Dominasi etnis Jawa serta persebaran populasi yang terkonsentrasi di Pulau Jawa itu memiliki relasi yang erat jika dilihat dari perspektif politik identitas serta representasi politik.
Adapun jika ditilik dari sudut pandang ilmu psikologi sosial, etnis Jawa yang mendominasi populasi Indonesia, akan cenderung memilih tokoh-tokoh yang merepresentasikan identitas sosial dan mampu mengakomadasi kepentingan mereka sebagai kelompok mayoritas.
Dengan begitu, di luar faktor popularitas dan elektabilitas, para kandidat presiden beretnis Jawa bisa memiliki peluang yang jauh lebih besar guna memenangi pilpres. Sebab, mereka sudah mempunyai modal kesamaan identitas etnis dan kedaerahan dengan kelompok pemilih mayoritas.
4. Mitologi
Mitos yang menyebut bahwa Indonesia harus dipimpin oleh orang Jawa banyak ditulis di dalam ramalan-ramalan Jawa kuno, salah satunya Ramalan Jayabaya.
Dalam kitab kuno itu disebutkan bahwa ada sosok Ksatria Piningit dan Ratu Adil yang akan membawa kemakmuran dan kemajuan di tanah Jawa dan Indonesia dengan gaya kepemimpinan yang jujur, adil, serta berjiwa ksatria.
Bahkan, ada anggapan yang mengklaim bahwa jika presiden RI tidak berasal dari etnis Jawa, maka akan ada petaka yang sangat hebat. Contohnya, ketika Habibie berkuasa, Timor Leste memisahkan diri sehingga mengancam keutuhan NKRI.
Kendati pola pikir pemilih sudah lebih rasional, ramalan semacam itu ternyata masih banyak dipercayai oleh sebagain pemilih di wilayah Jawa. Keyakinan itu secara tak langsung akan memengaruhi aspek psikologis mereka untuk memilih kandidat yang berasal dari etnis Jawa.
Sudah Tak Relevan
Meski tak sepenuhnya salah, seyogyanya Luhut menghindari untuk mengucapkan pernyataan yang akan memicu polarisasi bernuansa SARA pada Pemilu 2024 nanti. Jikalau terus dilanjutkan, narasi itu akan makin menguatkan politik identitas yang dapat membahayakan keutuhan NKRI.
Selain bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, etnosentrisme demikian juga bisa memberikan kesan seolah-olah hanya etnis Jawa lah yang berhak memimpin Indonesia.
Padahal, dalam UUD atau peraturan lain yang mengatur tentang pemilu, tak ada satu pun pasal yang mengatakan bahwa presiden harus berasal dari daerah atau etnis tertentu. Sesuai amanat konstitusi, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih.
Demi kebaikan masyarakat Nusantara, dikotomi itu sudah harus ditinggalkan. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang dirajut dengan semangat persatuan di atas keragaman serta perbedaan etnis, bahasa, budaya, dan agama.