Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kaum Rebahan, Kartu Truf Pemilu 2024

3 Februari 2022   11:46 Diperbarui: 12 April 2022   11:16 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa Orde Baru, PDIP, Golkar, dan PPP banyak diuntungkan oleh pemilih tradisional (baby boomers) yang terbiasa dengan media konvensional. Berbeda dengan kaum rebahan yang lebih akrab dengan era digital. Mereka cenderung menilai media kampanye fisik kurang menarik karena minim esensi dan sudah ketinggalan jaman.

Atas dasar itu, saya memprediksikan partai-partai baru akan mencoba untuk menggoyang dominasi partai-partai pendahulunya guna merebut dukungan dari kaum rebahan. Mereka bakal saling berebut untuk merekrut anak-anak muda sebagai pondasi partai pada masa depan. Tentunya dibutuhkan strategi yang lebih revolusioner. Tak hanya sekadar baliho.

Peran dalam Pemilu

Selain sebagai ceruk suara, peran kaum rebahan juga masih dibutuhkan dalam pengawasan partisipatif pada Pemilu Serentak 2024 nanti. Harapannya, anak muda tidak hanya mengisi kehadiran dalam pencoblosan saja, tetapi juga terlibat aktif pada pengawalan proses pemilihan sejak Pemilu atau Pilkada dimulai.

Banyak hal dalam tahapan Pemilu yang amat krusial untuk diawasi, mulai dari pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan, penghitungan, hingga rekapitulasi suara.

Peran mereka makin vital mengingat besarnya jumlah TPS di Indonesia dengan dua kompetisi politik sekaligus. Napas segar anak muda bisa menjadi solusi agar Pemilu serta Pilkada 2024 mendatang tidak berubah menjadi tragedi layaknya Pemilu Serentak 2019 lalu.

Akan tetapi, lagi-lagi, membangun kolaborasi pengawasan dengan anak muda bukanlah hal mudah. Umumnya, mereka tidak terlalu tertarik dengan politik dan isu ke-Pemilu-an.

Hal itu juga diperkeruh dengan fakta bahwa atmosfer perpolitikan nasional belum cukup bersahabat bagi kaum rebahan. Terlebih lagi, pemerintahan belum banyak diisi anak-anak muda, yang selanjutnya membuat mereka bersikap apatis dan apolitis.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) hendaknya menciptakan ruang yang lebih menarik bagi kaum rebahan. Salah satunya dengan cara merangkul anak muda dalam setiap tahapan dan melakukan digitalisasi terhadap alat-alat penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu.

Sistem digitalisasi alat Pemilu tersebut amat relevan dengan kondisi anak muda yang mendominasi dunia teknologi dan informasi dalam era digital. Sehingga, kaum rebahan akan berangsur-angsur tertarik untuk melibatkan diri secara aktif dalam jagat perpolitikan dan mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Peluang bagi Kontestan

Selain diidentifikasi dari segi umur, label kaum rebahan juga merujuk pada individu yang lebih gemar bersantai dan berbaring di atas kasur daripada mengisi waktunya dengan hal-hal positif dan produktif.

Mereka tidak begitu berminat terhadap segala tetek bengek yeng berhubungan dengan politik. Mereka pun lebih sibuk dengan dunianya sendiri sehingga tidak terlalu peduli dengan kondisi politik negara. Sebab, menurut mereka, politik hanyalah bualan yang tidak berdampak signifikan bagi diri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun