Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ilusi Sekolah Gratis: Pungli dan Sengkarut Komite Sekolah

14 Desember 2022   12:45 Diperbarui: 14 Desember 2022   13:06 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah murid SMKN 1 Muaro Jambi dipaksa untuk mengerjakan ujian di luar kelas karena belum melunasi iuran komite. | Detik.com

Khusus area Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, sudah menegaskan, berbagai biaya pendidikan untuk seluruh siswa SMA/SMK negeri di wilayahnya adalah gratis. Beleid itu telah berjalan sejak periode 2019 lalu. Dia juga melarang keras sekolah guna memungut biaya pendidikan dalam wujud dan nama apa pun, terutama peserta didik baru.

Khofifah mengatakan bahwa pengganti SPP untuk SMA/SMK, bisa dioptimalkan dari alokasi dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) serta alokasi APBD Jawa Timur dalam bentuk BPOPP.

Oleh internal sekolah, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, kerap disalahgunakan sebagai alat untuk menarik pungli dengan dalih sumbangan Komite Sekolah kepada wali murid.

Memang benar bahwa biaya pendidikan yang disalurkan lewat BOS masih belum dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum sekolah. Diperlukan alokasi anggaran dari pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat agar sekolah-sekolah kian maju dan berkualitas. 

Meski demikian, biaya pendidikan tidak boleh sampai memberatkan wali murid. Pun sifatnya tidak memaksa yang dapat mengakibatkan siswa terhambat dalam mengikuti proses belajar di kelas.

Sumbangan yang semula hanya bersifat suka rela serta tidak mengikat, seketika berubah menjadi wajib dan terikat oleh angka dan tenggat pembayaran tertentu. Statusnya kini mirip dengan utang yang harus dilunasi siswa serta orang tuanya. Untuk siswa yang tidak/telat membayar, hak akademiknya dibatasi dengan tidak diizinkan mengikuti ujian, bahkan rapor dan ijazahnya juga bakal ditahan.

Sesuai aturan main, sumbangan memang boleh ditarik dari wali murid. Namun, hal itu tidak berlaku untuk seluruh orang tua lantaran sifatnya yang suka rela. Tatkala sumbangan itu ditetapkan untuk seluruh wali murid, statusnya menjadi pungutan. Dalam menentukan angka pungutan pun, pihak sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa. Tak boleh asal!

Selain melakukan pungli, pihak sekolah adik saya juga menjual seragam kepada siswa, yang mana hal itu dilarang keras oleh Pasal 181 serta Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang mengatur mengenai Pengelolaan serta Penyelenggaraan Pendidikan.

Acapkali, pihak sekolah berdalih bahwa penjualan seragam oleh sekolah dipilih supaya tidak ada perbedaan warna atau motif seragam murid. Padahal, masalah itu sejatinya dapat disiasati dengan cara menunjuk orang tua siswa guna membeli bahan/kain atau seragam sejumlah siswa yang membutuhkan sehingga perbedaan warna dan motif seragam bisa dihindari.

Untuk menghindari konflik kepentingan dan agar tak membebani wali murid lain, khususnya yang pas-pasan serta kurang mampu, hendaknya bahan atau seragam itu dijual sesuai dengan harga awal alias tidak mengambil untung.

Sengkarut Komite Sekolah

Akibat ketidakpahaman terkait regulasi dan aturan soal sumbangan pendidikan, banyak wali murid yang mematuhi apa pun yang dikatakan dan diminta pihak sekolah, terutama soal sumbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun