Tujuannya tak lain agar masyarakat tak memasuki hutan secara sembarangan karena dikhawatirkan akan merusak kelestarian hutan dan berbagai jenis satwa liar penghuninya.
Dalam tatanan masyarakat primordial, kisah hantu digunakan untuk mengantisipasi kebiasaan buruk yang berpotensi melanggar aturan dan mengusik kelestarian alam.
Yang seharusnya anak-anak belajar, beribadah, dan berkumpul bersama keluarga, tetapi malah bermain di luar rumah tanpa pengawasan orangtua.
Begitu halnya kekayaan bentang alam Indonesia yang idealnya harus dijaga kelestariannya, tetapi justru dirusak untuk memperkaya diri sendiri.
Di mata masyarakat modern, narasi semacam itu mungkin tampak sangat irasional dan berlebihan. Namun, di balik kisah-kisah hantu yang terkesan horor, terdapat pendidikan akhlak dan budi pekerti.
Pasalnya, atas jasa kearifan lokal, kelestarian alam dapat tetap terjaga dan cara pandang masyarakat terhadap kehidupan akan jauh lebih bersahaja.
Kisah hantu merupakan produk kearifan lokal, yang menjadi medium diplomasi yang cukup efektif dan efisien. Sayangnya, keampuhannya saat ini semakin tergerus oleh perkembangan jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H