Jariku tidak tergores, tapi hasil potongannya kacau banget. Tebelnya beda-beda ada yang sampai dua cm. Dan yah seiring berjalannya waktu aku lebih baik dalam memasak, aku juga membeli panci listrik agar aku bisa memasak di kamar saja.Â
Kehidupan kuliahku sudah di mulai, sibuk banget. Aku juga harus nyambi kerja sambilan gimana ga makin sibuk, dari yang awalnya aku menelpon kakek dan nenek seminggu sekali atau dua minggu sekali jadi sebulan sekali. Sepertinya, tahun ini aku bisa pulang dulu.Â
"Nek, maaf ya tahun ini Nara belum bisa pulang dulu.."
"Iya Nara.. gapapa kok, gimana kabar Nara disana?"
"Baik nek, nenek sama kakek gimana?"
"Baik-baik juga kok, kakek juga udah jarang kambuh"
Dan itulah pembicaraan terakhirku dengan nenek. Saat sedang mengerjakan tugas kuliahku, aku mendapatkan telepon. Tumben sekali nenek yang menelpon duluan, biasanya aku yang menelpon duluan karena nenek tau aku sibuk dan tidak mau terlalu mengganggu. Kami juga baru telepon sekitar minggu lalu.
"Halo apakah anda adalah keluarga dari ibu Istari dan bapak gafar?"Â
"Iya, saya cucunya. Anda siapa ya?"
"Ibu Istari dan bapak Gafar kondisinya sedang kritis dan berada di ruang ICU. Mereka dirawat di rumah sakit ******"
"Baik, saya akan segera kesana. Terima kasih atas informasinya"
Aku mematikan sambungan telepon dan bergegas menuju stasiun. Seluruh tubuhku bergetar dengan hebat. Untungnya masih ada tiket yang tersisa sore ini. Kereta itu akan berangkat pukul tujuh malam, sedangkan sekarang masih pukul lima sore. Masih ada waktu dua jam lagi. Sembari menunggu, aku berusaha menenangkan diriku. Aku membeli pop mie dan air mineral di stan terdekat.Â
Aku menyandarkan tubuhku di kursi.dan menyalakan ponselku. Perjalanan dari sini ke Mojokerto menggunakan kereta akan memakan waktu yang cukup lama. Lebih baik aku tidur dulu, jadi ketika sampai disana nggak ngantuk lagi.