Yahya tertawa dalam hati. Semua yang disayang dan dicintai pergi. Jika Maimunah yang dicintainya., Apakah gadis itu juga harus menjadi korban? Maimunah belum dua enam, seperti hal dirinya sendiri. Lelaki muda itu membayangkan, ia, insinyur, istrinya lulusan SD, orang warungan lagi. Bukankah itu seperti bumi dengan langit? Tetapi, sebenarnya ia sangat mengenal Maimunah dibandingkan gadis lain. Kalau Maimunah mencintainya, apalagi arti perbedaan itu? Maimunah bisa memasak, menjahit dan membantu pekerjaan sosial, sementara ia mengajar dan terus membangun desa.
Tetapi, bisakah itu?
Lelaki itu tersentak ketika ia turun dari oplet. Ternyata Maimunah sudah ada di depan rumahnya. “Kak,” kata wanita itu. “Ini Kak Yahya yang baru pulang dari Yogya. Kenalkan, Kak Muis, suami Maimunah.”
Matahari akhir Januari tak muncul dari balik tirai gerimis yang turun makin deras. Angin santer dan waktu melompat seperti nadi.
Udara gemetar.
Di arah jauh terdengar suara guruh…
Jakarta, 17 Januari 1983.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Korrie Layun Rampan (terpublikasikan di situs id.klipingsastra.com sekaligus guna mengenang beliau yang telah wafat pada hari kemarin -- Kamis, 19 November 2015)
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Suara Karya" pada Minggu 13 Februari 1983
***
Bagi Anda yang gemar dengan bacaan sastra, baik yang berujud cerita pendek, cerita bersambung, puisi ataupun sajak, sila menuju situs dokumentasi id.klipingsastra.com ini. Salam.