Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diplomasi Hantu, Merawat Kearifan Lokal dari Jalan Mistis

25 Juni 2021   13:54 Diperbarui: 28 April 2022   05:38 4900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah sebabnya setiap bepergian, kita hendaknya lebih berhati-hati, terutama saat melewati tempat-tempat angker.

Aturan seperti membunyikan klakson setiap melintas di tikungan pun dipopulerkan. Selain sebagai bentuk "permisi" terhadap makhluk tak kasat mata, pembunyian klakson juga dapat meningkatkan kewaspadaan para pengguna jalan lain. Sehingga, kecelakaan bisa dihindari.

Selain jalan, hutan belantara kerap kali dikisahkan oleh masyarakat sebagai sebuah ekosistem yang begitu angker. Berbagai figur hantu, kisah mistis, dan pantangan dituturkan secara turun-temurun oleh leluhur kita.

Beberapa hutan di Nusantara memang dikenal sangat angker oleh masyarakat. Taruhlah Alas Purwo di Banyuwangi, Alas Roban di Batang, Hutan Halimun Salak di Bogor, Hutan Sungai Bening di Sambas, dan Hutan Bukit Barisan di Lampung.

Setiap hutan itu memiliki narasi mistisnya masing-masing dengan figur hantu yang beraneka ragam pula. Bahkan, kisah-kisah mistis tersebut masih dipercaya dan dituturkan hingga detik ini.

Beberapa masyarakat adat mengidentifikasi bentang alam itu dengan sebutan Hutan Larangan atau Hutan Terlarang, sebuah hutan yang tak sembarang orang boleh memasukinya.

Hutan Larangan diklasifikasikan bukan berdasarkan vegetasi atau secara geografis, tetapi menurut nilai sakralitas yang diyakini oleh masyarakat setempat.

Banyak aturan serta syarat yang harus dipenuhi sebelum memasuki hutan. Pantangan pun harus dijauhi agar tak mendatangkan bala dan musibah, baik bagi komunitas adat setempat maupun bagi mereka yang akan memasuki hutan.

Beberapa pohon besar yang berusia tua bahkan diberikan label keramat atau suci, yang dipercaya memiliki penunggu, misalnya pohon beringin.

Flora yang bernama ilmiah Ficus benjamina itu dianggap bisa melindungi penduduk setempat. Berbagai sesajen pun diberikan sebagai wujud sakralitas agar tidak banyak orang yang berani mendekat, apalagi menebangnya.

Mayoritas masyarakat Indonesia meyakini, selain menjadi rumah bagi flora serta fauna, hutan juga dihuni oleh makhluk tak kasat mata. Narasi itulah yang mengikuti setiap kisah keangkeran hutan yang dituturkan dari mulut ke mulut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun