Ketertarikan Cipto Edi pada dunia spiritual dimulai sejak usia dini, dengan kebiasaan mandi malam di tengah malam. Ia merasa ini adalah bagian dari warisan keluarga dan tradisi spiritual dari bapaknya yang juga lulusan pondok Cirebon. Pada saat mondok, ia menjalani perjalanan musafir ke berbagai makam wali, mencari ketenangan dan pencerahan. Ia bahkan mampu menjalani tirakat mutih selama tiga tahun tanpa makan nasi.
Ketenangan dan ketenangan batin menjadi tujuan yang diinginkan oleh Cipto Edi dalam perjalanan hidupnya. Ia merasa terpanggil untuk menjadi musafir yang berkeliling dengan berjalan kaki ke makam-makam wali dalam pencarian ketenangan dan pengetahuan lebih dalam tentang dirinya sendiri. Perjalanan paling jauh yang pernah beliau lalui adalah Tanjung Karang (Bandar Lampung). Untuk mencapai tujuan ini, ia menjalankan tirakat mutih selama tiga tahun tanpa makan nasi. Jati diri yang diinginkan oleh Cipto Edi adalah untuk memahami dirinya sendiri dan mencapai pemahaman sukma. Ia telah menghadapi tantangan lapar dan perjalanan spiritual yang tidak mudah, tanpa mengalami tantangan yang sebenarnya dalam kehidupan materi. Baginya, tasbih menjadi simbol ilmu, "kantong segala ilmu" seperti kantong Semar. Selain itu, di tengah perjalanan hidupnya, Cipto Edi juga menjalani pekerjaan mengolah kayu menjadi minyak Nilam, bahan baku sabun dan kosmetik.Â
Dalam kehidupannya, Cipto Edi memperoleh inspirasi dari kehidupan Gus Rofiq Purworejo, yang tetap mengucapkan Allah dalam detak jantungnya. Ia juga memandang bahwa pendidikan agama adalah nomor satu, dan generasi muda perlu mengikuti jejak sejarah Mbah Hadiyana Atasangin dan Gus Jamil untuk menjaga tradisi khaul hingga akhir hayat.
Cipto Edi ingin mewariskan pelajaran berharga kepada generasi muda. Ia menekankan pentingnya pendidikan agama dan menggabungkannya dengan pendidikan formal. Ia juga berharap bahwa nilai-nilai khaul (kesederhanaan) yang dijunjung tinggi olehnya dapat dilestarikan hingga akhir hayat. Baginya, mengikuti jejak tokoh-tokoh spiritual seperti Mbah Hadiyana Atasangin dan Gus Jamil adalah kunci untuk menjaga keberlanjutan nilai-nilai tersebut.
Cerita hidup Cipto Edi telah mengilhami banyak orang, dan pengobatan serta ajaran spiritualnya dikenal melalui mulut ke mulut. Dengan semangatnya dalam menemukan makna dalam hidup dan tetap belajar, ia telah membawa pencerahan bagi banyak individu yang merasakan kedekatan dengan jiwanya. Dengan kisah hidup yang menginspirasi dan semangat yang tak tergoyahkan, Cipto Edi adalah contoh nyata bahwa kehidupan penuh makna dapat diwujudkan melalui dedikasi, semangat, dan pengabdian kepada nilai-nilai spiritual dan kebenaran.Â
Tim Penyusun
- Siti Fatimah
- Khisnatul Hidayah
- Na'ilatul Laela
KKN Angkatan 56 UIN K.H. Abdurrhman  Wahid Pekalongan Kelompok 50 Desa Majalangu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H