Mohon tunggu...
KKN 56 DESA MAJALANGU
KKN 56 DESA MAJALANGU Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

KKN ANGKATAN 56 UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN KELOMPOK 50 DESA MAJALANGU

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mbah Hadiyana Atasangin: Waliyullah, Jejak Sunan Kalijaga, dan Warisan Spiritual di Desa Majalangu

15 Agustus 2023   17:43 Diperbarui: 16 Agustus 2023   08:54 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketertarikan Cipto Edi pada dunia spiritual dimulai sejak usia dini, dengan kebiasaan mandi malam di tengah malam. Ia merasa ini adalah bagian dari warisan keluarga dan tradisi spiritual dari bapaknya yang juga lulusan pondok Cirebon. Pada saat mondok, ia menjalani perjalanan musafir ke berbagai makam wali, mencari ketenangan dan pencerahan. Ia bahkan mampu menjalani tirakat mutih selama tiga tahun tanpa makan nasi.

Ketenangan dan ketenangan batin menjadi tujuan yang diinginkan oleh Cipto Edi dalam perjalanan hidupnya. Ia merasa terpanggil untuk menjadi musafir yang berkeliling dengan berjalan kaki ke makam-makam wali dalam pencarian ketenangan dan pengetahuan lebih dalam tentang dirinya sendiri. Perjalanan paling jauh yang pernah beliau lalui adalah Tanjung Karang (Bandar Lampung). Untuk mencapai tujuan ini, ia menjalankan tirakat mutih selama tiga tahun tanpa makan nasi. Jati diri yang diinginkan oleh Cipto Edi adalah untuk memahami dirinya sendiri dan mencapai pemahaman sukma. Ia telah menghadapi tantangan lapar dan perjalanan spiritual yang tidak mudah, tanpa mengalami tantangan yang sebenarnya dalam kehidupan materi. Baginya, tasbih menjadi simbol ilmu, "kantong segala ilmu" seperti kantong Semar. Selain itu, di tengah perjalanan hidupnya, Cipto Edi juga menjalani pekerjaan mengolah kayu menjadi minyak Nilam, bahan baku sabun dan kosmetik. 

Dalam kehidupannya, Cipto Edi memperoleh inspirasi dari kehidupan Gus Rofiq Purworejo, yang tetap mengucapkan Allah dalam detak jantungnya. Ia juga memandang bahwa pendidikan agama adalah nomor satu, dan generasi muda perlu mengikuti jejak sejarah Mbah Hadiyana Atasangin dan Gus Jamil untuk menjaga tradisi khaul hingga akhir hayat.

Cipto Edi ingin mewariskan pelajaran berharga kepada generasi muda. Ia menekankan pentingnya pendidikan agama dan menggabungkannya dengan pendidikan formal. Ia juga berharap bahwa nilai-nilai khaul (kesederhanaan) yang dijunjung tinggi olehnya dapat dilestarikan hingga akhir hayat. Baginya, mengikuti jejak tokoh-tokoh spiritual seperti Mbah Hadiyana Atasangin dan Gus Jamil adalah kunci untuk menjaga keberlanjutan nilai-nilai tersebut.

Cerita hidup Cipto Edi telah mengilhami banyak orang, dan pengobatan serta ajaran spiritualnya dikenal melalui mulut ke mulut. Dengan semangatnya dalam menemukan makna dalam hidup dan tetap belajar, ia telah membawa pencerahan bagi banyak individu yang merasakan kedekatan dengan jiwanya. Dengan kisah hidup yang menginspirasi dan semangat yang tak tergoyahkan, Cipto Edi adalah contoh nyata bahwa kehidupan penuh makna dapat diwujudkan melalui dedikasi, semangat, dan pengabdian kepada nilai-nilai spiritual dan kebenaran. 

Tim Penyusun

  • Siti Fatimah
  • Khisnatul Hidayah
  • Na'ilatul Laela

KKN Angkatan 56 UIN K.H. Abdurrhman  Wahid Pekalongan Kelompok 50 Desa Majalangu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun