Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Apa Kata Sains Soal Isra Mikraj?

2 Maret 2022   13:02 Diperbarui: 23 Maret 2022   21:39 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep Lubang Cacing (Wormhole). | Thesun.co.uk

Sebelum peristiwa Isra Mikraj, sejatinya Nabi Muhammad SAW tengah diselimuti duka yang sangat mendalam. Beliau baru saja ditinggalkan sang istri tercinta, Siti Khadijah RA, yang selalu setia menemani perjuangan beliau. Tidak lama berselang, beliau juga ditinggalkan oleh pamannya, Abu Thalib.

Dalam situasi penuh duka atau yang juga dikenal dengan istilah amul huzni (tahun kesedihan), Allah SWT 'menghibur' Nabi dengan memperjalankan beliau ke langit untuk dipertemukan dengan-Nya.

Kisah tersebut terjadi pada suatu malam pada tanggal 27 Rajab, yang mana selain menghibur hati Nabi, juga dilakukannya guna menerima wahyu salat lima waktu yang wajib ditaati seluruh umat Islam.

Proses diperjalankannya Rasulullah ini terbagi menjadi dua fase, yakni Isra dan Mikraj. Isra adalah ekspedisi horizontal Rasulullah dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsa (Yerussalem), seperti yang difirmankan Surat Al-Isra ayat 1. 

Adapun Mikraj merupakan perjalanan vertikal dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Momen itu dijelaskan dalam Surat An-Najm ayat 13-18 dan banyak diriwayatkan dalam hadits shahih.

Sebagaimana yang tertulis dalam hadits, Nabi menjalani ekspedisi dari Mekah ke Yerussalem memakai sejenis kendaraan atau suatu makhluk yang disebut burak (buraq). Adapun ekspedisinya ditempuh Rasulullah hanya dalam waktu semalam.

Hadits meriwayatkan ciri-ciri menarik dari makhluk yang menjadi kendaraan Rasulullah guna melakukan perjalanan Isra Mikraj itu. Kendaraan yang sampai detik ini belum mampu direkayasa oleh teknologi modern.

Hadist tentang ciri-ciri burak. | Dokumentasi pribadi
Hadist tentang ciri-ciri burak. | Dokumentasi pribadi

Burak dalam bahasa Arab berarti cahaya atau kilat. Namun, banyak pakar hadist yang mengartikan burak sebagai hewan tunggangan yang berwarna putih, lebih pendek dari bighal (persilangan antara kuda-keledai) dan lebih tinggi daripada keledai. Ciri-ciri itu sesuai dengan yang diriwayatkan dalam banyak hadist.

Menurut pakar hadits dari Pusat Kajian Hadits (PKH) Jakarta, KH Ahmad Lutfi Fathullah, burak bukanlah cahaya/kilat. Pasalnya, peristiwa itu melibakan jasad dan ruh Rasulullah, pun telah dijelaskan dalam hadist terkait ciri-ciri fisiknya.

Burak tak berwujud kombinasi antara manusia-hewan. Menurut penafsiran dalam bahasa Arab, dabbah ialah suatu makhluk hidup berjasad. Bisa laki-laki, bisa perempuan. Bisa berakal atau tak berakal. Kiai Lutfi meyakini jika burak adalah hewan yang mirip dengan kuda, tetapi bukan kuda.

Narasi itu diperkuat dengan hadist yang mengatakan bahwa Nabi menambatkan makhluk tersebut di lingkaran para nabi biasa menambatkan hewan tunggangan mereka. Oleh sebab itu, kuda dipandang mirip dengan manifestasi burak.

Selain itu, sikap tak patuh yang sempat ditunjukkan burak sama dengan hewan pada umumnya. Mulanya makhluk yang diturunkan dari surga itu menunjukkan keliarannya lantaran ia terkesan enggan ditunggangi Rasulullah, sebelum lantas Jibril membantu guna menenangkannya.

Untuk membantu kita dalam memahami mengapa makhluk yang memiliki wujud fisik seperti Nabi dan burak, bisa melaju bak cahaya tanpa menderita kehancuran, mungkin teori Anihilasi berikut ini dapat memberikan perspektif.

Dalam fisika partikel, anihilasi adalah proses rekonstruksi materi menjadi gelombang. Hal itu dapat terjadi karena dalam setiap materi terdapat antimateri yang jika direaksikan, keduanya akan lenyap dan berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

Konsep tersebut pernah dibuktikan oleh ilmuwan di laboratorium dan mencapai kesimpulan bahwa materi dapat diubah menjadi energi dengan metode tertentu. Begitu pula sebaliknya, energi juga bisa diubah menjadi materi.

Kemungkinan anihilasi itu terjadi setelah proses Malaikat Jibril membersihkan hati (sebagai pusat energi bagi manusia) Nabi dengan air zam-zam. Organ tubuh beliau dibedah dan diperkuat sedemikian rupa.

Atas kehendak Allah SWT, dalam sekejap material fisik Rasulullah diubah menjadi cahaya sehingga beliau dapat menjelajah bersama Malaikat Jibril dengan menaiki makhluk bernama burak tersebut.

Itu lah mengapa Nabi tetap 'utuh' meski telah menjelajahi berbagai alam semesta. Perjalanan itu tak menjadi masalah yang berarti untuk Jibril yang tercipta dari nur alias cahaya.

Bersama Malaikat Jibril, beliau 'terbang' ke tujuh langit melintasi dimensi, ruang, dan waktu guna mencapai suatu tempat tertinggi yang disebut dengan Sidratul Muntaha. Beliau melakukannya dalam keadaan sadar penuh, bukan bermimpi!

Artinya, kenaikan Nabi hingga ke langit ketujuh merupakan perjalanan melalui berbagai sistem kosmik di alam semesta yang maha kompleks, sangat luas, serta berlapis-lapis (multiverse).

Oleh karena itu, peristiwa Isra Mikraj tak bisa didefinisikan lewat Teori Relativitas Khusus Einstein, yang mana laju cahaya dalam ruang vakum bernilai sama untuk semua pengamat. Sebab, kalau memakai teori itu, Nabi belum mampu melampaui sistem tata surya kita.

Apalagi, cahaya ialah materi paling cepat yang dapat dicapai sebuah benda di alam semesta. Dari sana bisa disimpulkan Isra Mikraj bukanlah ekspedisi antariksa atau pesawat terbang antarnegara dari Mekah ke Palestina. Perlu sebuah teknologi atau metode yang jauh lebih cepat ketimbang cahaya untuk memungkinkannya.

Dalam perjalanan Isra, Nabi menempuh jarak 1.500 km. Dalam kecepatan cahaya (300.000 km/detik), maka durasi yang diperlukan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa adalah 0,005 detik. Jauh melampaui laju kedipan mata manusia yang hanya 0,04 detik/kedipan!

Kita asumsikan Isra Miraj dimulai usai salat isya atau pukul 20.00 sampai jam 4.00 pagi menjelang subuh. Jadi, perlu waktu 8 jam. Sehingga, jika bolak-balik, sekali perjalanan butuh waktu 4 jam.

Karena ekspedisinya dilakukan dengan burak, maka diasumsikan bahwa Nabi melesat dengan kecepatan cahaya. Jadi, dalam empat jam, Nabi hanya sanggup menempuh jarak 4.032.000.000 km.

Sementara planet terluar dalam sistem tata surya, Neptunus, tercatat berjarak 4.300.000.000 km dari Bumi. Sehingga, dengan tempo 4 jam, Rasulullah belum mampu mencapai planet terjauh dalam tata surya kita.

Sebagai perbandingan. Bintang terdekat Proxima Alpha Centaury ada pada jarak sekitar 4,2 tahun cahaya. Amat mustahil ditempuh pergi-pulang dalam semalam.

Padahal, Sidratal Muntaha merupakan sebuah tempat yang sangat jauh di atas langit ketujuh dan melampaui gugusan galaksi-galaksi yang sulit dibayangkan. Atas dasar itu, untuk mengidentifikasi perjalanan Isra Mikraj Nabi lewat teori Relativitas Khusus tidaklah memadai.

Sehingga, dalam mengidentifikasi Isra Mikraj dapat memakai Teori Relativitas Umum yang mengisyaratkan eksistensi alam dengan dimensi yang lebih tinggi (immaterial) dibanding alam yang kita diami saat ini. Untuk bisa memasukinya, para ilmuwan menemukan sistem yang disebut lubang cacing (wormhole).

Pada tahun 1935 silam, Albert Einstein dan Nathan Rosen menggunakan Teori Relativitas Umum untuk memaparkan gagasan tersebut. Mereka mengusulkan teori jembatan melalui ruang-waktu.

Jembatan ini menghubungkan dua titik berbeda dalam ruang dan waktu, secara teoritis menciptakan jalan pintas yang mampu mengurangi waktu serta jarak tempuh. Jalan pintas itu lantas disebut jembatan Einstein-Rosen (wormhole).

Konsep Lubang Cacing (Wormhole). | Thesun.co.uk
Konsep Lubang Cacing (Wormhole). | Thesun.co.uk

Secara teori, wormhole bertindak seperti pintu ajaib yang dapat menghubungkan dua titik dalam ruang serta waktu satu sama lain. Dalam fiksi ilmiah, ia sering digambarkan sebagai gerbang yang bisa memungkinkan manusia melangkah ke dimensi, ruang, dan waktu yang berbeda.

Pada dasarnya lubang cacing merupakan metode teoretis dalam "melipat" ruang dan waktu, sehingga dua tempat di suatu ruang dapat dihubungkan bersama. Para penggemar film "Interstellar" tentunya sudah dapat membayangkan konsep itu.

Metode itu memungkinkan orang untuk melakukan ekspedisi antargalaksi dalam tempo yang sangat singkat. Sesuai Teori Relativitas Umum, semakin cepat suatu benda (hingga kecepatan cahaya), waktu akan berjalan melambat. Jadi, satu tahun bagi pelaku ekspedisi antargalaksi, bisa berarti ratusan tahun atau ribuan tahun untuk orang-orang di bumi.

Einstein berteori bahwa ruang dan waktu dapat terjerat sangat erat. Sehingga, dua titik dapat berbagi lokasi fisik yang sama. Maka, yang kita butuhkan adalah lubang cacing pendek di antara keduanya untuk melakukan teleportasi super-kilat.

Lubang cacing secara teoritis mungkin dibuat, tetapi akan mustahil kecuali kita menciptakan teknologi yang jauh lebih mutakhir pada masa depan. Hal itu lah yang lantas coba dibuktikan ahli Fisika Juan Maldacena dan Alexey Milekhin.

Mereka mencetuskan suatu teori yang disebut teori Geometri Melengkung 5 Dimensi, yang menyebut bahwa alam semesta berada dalam lima dimensi. Selain tiga dimensi ruang serta satu dimensi waktu yang sudah kita kenal.

Alam semesta lima dimensi itu dapat memungkinkan sesuatu yang disebut energi negatif. Hal itulah yang menurut mereka dapat membuat lubang cacing cukup stabil dan besar guna dilalui objek. Hanya saja, akan dibutuhkan teknologi yang tepat untuk memanipulasi energi negatif tersebut.

Menurut sejumlah ilmuwan, lubang cacing tak hanya menghubungkan dua wilayah terpisah di alam semesta yang sama, tetapi juga bisa menghubungkan dua alam semesta yang berbeda.

Lubang cacing ini akan memungkinkan pesawat atau burak sebagai tunggangan Nabi saat Isra Mikraj, untuk menempuh ekspedisi dari satu titik ke titik lain jauh lebih cepat dari jarak tempuh cahaya.

Hal itu dimungkinkan sebab burak akan tiba di tujuannya lebih cepat ketimbang partikel cahaya dengan mengambil jalan pintas melalui lubang cacing tersebut.

Dengan begitu, burak dan pengendaranya tidak akan melanggar batas kecepatan universal (kecepatan cahaya) lantaran mereka tidak pernah benar-benar melaju dengan kecepatan cahaya.

Itu lah mengapa Nabi masih bisa tetap selamat tanpa terpengaruh eksosistem luar angkasa yang amat ekstrem, selain karena sudah diperkuat Malaikat Jibril melalui prosesi "pembedahan".

Meski secara empiris dapat dibuktikan, perjalanan Isra Mikraj tetaplah rahasia Allah SWT, yang belum bisa dipecahkan secara utuh dan sempurna oleh akal dan ilmu manusia saat ini.

Isra Mikraj merupakan peristiwa yang sarat dengan konsep yang hanya dapat seutuhnya dijangkau lewat kredo para pemeluknya. Sesungguhnya kebenaran sejati hanya milik Allah SWT. Wallahu a'lam bisshowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun