Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kisah Jali Bersama Rumah Swadaya di Pinggir Kali

7 Januari 2022   15:42 Diperbarui: 7 Januari 2022   20:16 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Bang Jali berdiri tepat di depan kali pengairan sawah. | Dokumentasi pribadi

Mereka menargetkan 70 persen atau 11 juta rumah tangga akan menghuni rumah layak. Para penerima manfaat akan memperoleh Rp 20 juta (Rp 17,5 juta untuk material dan Rp 2,5 juta untuk upah tukang).

Kabar itu tentu akan membawa angin segar bagi masyarakat kelas bawah yang selama ini belum memiliki rumah layak huni. Selain bertujuan guna mengurangi jumlah RTLH, program itu juga bisa meningkatkan hajat hidup warga yang berhak.

Untuk pagu anggaran Rp 20 juta per rumah, menurut saya, sudah cukup untuk membuat rumah layak huni asal dananya digunakan dengan cermat. Apa yang dilakukan oleh Bang Jali bisa menjadi "pilot project" bahwa dengan dana terbatas sekalipun, warga penerima bantuan bisa mendirikan rumah layak.

Kebijakan pembangunan rumah secara swadaya sejatinya amat menguntungkan penerima bantuan. Dana pembangunan rumah yang dilakukan secara mandiri oleh pemiliknya, lebih murah dibanding dengan yang dikerjakan pihak ketiga (developer).

Tampak depan rumah Bang Jali. | Dokumentasi Pribadi
Tampak depan rumah Bang Jali. | Dokumentasi Pribadi

Sementara itu, khusus untuk Bang Jali, pemerintah harus memasukkan namanya sebagai penerima bantuan. Pasalnya, jika berkaca pada rumahnya yang belum punya fasilitas MCK, dapur, perkerasan lantai, dan plafon, ia masih layak untuk menerima bantuan.

Menurut Kementerian PUPR, masih ada 29,45 juta RTLH di Indonesia. Dengan jumlah RLTH yang semasif itu, tugas pemerintah akan amat berat. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 yang membuat kesehatan finansial negara mengalami "pendarahan" hebat.

Jika APBN negara memang belum cukup mampu untuk menyelenggarakan rumah layak bagi warganya, hendaknya mereka berupaya menggaet donatur swasta atau masyarakat dalam pembiayaan. Negara harus mendorong kolaborasi antara birokrasi, pihak swasta, dan masyarakat.

Pemerintah juga bisa menimbang peluang untuk menggandeng sponsor yang bergerak pada bidang material bangunan. Selain bisa mendapat harga material yang lebih murah, harapannya, mereka juga bisa menjadi sponsor atau donatur tetap dalam program rumah swadaya.

Perusahaan pada bidang lain pun punya peluang yang sama guna dijadikan sebagai ujung tombak dalam program bertajuk Corporate Social Responsibility (CSR) khusus untuk bedah rumah.

Pasalnya, setiap bisnis punya tanggung jawab sosial terhadap masyarakat atau lingkungan di mana mereka berdiri. Sifatnya wajib. Jika tak dilakukan, bisnis mereka akan terancam sanksi. Adapun CSR menjadi salah satu program untuk memenuhi kewajiban tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun