Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengurai Isi Kepala Kaum yang Tak Percaya Covid-19

15 Juli 2021   11:43 Diperbarui: 15 Juli 2021   19:05 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang-orang yang tak percaya Covid-19. | (Henry Nicholls/Reuters) via nytimes.com

Terkesan cukup meyakinkan untuk orang awam. Bagi orang-orang yang tidak bijak dalam menyikapi hoaks, klaim seperti itu akan semakin membuat masyarakat tidak percaya adanya Covid-19.

Terlebih, kalau hoaks itu mencatut nama para ahli di bidang kesehatan, contohnya dr. Lois Owien yang belakangan viral atas unggahan kontroversialnya. Maka, dapat dipastikan "penularan" hoaks di tengah masyarakat akan semakin tinggi pula.

3. Teori Konspirasi

Klaim Covid-19 sebagai hasil rekaan elite farmasi dunia merupakan salah satu teori konspirasi yang banyak dipercaya publik. Keyakinan itu dilandaskan pada asumsi bahwa virus korona hanyalah alat untuk mengontrol masyarakat serta mengeruk keuntungan dari keperluan medis seperti vaksin dan obat-obatan.

Akibatnya, muncul sebuah premis jika Covid-19 hanyalah penyakit 'flu biasa' yang dilebih-lebihkan untuk menakuti masyarakat agar mereka mau membeli vaksin serta dikontrol elite global.

Efek teori konspirasi dalam menggerus level kepercayaan publik akan semakin menguat kalau sudah dibumbui dengan hoaks, misalnya hoaks yang mengklaim bahwa vaksin sudah disusupi chip guna mengontrol umat manusia.

4. Pengalaman Pribadi

Seperti halnya Anji, mereka yang merasa sehat kendati terjadi kontak fisik dengan carrier virus, tak percaya Covid-19 akibat pengalaman pribadi yang dialaminya itu.

"Aku ada kontak fisik sama orang-orang yang positif korona nyatanya baik-baik aja. Aku jarang pake masker lho padahal. Masih hidup juga, kan." Begitu kira-kira pemikiran mereka.

Bahkan, kematian anggota keluarganya pun tak dapat mengubah pandangannya. Mereka tidak percaya virus korona sebab mereka tak mengalaminya sendiri (sakit terpapar Covid-19).

5. Kejenuhan

Seperti air panas, setiap manusia juga memiliki titik jenuhnya. Ketika sampai pada level kejenuhan, maka perubahan merupakan sebuah keniscayaan.

Mereka yang awalnya percaya, berubah jadi tak percaya akibat kejenuhan yang ditimbulkan oleh pandemi dan dampak turunannya.

Misalnya saja Anji, yang merasa jenuh lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat yang diambil pemerintah. Kebijakan itu membuatnya tidak dapat menjalankan usaha. Finansial mampet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun