Oleh sebab itu, konsep moderasi beragama diusulkan sebagai sebuah jalan tengah guna menjembatani segala macam perbedaan di Indonesia. Ide dasar moderasi ialah mencari persamaan, bukan justru memperlebar perbedaan.
Moderasi beragama merupakan perilaku beragama yang moderat, adil, toleran, dan selalu mengutamakan kemaslahatan komunal. Ia juga dapat diartikan sebagai proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara proporsional dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem dalam beragama.
Dalam jurnal Moderasi Beragama yang dirilis Kementerian Agama (KEMENAG) disebutkan bahwa, moderasi beragama harus dipahami sebagai manifestasi sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan pada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif).
Meski demikian, pada hakikatnya, ajaran Islam itu sendiri sudah sangat moderat. Islam rahmatan lil alamin. Artinya, Islam yang hadir di tengah-tengah masyarakat, mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia serta alam semesta.
Moderasi beragama bukan bermakna suatu keharusan untuk memoderasi agama. Sebab, Islam dalam dirinya sudah sarat akan prinsip moderasi, yakni keadilan, proporsionalitas, dan harmonisasi.
Moderat sering disalahpahami sebagai bentuk kompromi keyakinan teologis dengan pemeluk agama lainnya. Moderasi beragama bukanlah sinkretisme agama atau pendangkalan akidah. Sama sekali bukan.
Moderasi beragama tidak akan menghalangi seseorang untuk menjalankan setiap ajaran agamanya secara lurus dan serius. Prinsip itu bertujuan untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam praktik beragama tanpa harus menggadaikan iman serta ajaran agamanya sendiri.
Sejatinya pemahaman semacam itu juga termaktub dalam surat Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi, "Lakum dinukum waliyadin". Artinya, bagimu agamamu, bagiku agamaku.
Prinsip beragama itulah yang dipraktikkan oleh warga muslim Desa Balun selama puluhan tahun. Mereka bergotong-royong untuk membangun desa dan membantu warga pemeluk agama lain untuk menjalankan keyakinannya, tanpa sedikitpun mengurangi kadar keimanannya sendiri.
Kendati menjadi kelompok mayoritas di desanya, mereka tidak pernah berperilaku diskriminatif kepada pemeluk agama lain. Mereka juga tetap menghormati dan menghargai warga lain yang berbeda paham. Bagi mereka, prinsip toleransi beragama harus diutamakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap itu terefleksikan saat warga muslim berjaga di area sekitar gereja dan pura dalam momen sakral tertentu agar warga non-muslim bisa menjalankan hak-hak dasarnya dalam beribadah dengan aman, nyaman, dan hikmat.