Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kaum Rebahan, Kartu Truf Pemilu 2024

3 Februari 2022   11:46 Diperbarui: 12 April 2022   11:16 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, menggunakan pendekatan digital. Kaum milenial amat aktif di jagat media sosial sebagai wujud keterlibatan dalam proses politik. Bisa berupa petisi daring, penggalangan donasi, atau bergabung dengan forum diskusi. Dunia digital menjadi ekosistem yang mengundang gairah generasi milenial untuk terjun ke dalam proses politik.

Ketiga, cenderung individualis. Sifat individualis milenial tergolong tinggi kendati mereka sering menunjukan rasa kepeduliannya kepada masyarakat lewat media digital. Sifat itu lah yang membuat partisipasi politik milenial ini terkesan pro pada kebebasan dan kemandirian. Namun, di sisi lain menjadi sulit untuk dikontrol.

Generasi milenial memang masih mau berpartisipasi dalam proses politik. Mereka bersedia mengikuti Pemilu, berdiskusi, terlibat polemik dalam soal kebijakan publik, dan lain-lain. Namun, ada kecenderungan bahwa milenial juga memiliki fokus individualistik. Faktor itu lah yang mungkin membuat mereka tak terlalu greget dalam ruang politik praktis.

Sebagai kelompok usia dengan populasi terbesar di Tanah Air, gen Z dan milenial juga diidentikkan dengan predikat kaum rebahan. Sebab, mereka telah dibesarkan dengan kemajuan teknologi digital yang memanjakan mereka, tanpa perlu susah-susah beranjak dari haribaan ranjang.

Dengan kuantitasnya yang begitu besar, sulit disangkal, kaum rebahan akan mendominasi sekaligus menentukan perolehan suara pada kontestasi yang akan digelar tepat pada Hari Valentine 14 Februari 2024 mendatang.

Secara kuantitatif, kaum rebahan akan menjadi sasaran ceruk suara bagi parpol untuk meraup simpati serta dukungan. Oleh karena itu, adalah wajar jika parpol berlomba-lomba membangun citranya sebagai partai generasi muda.

Apalagi, mayoritas kaum rebahan adalah swing voters atau kategori pemilih rasional yang bisa mengubah pilihannya sesuai dengan minat, ide, atau gagasan tertentu.

Meski begitu, hal tersebut tidak mudah lantaran pemilih dari kaum rebahan memiliki karakter yang relatif berbeda dengan pemilih umumnya. Diperlukan pendekatan dan strategi khusus agar pemilih kaum rebahan bisa menjadi simpatisan partai tertentu.

Sebut saja PSI yang mengusung spirit generasi muda dalam Pemilu sebelumnya, telah terbukti gagal dalam meraup suara signifikan. Artinya, hanya bermodalkan spirit anak muda saja tidak cukup. Dibutuhkan adanya ide, gagasan, dan trobosan baru yang menyertainya.

Medium kampanye dengan cara menebar baliho di segala penjuru yang dilakukan oleh sejumlah tokoh partai pun sudah dianggap usang. Alih-alih meraup dukungan dan elektabilitas, tren seperti itu justru berakhir tragis. Baliho-baliho mereka hanya menjadi bahan lelucon berupa meme di media sosial.

Generasi rebahan adalah mereka yang lahir setelah rezim Orde Baru tumbang. Mereka yang terlahir usai periode 1998, tidak terlalu familier dengan nuansa perpolitikan Orde Baru yang kerap kali memanfaatkan medium kampanye fisik sebagai amunisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun