Tiongkok memang kerap menggunakan kekuatan dagang dan nasionalisme ritel guna menekan otoritas negara asing dan korporasi multinasional supaya mereka tidak melakukan suatu upaya intervensi terhadap urusan dalam negerinya.
Isu tersebut rupanya telah disikapi secara serius oleh Blok Barat. Pekan ini sejumlah otoritas Barat sudah memberikan sanksi kepada China akibat dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas kelompok minoritas Uighur di Xinjiang.
"Serangan balik" dari otoritas dan publik Cina sejatinya tidak terlepas dari adanya gelombang sanksi yang dilayangkan oleh Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Sanksi yang diberikan berupa pelarangan bepergian dan pembekuan sejumlah aset milik pejabat senior di wilayah barat laut Cina tersebut.
Perlu diketahui, hasil dari ladang kapas Xinjiang berkisar satu perlima produksi kapas dunia dan digunakan oleh banyak pelaku industri fesyen global. Maka tidak heran jika akhirnya isu itu mendapatkan perhatian pemerintah dari seluruh dunia.
Sementara itu, Beijing tetap bersikeras bahwa isu itu hanya kebohongan Barat guna menyudutkan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu.
Namun, ada bukti yang cukup kuat dari hasil investigasi oleh awak media BBC yang agaknya sulit disangkal Tiongkok. Pada Desember 2020 lalu, mereka turun langsung ke lokasi untuk membuktikan kebenaran isu tersebut.
Pandangan itu didasarkan pada sejumlah dokumen penelitian yang ditemukan oleh BBC, yang menunjukkan adanya praktik kerja paksa di perkebunan kapas. Dugaan praktik serupa juga terjadi di sejumlah pabrik tekstil di wilayah yang sama.
Selain itu, salah satu awak mereka juga turun langsung ke distrik Xinjiang guna membuktikan klaim dan dokumen yang mereka temukan.
Mereka menemukan banyak pabrik yang dibangun di wilayah Xinjiang. Beberapa dibangun di dalam tembok kamp atau di dekat bangunan-bangunan tersebut.