“Saya terbiasa bahasa Jawa karena semua teman saya waktu itu juga berbahasa Jawa,” ujar pria yang kini sudah berusia 33 tahun itu dalam acara Kick Andy.
Makin hari, dialek Jawanya makin mahir saja. Ia pun tak kesulitan untuk melayani obrolan teman-teman sebayanya. Hal itu juga yang membuat dirinya sangat betah untuk tinggal di Indonesia.
Masa-masa itu yang bikin dirinya jatuh cinta pada Surabaya. Ketika keluarganya harus kembali ke kampung halamannya di Australia, ia memutuskan untuk tetap tinggal. Dia merasa lebih nyaman untuk menetap di Kota Pahlawan ketimbang di kota kelahirannya sendiri, Melbourne.
Ia memang sempat kembali ke Australia pada tahun 2000 lalu. Ia menjalani masa remaja hingga masa berkuliah di Deakin University, Melbourne. Usai balik lagi ke Nusantara, dia menjadi pengajar bahasa Inggris di sekolah internasional di Kota Pahlawan. Kini, Cak Dave telah menikah dengan perempuan asli Indonesia, serta sudah dikaruniai dua anak.
Belajar Mencintai Bahasa Daerah
Selama tinggal di Surabaya, dia memang sangat gemar berinteraksi dengan konco-konco sekampungnya. Dari situlah dialek Jawanya terasah. ''Saya justru tidak bisa berbahasa Indonesia kala itu,'' ucapnya.
Maklum, familinya pun jarang berbicara lewat bahasa Indonesia. Di dalam rumah, orangtuanya berinteraksi melalui bahasa Inggris. Begitu pula ketika homeschoolig. Cak Dave justru belajar bahasa Indonesia dengan bantuan televisi.
Meski begitu, ia lebih suka menggunakan dialek Jawa di kehidupan sehari-harinya. Dia tak terlihat canggung sedikit pun saat menggunakan ragam bahasa yang sering dianggap kampungan itu.
Cak Dave juga paham betul, saat sedang berbahasa Jawa, orang yang melihatnya sering kali tertawa. Bukan lantaran tata bahasanya yang salah, tetapi kesan tidak biasa bahwa sebagai sosok bule dia amat fasih bertutur bahasa Jawa.
Penampilan fisiknya yang menonjolkan karakter bule, membuat orang-orang di sekitarnya terpancing untuk mengajak dirinya mengobrol dalam bahasa Inggris, alih-alih bahasa Jawa atau Indonesia.
''Kalau ada yang seperti itu, tak jawab pakai bahasa Jawa, ben tambah ngakak,'' ungkapnya.
Mungkin mereka berpikir, "Kok iso bule nggawe boso Jowo medok koyok ngono". Realitas itu seakan-akan menampar kita, sebagai warga asli Nusantara yang justru lebih bangga menggunakan bahasa asing. Terlebih lagi, yang dicampur-campur ala anak Jaksel kekinian.