhiasan dan Regalia Kerajaan: Mahkota, tongkat kerajaan, dan perhiasan simbolis lainnya yang digunakan dalam upacara kerajaan.

6. Kereta Kencana: Koleksi kereta kerajaan seperti Kereta Kyai Garuda Kencana dan Kereta Kyai Rajamala, digunakan dalam upacara khusus.

 7. Gamelan: Set gamelan kuno yang dianggap sakral dan hanya dimainkan pada kesempatan tertentu.

8. Tekstil dan Batik: Kain batik kuno dengan motif khusus kerajaan yang hanya boleh digunakan oleh keluarga raja.

Banyak dari benda-benda ini masih aktif digunakan dalam berbagai upacara dan ritual keraton, dan dianggap memiliki nilai spiritual tinggi.

 

Peran dalam Seni dan Budaya

Keraton Surakarta telah lama menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa, meliputi:

1. Tari Klasik Jawa: Pengembangan dan pelestarian tarian sakral seperti Bedhaya Ketawang yang hanya dipentaskan setahun sekali, serta tarian Serimpi yang lebih sering dipentaskan.

2. Musik Gamelan: Inovasi dalam komposisi dan pertunjukan gamelan, termasuk pengembangan gending-gending sakral keraton.

3. Seni Sastra: Penulisan tembang (puisi Jawa) macapat dan babad (kronik sejarah) yang menjadi sumber penting sejarah dan filosofi Jawa.

4. Seni Batik: Pengembangan motif-motif batik khas keraton seperti Parang Rusak yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga raja.

 5. Wayang: Pelestarian dan pengembangan seni pertunjukan wayang kulit dan wayang orang, termasuk lakon-lakon khusus keraton.

Keraton juga berperan sebagai pusat studi budaya Jawa bagi peneliti dan akademisi, serta menjadi venue untuk acara-acara budaya yang menggabungkan unsur tradisional dan kontemporer.

Tantangan dan Pelestarian

Keraton Surakarta Hadiningrat menghadapi tantangan dalam menarik minat generasi muda di tengah arus globalisasi. Observasi menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung didominasi oleh keluarga, dengan sedikit partisipasi anak muda. Hal ini dapat menjadi indikator turunnya minat generasi muda terhadap kebudayaan lokal.

Untuk mengatasi tantangan ini, Keraton telah mengambil beberapa inisiatif:

1. Mengadakan program edukasi dan workshop tentang budaya Jawa untuk sekolah-sekolah.

2.Menggunakan media sosial untuk mempromosikan acara-acara dan kegiatan Keraton.

3.Berkolaborasi dengan seniman kontemporer untuk menginterpretasikan tradisi Keraton dalam bentuk yang lebih modern.

Pelestarian budaya dan bangunan bersejarah memerlukan dukungan finansial yang berkelanjutan. Peningkatan partisipasi dari semua kalangan masyarakat diharapkan dapat menghidupkan kembali Keraton Surakarta dari segi pariwisata, sehingga kebutuhan akan pendanaan dan perawatan dapat terus terjaga.

 

Informasi Kunjungan

Bagi wisatawan yang berminat berkunjung ke Keraton Surakarta Hadiningrat, biaya masuk cukup terjangkau:

Tiket masuk: Rp 25.000

Tour dengan pemandu (abdi dalem Keraton): tambahan Rp 10.000

Dengan harga yang terjangkau ini, pengunjung dapat menikmati keindahan dan kemegahan Keraton Surakarta Hadiningrat, serta belajar lebih banyak tentang sejarah dan budaya Jawa.

Jam kunjungan:

Senin - Kamis: 08.30 - 14.00 WIB

Jumat - Minggu: 08.30 - 12.30 WIB

Pengunjung disarankan untuk mengenakan pakaian yang sopan dan rapi sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi di Keraton.

DAFTAR PUSTAKA
Kemdikbud. (2022, Januari 31). Tradisi Adang Tahun Dal Keraton Kasunanan Surakarta. Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Retrieved June 29, 2024, from https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2181


Kemdikbud. (2022, Januari 31). Tradisi Larung Langse Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Retrieved June 29, 2024, from https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2179


Primasasti, A. (2023, Juli 19). Mengenal Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pemerintah Kota Surakarta. Retrieved June 29, 2024, from https://surakarta.go.id/?p=29433

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun