Alih-alih menggunakan terminologi "tembak" yang sangat ofensif, saya menyarankan kalimat "mari duduk bersama" ataupun "mari saya traktir ngopi sembari berdiskusi".
Sampai di sini, saya memohon kepada sidang pembaca Kompasiana, ucapan mana yg lebih manusiawi, kata tembak atau kalimat yang saya sarankan?
Pendekatan yang saya tawarkan bukan tanpa sebab. Dalam suasana yang santai, ditemani secangkir kopi seperti halnya yang saya nikmati tadi pagi, akan dapat menciptakan sebuah ekosistem dialog yang hangat dan bersahabat.
Ketimbang menggebuk, bukankah lebih baik dan jauh lebih bijak apabila mereka memeluk? Daripada memukul, bukankah lebih humanis kalau mereka merangkul?
Pelukan menihilkan jarak. Rangkulan mengeratkan ruang diskusi. Memeluk serta merangkul mahasiswa Papua di Malang jauh lebih mudah ketimbang harus mengurai benang kusut konflik berkepanjangan di Bumi Cenderawasih.
Pendekatan itu pula yang dulu pernah saya lakukan kepada kawan-kawan saya yang berasal dari negeri timur saat saya masih kuliah di bumi Ongis Nade. Jangan pernah berpikir mereka berbeda dengan kita karena anggapan itu salah besar.
Meski kerap kali dinilai "sangar" oleh masyarakat, kesan itu sama sekali tak tampak saat saya berinteraksi dengan mereka. Justru mereka akhirnya dapat menjadi sosok yang paling setia kawan.
Sejatinya hal yang sama pun mudah saja dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh aparat. Terlebih lagi, Gus Dur sudah pernah memberikan teladan bagaimana sebaiknya menyikapi berbagai isu yang melibatkan masyarakat Papua.
Persoalan mendasar bagi warga Papua hingga saat ini ialah cara pandang yang cenderung diskriminatif. Mereka kerap diasosiasikan dengan ketertinggalan dan separatisme.
Hal itu menyebabkan pendekatan yang dipilih pemerintahan dan aparat tidak berpijak pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Oleh sebab itu, menjadi perlu untuk mengubah pandangan dan sterotip itu. Biar bagaimanapun, mereka adalah saudara sebangsa kita.
Selalu ada jalan dan solusi atas segala permasalahan di Republik ini. Semua bergantung kepada bagaimana negara dan aparat dalam menyikapinya, mau menerapkan pendekatan yang represif atau humanis.