Apa Kamu pernah melihat pengendara mobil mewah yang ugal-ugalan di jalan, seperti menyerobot lampu merah atau melakukan aksi-aksi serupa yang dapat membahayakan pengguna jalan lainnya?
Uniknya, yang juga mungkin sering bikin Kamu penasaran, mengapa mereka rata-rata mengemudikan mobil berspesifikasi mewah, taruhlah Lamborghini, Ferrari, BMW, Porsche, Audi, atau Lexus?
Agaknya mereka semua berbagi satu label yang sama: punya sifat arogan. Dengan mobil mewah berharga fantastis, mereka merasa menempati kasta paling tinggi dibanding pemilik kendaraan lain.
Mereka pun berpikir sudah membayar pajak jauh lebih mahal, yang menjadi legitimasi bagi pemilik mobil mewah tersebut untuk bertindak seenaknya di atas lintasan aspal.
Dibanding dengan mobil pada umumnya, untuk sebatas biaya servis rutinnya saja, kendaraan mewah akan menelan ongkos hingga ratusan juta. Porche misalnya, bisa menghabiskan biaya senilai Rp275 juta hanya untuk perawatan. Nominal itu sejatinya sudah setara dengan harga mobil baru.
Dengan akses uang yang amat melimpah, tak heran jika kalangan kelas atas sering semena-mena ketika memacu mobilnya. Sanksi tilang rasanya cukup sulit untuk menghentikan kebiasaan buruk mereka di jalanan. Sebab, mereka merasa mampu membayar tilang yang nilainya sangat receh bagi kantongnya.
Geram menjadi reaksi yang bisa diwajarkan kalau Kamu sendiri sempat menyaksikan atau bahkan menjadi korban dari aksi bodoh mereka. Syukur-syukur Kamu masih bisa selamat saat itu.
Memang, bukan hanya pengendara mobil mewah saja yang hobi ugal-ugalan di jalanan. Hanya saja, ada kecendrungan aksi semena-mena yang lebih tinggi yang dilakukan para pengemudi mobil mewah.
Hal itu dibuktikan dengan adanya konvoi mobil mewah yang melaju di bawah batas minimum sambil membuat konten video di tol km 02+400 Andara (jalan tol Depok-Antasari), Minggu (23/1/22). Akibatnya, arus kendaraan sempat macet gara-gara iring-iringan mobil mahal tersebut.
Padahal, sesuai peraturan, para pengguna jalan tol tak diijinkan untuk memacu kendaraanya di bawah 60 km/jam atau justru berhenti di jalan tol dengan sengaja. Jangankan behenti di sisi tengah jalan, di bahu jalan pun tidak diperbolehkan jika bukan dalam kondisi darurat.
Bila pelanggaran oleh konvoi mobil itu dinilai hanya stereotip atau belum dapat menjadi bukti, mungkin sejumlah hasil studi berikut akan membuat mereka sulit mengelak.
Sebuah riset psikologi yang diterbitkan dalam jurnal PNAS pada 2012 silam, mengungkapkan bahwa individu kelas atas (upper-class) punya kecenderungan yanh lebih tinggi untuk berbuat sesuatu yang tidak patut ketimbang individu kelas bawah (lower-class).Â
Selain itu, dalam studi berjudul "Higher Social Class Predicts Increased Unethical Behavior" itu peneliti juga menemukan, pengendara mobil mewah cenderung gemar memotong antrean sebelum di persimpangan, alih-alih menunggu gilirannya. Mereka juga cenderung hobi merebut hak para pejalan kaki yang ingin menyeberang di persimpangan jalan.
Senada dengan hasil penelitian di atas, Profesor Psikologi Universitas Helsinki, Jan-Erik Lonnqvist, menemukan bahwa pengendara mobil mewah cenderung arogan, egois, acap mengabaikan hak pejalan kaki dan melanggar peraturan lalu lintas.
Kepemilikan mobil mewah berkaitan erat dengan status sosial tinggi. Sayangnya, etika dan kekayaan memang tak selalu beriringan. Banyak studi lainnya yang menemukan bahwa kalangan orang kaya cenderung berperilaku tidak etis.
Mereka merasa lebih superior daripada pengguna jalan lain. Lagi pula, mereka telah membayar lebih banyak uang agar bisa memacu mobil mewahnya di jalanan. Jadi, mereka harus mendapatkan prioritas utama dibanding pengguna jalan lain, betulkah begitu?
Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Jalan tol adalah jalan bebas hambatan yang memiliki sejumlah peraturan yang mengikat bagi para penggunanya. Ketentuannya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Adapun para pelaku konvoi kendaaran mewah yang tertangkap di area Depok telah terbukti melanggar batas minimum di jalan tol. Bahkan, para pelakunya pun sudah mengaku bahwa mereka memang sempat membuat konten.
Aksi mereka yang tertangkap oleh kamera CCTV memperlihatkan iring-iringan mobil tersebut. Dari tiga jalur jalan tol, konvoi mobil mewah memakai dua jalur, sisi paling kiri dan tengah. Jalur paling kanan untuk mobil umum. Dalam CCTV juga terlihat penumpang mobil paling depan mengambil gambar untuk keperluan dokumentasi.
Meski begitu, penilangan atas tindak pelanggaran itu urung dilakukan karena para pengemudinya dianggap kooperatif ketika diminta membubarkan diri oleh petugas. Lantaran tidak ditilang, mereka hanya diberikan teguran saja dan bisa bebas memacu mobilnya kembali seperti tidak terjadi apa-apa.
"Harusnya kena tilang, cuma karena tadi kooperatif. Nurut diarahkan untuk bubar," ungkap Kasat Patroli Jalan Raya Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Sutikno, Senin (24/1/2022).
Peraturannya jelas. Pelanggarannya telah terbukti. Pelakunya sudah tertangkap. Sanksinya pun telah tertulis. Namun, mengapa justru pihak kepolisian sebatas memberi teguran hanya karena mereka kooperatif?
Apakah hal yang sama juga akan berlaku bagi pengendara mobil yang jauh lebih murah saat kedapatan melanggar peraturan lalu lintas di jalan tol? Bukankah peraturan dibuat setara tak peduli status sosial pengemudinya?
Kalau pelanggaran yang dilakukan oleh mobil mewah seperti itu terus dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di atas lintasan aspal. Orang-orang kaya itu bisa merasa punya privilese untuk melakukan aksi yang semena-mena karena mereka tahu petugas hanya akan menegurnya saja.
Hendaknya petugas kepolisian dapat mempertimbangkan untuk memberikan sanksi yang tegas guna menghukum pelanggaran serupa pada kemudian hari. Masyarakat pun masih terus menanti bukti bahwa hukum di negeri ini sudah tidak lagi tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Memiliki mobil mewah dengan banderol selangit memang menjadi impian banyak orang karena dianggap bisa menaikkan status sosial di hadapan masyarakat.
Akan tetapi, jika belajar dari fenomena arogansi kalangan kelas atas ini hendaknya calon pemilik kendaraan membeli mobil mewah sepaket dengan etika. Kalau tidak, aksi-aksi menuver mereka nantinya dapat membahayakan para pengguna jalan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H